Surabaya (Antara Jatim) - Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya bersama Fraunhofer UMSICHT dari Jerman mengembangkan teknologi pengolahan biomassa sebagai sumber energi melalui seminar di kampus setempat, Jumat.

Seminar bertajuk "Biomass and Residue to Power Traveling Conference" menghadirkan sejumlah pakar teknologi biomassa dari Jerman dan Indonesia guna menggali potensi biomassa di Indonesia.
 
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) ITS, Prof Dr Ir Adi Soeprijanto MT mengatakan ITS sudah mulai mengadakan penelitian mengenai biomassa sebagai sumber energi sejak tahun 2011.

“Selain itu, di ITS terdapat incinerator untuk membakar sampah dan mengonversikannya menjadi energi,” kata Adi.

Di incinerator tersebut, lanjutnya sampah dari seluruh kampus ITS diolah menjadi energi melalui proses gasifikasi. Biomassa memang didapatkan dari sumber yang bermacam-macam seperti dari sampah organik hingga dari kayu atau kotoran.
 
Pengembangan teknologi biomassa di ITS tidak sekadar mencakup pembangkitan energi. ITS juga turut melakukan pengabdian masyarakat dengan mengaplikasikan teknologi biomassa di luar ITS.

“Kami berpikir untuk mendirikan pusat pengolahan biomassa di luar ITS agar tidak ada biaya transportasi untuk mengangkut biomassa yang berupa kotoran,” ujarnya.

Namun, lanjutnya, ITS juga berusaha untuk membuat prototipe pengolahnya di ITS agar juga dapat digunakan sebagai media pembelajaran nantinya.

Perwakilan Fraunhofer Institute for Environmental, Safety, and Energy Technology UMSICHT, Jerman Philipp Danz mengatakan biomasssa dapat diolah menjadi briket-briket yang dapat ditransportasikan kemana-mana.

“Melalui proses karbonisasi, biomassa diolah menjadi bahan bakar yang praktis dan kaya akan energi,” kata Danz.

Keunggulan energi biomassa yang lain, ujar Danz, adalah siklus karbon yang lebih pendek serta pengurangan ketergantungan terhadap batu bara. Meskipun demikian, Danz berpendapat bahwa di Indonesia potensi biomassa sebagai sumber energi belum sepenuhnya tergali.

“Waktu itu saya menemui ada limbah padi yang dibiarkan begitu saja. Petaninya bingung biomassa itu mau diapakan,” ucapnya.

Dikatakan Danz, tantangan pengembangan teknologi ini terletak pada perubahan pola pikir masyarakat agar mau mengikuti sistem pengolahan sampah yang lebih terpusat dan tidak membakar sampahnya sendiri.

“Pertanyaan kebanyakan dari warga memang, mengapa saya perlu membayar untuk pengumpulan sampah ketika saya bisa membakarnya sendiri,” ujar Danz.

Ia berpendapat bahwa teknologi biomassa ini harusnya dibuat oleh orang Indonesia sendiri dan tidak sekadar mengimpor teknologi dari Eropa. “Selain ilmunya dapat, tentunya juga lebih murah,” kata Danz. (*)

Pewarta: willy irawan

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017