Tulungagung (Antara Jatim) - Badan Nasional Narkotika Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur aktif menyosialisasikan larangan peredaran/perdagangan tembakau cap gorila dan hanoman yang telah ditetapkan masuk daftar narkotika golongan satu oleh Kementrian Kesehatan RI.
"Kami sosialisasikan ke semua kecamatan dan desa/kelurahan, sekaligus melakukan pengawasannya di lapangan," kata Kasi Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat BNN Tulungagung Tri Arief Praharanto di Tulungagung, Senin.
Kendati belum ada temuan kasus peredaran kedua jenis tembakau itu, Arief memastikan program sosialisasi atas penetapan status larangan edar dan konsumsi/penggunaan jenis tembakau tersebut akan terus mereka lakukan.
Arief mengatakan, para pengguna maupun pengedar tembakau gorila/hanoman bisa dijerat dengan Undang–undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Jadi para pengguna bisa dijerat dengan pasal 127 ayat 1 setiap penyalahgunaan narkotika dengan ancaman hukuman empat tahun kurungan penjara, katanya.
"Selain itu bisa dijerat dengan pasal 112 yang berbunyi, setiap orang yang memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika golongan satu bukan tanaman dipenjara paling singkat empat tahun dan paling lama 12 tahun serta denda sebesar Rp800 juta hingga Rp8 miliar," katanya.
Sedangkan pada ayat dua, apabila ayat satu beratnya melebihi lima gram, diancam hukuman seumur hidup atau penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 20 tahun kurungan penjara," kata Arief.
Sementara, langkah sosialisasi serupa juga dilakukan oleh jajaran Dinas Kesehatan Tulungagung dalam bersinergi mengabarkan/menyosialisasikan Permenkes dimaksud.
Menurut penjelasan Kasi Kefarmasian dan Perbekalan Kesehatan Dinas Kesehatan Tulungagung Masduki, pemerintah melalui Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) telah melakukan pengujian terhadap produk tembakau super cap gorila.
Hasilnya, kata Masduki, dari pengujian ditemukan adanya kandungan senyawa kimia "new psychoactive substances" (NPS), yaitu "abchminaca" yang termasuk jenis "cannabinoid sintetic".
"Efek dari orang yang mengkonsumsi tembakau tersebut akan merasakan badan terasa mengambang (ngeflay), berhalusinasi, dan membuat pergerakan terbatas," katanya.
Masduki menambahkan, senyawa "cannabinoid sintetic" merupakan zat sintetis berbentuk serbuk yang efeknya sama dengan penggunaan ganja.
Oleh karenanya, kata dia, pada 2017 ini diterbitkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan Daftar Narkotika Golongan Satu.
"Yaitu narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi. Masyarakat diimbau agar lebih waspada," ujarnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017
"Kami sosialisasikan ke semua kecamatan dan desa/kelurahan, sekaligus melakukan pengawasannya di lapangan," kata Kasi Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat BNN Tulungagung Tri Arief Praharanto di Tulungagung, Senin.
Kendati belum ada temuan kasus peredaran kedua jenis tembakau itu, Arief memastikan program sosialisasi atas penetapan status larangan edar dan konsumsi/penggunaan jenis tembakau tersebut akan terus mereka lakukan.
Arief mengatakan, para pengguna maupun pengedar tembakau gorila/hanoman bisa dijerat dengan Undang–undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Jadi para pengguna bisa dijerat dengan pasal 127 ayat 1 setiap penyalahgunaan narkotika dengan ancaman hukuman empat tahun kurungan penjara, katanya.
"Selain itu bisa dijerat dengan pasal 112 yang berbunyi, setiap orang yang memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika golongan satu bukan tanaman dipenjara paling singkat empat tahun dan paling lama 12 tahun serta denda sebesar Rp800 juta hingga Rp8 miliar," katanya.
Sedangkan pada ayat dua, apabila ayat satu beratnya melebihi lima gram, diancam hukuman seumur hidup atau penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 20 tahun kurungan penjara," kata Arief.
Sementara, langkah sosialisasi serupa juga dilakukan oleh jajaran Dinas Kesehatan Tulungagung dalam bersinergi mengabarkan/menyosialisasikan Permenkes dimaksud.
Menurut penjelasan Kasi Kefarmasian dan Perbekalan Kesehatan Dinas Kesehatan Tulungagung Masduki, pemerintah melalui Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) telah melakukan pengujian terhadap produk tembakau super cap gorila.
Hasilnya, kata Masduki, dari pengujian ditemukan adanya kandungan senyawa kimia "new psychoactive substances" (NPS), yaitu "abchminaca" yang termasuk jenis "cannabinoid sintetic".
"Efek dari orang yang mengkonsumsi tembakau tersebut akan merasakan badan terasa mengambang (ngeflay), berhalusinasi, dan membuat pergerakan terbatas," katanya.
Masduki menambahkan, senyawa "cannabinoid sintetic" merupakan zat sintetis berbentuk serbuk yang efeknya sama dengan penggunaan ganja.
Oleh karenanya, kata dia, pada 2017 ini diterbitkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan Daftar Narkotika Golongan Satu.
"Yaitu narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi. Masyarakat diimbau agar lebih waspada," ujarnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017