Berita dan kabar dalam bentuk sebaran pesan berantai (broadcast) serta link  atau media berjaringan sering dijumpai di gawai (gadget) atau halaman facebook, twitter, whatsapp, dan media sosial lainnya dalam beberapa tahun terakhir ini.

Sebaran itu ada yang memuat berita, iklan promosi atau hanya tes kontak yang bertujuan untuk menyegarkan (refresh) perangkat gawai yang dimiliki seseorang.

Namun, apakah Anda sadar sebaran melalui pesan berantai ke media sosial itu adalah bagian dari kemajuan teknologi dan cara jitu untuk mengenalkan link atau berita yang terjadi secara cepat.

Cepat atau lambat, cara tersebut kini sudah menjadi salah satu contoh promosi atau bahkan bentuk propaganda jitu yang digunakan media mainstream saat ini untuk mengenalkan kehadiran mereka.

Media yang ada saat ini tentunya tidak bisa berdiam diri, sebab apabila tidak menemukan formula mengembangkan diri atau bersahabat dengan teknologi, cepat atau lambat akan tertinggal.

Sudah ada contohnya, perusahaan lain diluar media seperti Taxi Blue Bird mengakui bila omzetnya jauh menurun dibandingkan dengan sebelum ada kehadiran taxi online atau ojek berjaringan, bahkan kini perusahaan itu berusaha bangkit dengan menggandeng beberapa pihak agar omzetnya kembali naik.

Sementara untuk perusahaan media, salah satu media yang pernah berjaya secara nasional yakni Sinar Harapan juga terpaksa menutup produksi korannya karena terbelit utang dan tidak mampu memenuhi target jumlah iklan, ditambah akibat adanya kemajuan media berjaringan, sehingga oplahnya terus turun.

Siapa lagi berikutnya ?? Kita tinggal menunggu dan menghitung dengan jari  media yang kini masih tidak mau bersahabat dengan teknologi kekinian, sebab pelan-pelan akan gugur akibat tergerus perkembangan zaman bila mereka nekat melawan arus digitalisasi itu.

Filter Media

Tentunya setiap bentuk kemajuan selalu ada yang namanya risiko, termasuk kemajuan teknologi yang ada saat ini. 

Sebaran berita melalui media sosial dan pesan berantai diakui sangat mudah disusupi kepentingan, apalagi jika dicermati secara seksama siapa dibalik media dan apakah media tersebut benar-benar menerapkan standar jurnalistik yang berkeseimbangan.

Namun, sayangnya karakter pembaca saat ini jarang mencermati dan melihat latar belakang media yang menyebarkan pesan berantai atau melalui media sosial tersebut.

Akibatnya, berita yang awalnya kecil dan sepele bisa menjadi besar akibat diolah sedemikian rupa dan dimunculkan melalui tambahan-tambahan kepentingan politik lainnya, termasuk juga maksud ekonomis di dalamnya.

Oleh karena itu, pada momentum Hari Pers Nasional (HPN) yang dipusatkan di Maluku 9 Februari 2017 perlu kiranya kembali dibahas dan dirumuskan bentuk filter untuk media tersebut, atau jika perlu diambil tindakan hukum terhadap laman/web yang sengaja menghasut dan memprovosi melalui isu-isu yang dibuat.

Karena, sejatinya keberadaan insan pers yang merupakan pilar keempat demokrasi adalah sebagai kontrol sosial, dan bukan malah menjadi kompor sosial yang tujuannya menghasut dengan menggiring cara pandang melalui opini publik yang dibuat oleh media.

Salah satu cara yang kini sudah dilakukan Dewan Pers untuk mengantisipasi hal itu adalah dengan memunculkan verifikasi media secara bertahap.

Dengan verifikasi itu diharapkan keberadaan media bisa dipertanggungjawabkan dan isi berita yang dipublikasikan juga berbobot dan menambah pengetahuan publik, sesuai dengan tujuan hadirnya media yakni memberikan pendidikan (to education).

Selamat ber-HPN untuk segenap insan pers nasional, semoga menjadi insan yang bertanggung jawab dengan kembali pada nilai-nilai pers luhur sebagai kontrol sosial, bukan "kompor" sosial. Aamiin.... (*).

Pewarta: A Malik Ibrahim

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017