Perkembangan teknologi terus berubah, bahkan begitu pesat dan semakin canggih untuk menopang berbagai kegiatan dan aktivitas manusia. Tidak hanya dalam dunia kerja dan kepentingan-kepentingan lain yang sebelumnya masih dilakukan secara konvensional, tapi juga dunia pendidikan.

Teknis ujian sekolah, ujian semester di perguruan tinggi maupun Ujian Nasional (UN) di sekolah jenjang SD, SMP maupun SMA sederajat dari tahun ke tahun terus berkembang dan dibenahi. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus berinovasi untuk mencari format terbaik dalam pelaksanaan UN di Tanah Air.
      
Secara bertahap pelaksanaan UN di Tanah Air mulai menemukan bentuk yang dinilai paling sesuai untuk saat ini dan ke depan, sesuai perkembangan dan pesatnya teknologi, yakni Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Kalau tiga empat tahun lalu UN masih berbasis kertas alias konvensional, dua tahun terakhir ini UN sudah mulai berbasis komputer.
     
Hanya saja, penerapannya masih sebatas untuk UN SMP dan SMA sederajat, sedangkan SD masih belum. Bahkan, di jenjang SMP maupun SMA pun juga belum seluruh sekolah mampu menyelenggarakan UNBK karena berbiaya mahal. Setiap satu siswa satu komputer, padahal tidak semua sekolah mampu memenuhi kebutuhan sesuai jumlah siswa yang mengikuti ujian. Apalagi, jaringan internet juga tidak menjangkau seluruh kawasan dari Sabang sampai Merauke.

Jangankan di jenjang SMP yang jumlah lembaga dan siswanya cukup banyak, di jenjang SMA dan SMK pun tidak seluruhnya mampu menyelenggarakan UNBK pada tahun ini. Kalau SMA atau SMK Negeri memang sudah tidak ada masalah, tetapi di jenjang SMP yang jumlah peserta UN-nya lebih banyak, akan kesulitan melaksanakannya.
      
Di SMA Negeri pun, pelaksanaan UNBK tidak bisa dilakukan serentak dalam satu sesi karena ketersediaan komputer yang terbatas jumlahnya, sehingga pelaksanaan UNBK setiap harinya dibagi menjadi tiga sesi, yakni pada pukul 07.00 WIB, pukul 10.00 WIB dan pukul 13.00 WIB.
     
Meski dilaksanakan dalam tiga sesi, soal-soal ujian dijamin tidak akan sama karena diacak sedemikian rupa, sehingga tidak akan ada bocoran. Bahkan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Prof Muhajjir Effendi menjamin jika UNBK lebih jujur, lebih efektif, efesien, dan berbiaya rendah dibandingkan dengan UN berbasis kertas karena tidak perlu mencetak soal dengan cara konvensional.
      
Hanya saja, yang sering menjadi keluhan peserta UN, harus benar-benar konsentrasi memeloti soal demi soal dan kondisi itu membuat mata lelah karena terus menerus berada di depan komputer.
      
Jika UNBK untuk jenjang SMA sederajat, khususnya yang berstatus negeri sudah siap dan tidak ada masalah secara teknis, berbeda dengan kondisi di jenjang SMP yang hampir 50 persen belum memiliki sarana dan prasarana memadai, sehingga harus bergabung dan menggunakan fasilitas komputer milik SMA atau SMK yang berdekatan dengan lokasi sekolah.
     
Namun demikian, bukan berarti UNBK di SMP tersebut menjadi masalah besar dan tidak dapat diatasi, baik SMA maupun SMP sederajat sudah siap melaksanakan UNBK tahun ini.
     
Kendala demi kendala satu per satu bisa diatasi. Yang menjadi kekhawatiran justru pada hari H pelaksanaan UNBK yang rencananya digelar 10 April mendatang untuk jenjang SMA, yakni pasokan listrik yang tiba-tiba padam, sehingga UNBK harus tertunda pelaksanaannya.
      
Oleh karenanya, setiap sekolah yang melaksanakan UNB, baik di SMP maupun SMA harus mengantisipasi dengan menyiapkan genset dengan daya listrik mencukupi atau memastikan ke PT PLN tidak akan terjadi pemadaman selama pelaksanaan UNBK agar ujian tersebut lancar dan tidak menganggu konsentrasi peserta UN, apalagi sampai membuat down karena terhambat masalah teknis. (*)

Pewarta: Endang Sukarelawati

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017