Malang, (Antara Jatim) - Tiga hari (Senin-Rabu, 6-8/3) wilayah Kota Malang, Jawa Timur tanpa dilayani angkutan kota (angkot) akibat dari mogoknya sopir angkot yang menuntut ditutupnya layanan transportasi berbasis daring (online).

"Kami akan melakukan mogok beroperasi sampai ada keputusan yang jelas dari Pemkot Malang. Kami masih akan melanjutkan aksi mogok sampai permintaan kami dipenuhi, yakni menghapus angkutan 'online' (daring) dari kota ini," kata salah seorang sopir angkot jurusan Landungsari-Dinoyo-Gadang (LDG), Sabaruno di Malang, Rabu.

Ia mengaku memilih melakukan mogok melayani penumpang hingga tuntutan para sopir dikabulkan.

"Kami sudah mengutarakan keluhan kami, sejak beroperasinya transportasi berbasis 'online', pendapatan kami menurun drastis dan pemerintah bersama wakil wakyat berjanji akan mencarikan solusi terbaik, namun sampai sekarang masih tetap saja," ucap Sabar.

Sementara itu, di beberapa titik seperti di Malang Town Square (Matos), Jalan Ijen, Jalan S Parman, Jalan Letjen Sutoyo, dan Jalan Merdeka, masih terlihat angkot yang berkeliling, namun mereka tidak mengangkut penumpang.

Ada juga yang berkumpul di sejumlah titik seperti di Alun-alun Malang dan Stasiun Kotabaru. Informasinya, sopir mogok melayani penumpang akan terus berlanjut hingga tuntutannya dipenuhi dan paling cepat sampai 10 Maret 2017.

Menyikapi kondisi Kota Malang tanpa angkot yang merugikan penumpang, khususnya para pelajar dan pekerja, Ketua DPRD Kota Malang Arief Wicaksono mendorong eksekutif agar segera mengembalikan kondusivitas terkait polemik transportasi daring dan konvensional tersebut.

Untuk meredam amarah sopir angkot, lanjut Arief, Pemkot bisa menerbitkan regulasi di tingkat lokal sambil menunggu regulasi dari kementerian Perhubungan (Kemenhub). Regulasi tersebut paling tidak adalah Peraturan Wali kota (Perwal).

Politisi PDIP ini menilai penerbitan Perwal bisa dilakukan dengan situasi dan kondisi tertentu (darurat), mengingat belum ada payung hukum di lingkup yang lebih tinggi. Perwal itu bisa mengatur agar transportasi daring tidak beroperasi.

"Mogoknya sopir angkot tidak bisa dibiarkan terus menerus, masyarakat yang kasihan, apalagi saat ini di Kota Malang tidak ada angkutan transportasi 'online' yang memiliki izin operasional. Yang terpenting sekarang ini kembalikan dulu situasi yang kondusif," paparnya.

Semenatra itu Wali Kota Malang Moch Anton masih enggan mengambil langkah tegas terkait polemik transportasi daring dan konvensional tersebut. Bahkan, wali kota menggelar pertemuan mendadak dengan Kapolresta Malang AKBP Decky Hendarsono, Dandim 0833 Letkol (Arm) Aprianko Suseno, Ketua DPRD Arief Wicaksono, Ketua Komisi C Bambang Sumarto, serta Kepala Dishub Kusnadi, namun pertemuan itu tak menghasilkan keputusan berarti.

Gedung DPRD. "Mereka sudah dua kali mediasi, hasilnya harus dipatuhi," ucapnya.

Terkait usulan DPRD agar wali kota menerbitkan Perwal, Anton mengaku diriya tidak memiliki wewenang. "Kami menunggu hasil konsultasi dengan pemerintah pusat. Kami mau mengambil langkah yang bagaimana, aturannya belum ada," tegas Anton.

Tidak beropearsi angkot di Kota Malang tersebut membuat para pelajar, pekerja, karyawan, dan penumpang lainnya telantar. Untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat akan angkutan umum, berbagai pihak, mulai dari Pemkot Malang, TNI, Polri maupun relawan mengerahkan kendaraannya untuk mengangkut warga ke tujuan masing-masing.(*)

Pewarta: Endang Sukarelawati

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017