Surabaya, (Antara Jatim) - Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Jatim Difi Ahmad Johansyah menegaskan perdagangan antarpulau Jatim perlu digenjot, karena kondisi negara tujuan ekspor seperti Tiongkok tahun 2016 melemah, dan akan menggerus permintaan keluar.

"Pada tahun 2016, ekonomi Tiongkok hanya tumbuh 6 persen, padahal sebelumnya pertumbuhan negeri Tirai Bambu itu konsisten di level 8 persen. Hal itu jelas mempengaruhi demand impor Tiongkok. Termasuk permintaan ke Jatim," katanya di Surabaya, Rabu.

Ia mengatakan, Jatim harus terus menggenjot perdagangan dalam negeri, seperti perdagangan antarpulau atau antarprovinsi, karena Jatim saat ini sudah memiliki kamar dagang di 24 provinsi di Indonesia.

"Hal ini bisa menjadi peluang bagi Jatim untuk terus mengembangkan perdagangannya. Oleh karena itu, harus diintensifkan perdagangan antardaerah," katanya.

Menurutnya, banyak yang bisa dijual Jatim ke provinsi lain seperti sektor pangan, hasil bumi hingga industri manufaktur di Jatim yang bisa membuat roda perekonomian nasional ikut bergairah.

"Dengan menggenjot perdagangan antardaerah, Jatim tidak akan terpengaruh kondisi ekonomi global. Sehingga demand ekspor yang tergerus tak akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Jatim," katanya.

Difi berharap Jatim tidak menjadi provinsi komoditas, dan optimistis pertumbuhan ekonomi bisa melesat meski laju perekonomian global memburuk.

"Dengan menggenjot perdagangan antarpulau, otomatis bakal membuat ekonomi di daerah yang disuplai kebutuhannya oleh Jatim juga bakal ikut bertumbuh. Sehingga hal itu bakal membuat perekonomian di seluruh provinsi ikut bertumbuh," katanya.(*)

Pewarta: A Malik Ibrahim

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017