Surabaya, (Antara Jatim) - Nilai ekspor alas kaki dari Jawa Timur sepanjang tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 4,05 persen, dari 523,921 juta dolar Amerika Serikat (AS) pada 2015 menjadi 502,724 juta dolar AS pada 2016.
Ketua Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Jawa Timur, Winyoto Gunawan di Surabaya, Selasa mengatakan turunnya ekspor alas kaki akibat kalah saing dengan Vietnam dan Eropa Timur terutama dari faktor "Government to Government".
"Pemerintah sudah sering kami imbau untuk meningkatkan kerja sama dengan pasar tujuan ekspor, tapi nyatanya masih belum terjadi," kata Winyoto menanggapi data yang resmi dirilis data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur itu.
Ia mencontohkan, untuk segmen pasar AS saja Indonesia sudah terkena bea masuk lebih mahal sebesar 4,95 persen dibandingkan Vietnam, akibat jarak dan harga.
Sementara, konsumen Eropa Barat lebih suka mengimpor dari Eropa Timur karena jarak dan harga juga.
"Pengiriman alas kaki dari Eropa Timur ke Eropa Barat hanya membutuhkan waktu 2 hari, sedangkan pengiriman dari Indonesia bisa memakan waktu 3 minggu bahkan 1 bulan. Selain itu, pembeli dari Eropa Barat biasanya juga meminta bahan baku harus berasal dari sana," katanya.
Belum lagi, kata Winyoto, tidak adanya bea masuk dari negara Eropa Timur ke Eropa Barat yang semakin menguntungkan pembeli di sana.
"Impor dari Indonesia terkena bea masuk sebesar 5 persen. Jadi, harga alas kaki dari Eropa Timur bisa selisih 10 sampai 15 persen lebih murah," imbuhnya.
Meski demikian, Winyoto mengaku Indonesia masih merupakan produsen alas kaki terbesar keempat di Asia dengan pangsa pasar mencapai 4,4 persen.
Sedangkan produsen alas kaki terbesar di Asia, masih ditempati oleh Tiongkok, India, Vietnam kemudian Indonesia.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017
Ketua Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Jawa Timur, Winyoto Gunawan di Surabaya, Selasa mengatakan turunnya ekspor alas kaki akibat kalah saing dengan Vietnam dan Eropa Timur terutama dari faktor "Government to Government".
"Pemerintah sudah sering kami imbau untuk meningkatkan kerja sama dengan pasar tujuan ekspor, tapi nyatanya masih belum terjadi," kata Winyoto menanggapi data yang resmi dirilis data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur itu.
Ia mencontohkan, untuk segmen pasar AS saja Indonesia sudah terkena bea masuk lebih mahal sebesar 4,95 persen dibandingkan Vietnam, akibat jarak dan harga.
Sementara, konsumen Eropa Barat lebih suka mengimpor dari Eropa Timur karena jarak dan harga juga.
"Pengiriman alas kaki dari Eropa Timur ke Eropa Barat hanya membutuhkan waktu 2 hari, sedangkan pengiriman dari Indonesia bisa memakan waktu 3 minggu bahkan 1 bulan. Selain itu, pembeli dari Eropa Barat biasanya juga meminta bahan baku harus berasal dari sana," katanya.
Belum lagi, kata Winyoto, tidak adanya bea masuk dari negara Eropa Timur ke Eropa Barat yang semakin menguntungkan pembeli di sana.
"Impor dari Indonesia terkena bea masuk sebesar 5 persen. Jadi, harga alas kaki dari Eropa Timur bisa selisih 10 sampai 15 persen lebih murah," imbuhnya.
Meski demikian, Winyoto mengaku Indonesia masih merupakan produsen alas kaki terbesar keempat di Asia dengan pangsa pasar mencapai 4,4 persen.
Sedangkan produsen alas kaki terbesar di Asia, masih ditempati oleh Tiongkok, India, Vietnam kemudian Indonesia.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017