Malang, (Antara Jatim) - Wali Kota Malang Moch Anton menyatakan program pengentasan kawasan kumuh yang ditargetkan tuntas pada 2019 di Kota Malang sebagai salah satu proyek percontohan masih terkendala legalitas atau status lahan.
    
"Semua pihak terkait memang perlu berdiskusi untuk mencari solusi terkait masalah lahan ini. Contohnya, permukiman yang berada di sepanjang rel kereta api atau di sepanjang bantaran sungai yang masih marak di daerah ini," kata Moch ANton usai menerima kunjungan perwakilan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Bank Dunia di Balai Kota Malang, Jawa Timur, Kamis.
    
Ia mengatakan kondisi ini harus didiskusikan antarlembaga terkait, termasuk adanya payung hukum dari pemerintah pusat. Memang, sesuai aturan seharusnya pendirian bangunan paling tidak berjarak 12 meter dari bantaran sungai, namun kenyataan di lapangan hanya 5-6 meter.
    
Namun demikian, lanjutnya, ada beberapa perkampungan yang justru menginspirasi, yang sebelumnya merupakan kampung kumuh, kini menjadi destinasi wisata, seperti Kampung Warna Warni di Kelurahan Jodipan dan Kambung Tridi di Ksatrian.  
    
"Oleh karena itu, dengan adanya program Kota tanpa Kumuh (KotaKu) ini, kami berharap permasalahan kampung kumuh ini bisa terselesaikan. Paling tidak supaya pemerintah daerah juga berkontribusi penanganan bersama pemerintah pusat," urainya.
    
Sementara itu, Kepala Program Manager Unit (PMU) Kotaku Kementerian PUPR, Didiet Arief Akhdiat mengatakan kedatangannya ke Kota Malang untuk memantau langsung pelaksanaan program KotaKu di Kota Malang. "Pada awal tahun ini ada beberapa kota yang dijadikan sampel untuk didatangi, salah satunya Kota Malang," katanya.
    
Menyinggung hasil evaluasi dan proyeksi ke depan, Didiet belum bisa menyebut secara rinci. Yang pasti, setiap kawasan memiliki penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman (RPLP). Dari RPLP itu, pihaknya baru bisa menentukan prioritas pelaksanaan.
    
"Kami ingin lihat evaluasi beberapa hal yang sudah dilaksanakan dan kesiapan berikutnya. Perkiraan ada anggaran Rp500 juta per kelurahan, tapi tidak semua kelurahan mendapatkan kucuran dana itu, kecuali kelurahan yang teridentifikasi kumuh," terangnya.
    
Secara nasional, katanya, pelaksanaan Kotaku melibatkan beberapa donatur, salah satunya Bank Dunia. Keterlibatan ini berupa program bantuan. Total bantuan dari Bank Dunia sebesar 433 juta dolar AS. Dana itu merupakan pinjaman lunak kepada pemerintah Indonesia hingga jangka waktu 2021.
    
Sementara itu, tim leader KOTAKU dari Bank Dunia, George Soraya menyambut positif program pemerintah dalam pengentasan kawasan kumuh. Dalam penjelasannya, program pemerintah Indonesia sejalan dengan tujuan Bank Dunia, yaitu mengentaskan kemiskinan dan menyamaratakan kesejahteraan.
    
"Tapi sebetulnya dana ini adalah bagian dari APBN yang diperbantukan pemerintah. Saat ini banyak kawasan kumuh di Indonesia yang belum teratasi. Dengan adanya bantuan itu, kami berharap masyarakat Indonesia bisa terhindar tinggal di kawasan kumuh," paparnya.
    
Bank dunia punya dua tujuan, yaitu mengentaskan kemiskinan dan perataan kesejahteraan. Program KotaKu yang dicanangkan sejak 2015 itu menargetkan Indonesia bebas kawasan kumuh pada 2020. Karena Kota Malang menjadi pilot project, program pengentasan bebas kawasan kumuh dimajukan menjadi 2019.
    
Saat ini, sudah terealisasi sekitar 8 persen pengentasan kawasan di seluruh Indonesia. Pada awal tahun ini, baru mengentaskan 2 persen. Pemerintah Indonesia menargetkan kawasan kumuh tinggal 5 persen pada 2020.
    
Di Kota Malang ada 29 titik perkampungan kumuh. Sejauh ini, baru empat titik yang sudah tersentuh program KotaKu, sisanya ditargetkan bebas kumuh pada 2019. Dari 29 titik itu luasnya mencapai 608,6 hektare. Kelurahan yang wilayah kumuhnya terluas adalah Bareng (81,56 hektare), disusul Ciptomulyo (62,6 hektare), Penanggungan (53,01 hektare), dan Kasin (48,20 hektare).(*)

Pewarta: Endang Sukarelawati

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017