Surabaya (Antara Jatim) - Pemerintah Provinsi Jawa Timur menyiapkan langkah untuk mencegah
masuknya penyakit antraks yang menyerang sapi ternak sekaligus
meminimalkan kematian hewan di daerah ini.
"Langkah-langkah pencegahan ini utamanya agar penyakit antraks tidak masuk Jatim," ujar Kepala Biro Humas dan Protokol Setdaprov Jatim Benny Sampir Wanto kepada wartawan di Surabaya, Senin.
Sejumlah upaya yang dilakukan adalah pengawasan lalu lintas ternak antarprovinsi di pos pemeriksaan hewan (check point) sebanyak 11 unit di wilayah perbatasan dan harus memenuhi persyaratan teknis kesehatan hewan.
Langkah berikutnya adalah meningkatkan kewaspadaan melalui penerapan kewaspadaan dini dengan melibatkan petugas di sistem pelaporan penyakit hewan menular terintregasi sebanyak 970 orang yang tersebar di seluruh kabupaten/kota se-Jatim, termasuk merespon apabila ada kejadian penyakit.
"Berikutnya, melakukan pemeriksaan antemortem saat pemeriksaan hewan sebelum dipotong di rumah potong hewan, dan mengoptimalkan pusat kesehatan hawan sebanyak 102 unit, serta laborarotium kesehatan hewan 25 unit untuk melakukan penyidikan penyakit," ucapnya.
Tak itu saja, lanjut dia, juga dilakukan kesiapsiagaan darurat veteriner di wilayah perbatasan dan wilayah yang memiliki risiko tinggi, serta melakukan komunikasi informasi dan edukasi terkait pencegahan maupun penanggulangan penyakit antraks kepada peternak hingga masyarakat.
Selain itu, masyarakat juga diminta melaporkan kepada petugas dinas peternakan jika ditemukan adanya kematian mendadak pada hewan dan dilarang memotong ternak yang sakit.
"Melakukan koordinasi dengan instansi terkait bila ada indikasi (suspect) penyakit antraks, baik hewan atau manusia, dan yang harus diperhatikan adalah pemotongan ternak wajib dilakukan di rumah potong hewan (RPH)," katanya.
Selanjutnya, pencegahan dan pengendalian penyakit antraks membutuhkan obat-obatan, vaksin, desinfectan dan sarana pendukung lainnya.
Hanya, lanjut dia, ketersediaan obat-obatan, vaksin maupun desinfectan yang tersedia masih belum mencukupi dengan jumlah hewan rentan yang ada sehingga Jatim memiliki risiko tinggi.
Kendati demikian, menurut dia masih ada kendala untuk mencegah antraks masuk karena secara geografis Jatim berisiko tinggi terhadap penyakit antraks karena berbatasan dengan wilayah endemis antraks.
"Jatim juga sebagai jalur transportasi ternak dari Nusa Tenggara Timur menuju Jakarta dan Jawa Barat. Itu yang menyebabkan peluang antraks masuk," kata mantan kepala biro kerja sama Setdaprov Jatim tersebut. (*)
"Langkah-langkah pencegahan ini utamanya agar penyakit antraks tidak masuk Jatim," ujar Kepala Biro Humas dan Protokol Setdaprov Jatim Benny Sampir Wanto kepada wartawan di Surabaya, Senin.
Sejumlah upaya yang dilakukan adalah pengawasan lalu lintas ternak antarprovinsi di pos pemeriksaan hewan (check point) sebanyak 11 unit di wilayah perbatasan dan harus memenuhi persyaratan teknis kesehatan hewan.
Langkah berikutnya adalah meningkatkan kewaspadaan melalui penerapan kewaspadaan dini dengan melibatkan petugas di sistem pelaporan penyakit hewan menular terintregasi sebanyak 970 orang yang tersebar di seluruh kabupaten/kota se-Jatim, termasuk merespon apabila ada kejadian penyakit.
"Berikutnya, melakukan pemeriksaan antemortem saat pemeriksaan hewan sebelum dipotong di rumah potong hewan, dan mengoptimalkan pusat kesehatan hawan sebanyak 102 unit, serta laborarotium kesehatan hewan 25 unit untuk melakukan penyidikan penyakit," ucapnya.
Tak itu saja, lanjut dia, juga dilakukan kesiapsiagaan darurat veteriner di wilayah perbatasan dan wilayah yang memiliki risiko tinggi, serta melakukan komunikasi informasi dan edukasi terkait pencegahan maupun penanggulangan penyakit antraks kepada peternak hingga masyarakat.
Selain itu, masyarakat juga diminta melaporkan kepada petugas dinas peternakan jika ditemukan adanya kematian mendadak pada hewan dan dilarang memotong ternak yang sakit.
"Melakukan koordinasi dengan instansi terkait bila ada indikasi (suspect) penyakit antraks, baik hewan atau manusia, dan yang harus diperhatikan adalah pemotongan ternak wajib dilakukan di rumah potong hewan (RPH)," katanya.
Selanjutnya, pencegahan dan pengendalian penyakit antraks membutuhkan obat-obatan, vaksin, desinfectan dan sarana pendukung lainnya.
Hanya, lanjut dia, ketersediaan obat-obatan, vaksin maupun desinfectan yang tersedia masih belum mencukupi dengan jumlah hewan rentan yang ada sehingga Jatim memiliki risiko tinggi.
Kendati demikian, menurut dia masih ada kendala untuk mencegah antraks masuk karena secara geografis Jatim berisiko tinggi terhadap penyakit antraks karena berbatasan dengan wilayah endemis antraks.
"Jatim juga sebagai jalur transportasi ternak dari Nusa Tenggara Timur menuju Jakarta dan Jawa Barat. Itu yang menyebabkan peluang antraks masuk," kata mantan kepala biro kerja sama Setdaprov Jatim tersebut. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017