Surabaya (Antara Jatim) - Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) mengeluarkan lima hasil pengataman dan kajian terkait perkembangan media massa dan penggunaan media sosial yang hingga akhir 2016 yang mereka lakukan.
"Pertama, terjadinya transformasi dalam dunia media massa. Kedua, media sosial telah menjelma sebagai kekuatan baru," kata Ketua 1 ISKI Jawa Timur, Suko Widodo dalam diskusi bertajuk "Refleksi Media" di Aula FISIP, Universitas Bhayangkara, Surabaya, Jumat.
Selain itu, yang ketiga, lanjutnya adalah negara mengontrol publik melalui UU ITE, kepemilikan media massa bercampur dengan politik oligarki dan lemahnya unsur obyektivitas media.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga (Unair) ini, mengungkapkan, diperlukan sebuah etika dalam menggunakan media sosial, sehingga fungsi dasar dari media sosial yakni sebagai penyatu hubungan akan terlaksana.
"Yang perlu menjadi perhatian adalah etika bermedia sosial. Jika tidak, fungsi awal medsos yaitu sebagai penyatu hubungan, akan berubah menjadi wadah konflik dan dapat menjadi sebuah ancaman tersendiri bagi bangsa," kata Ketua Pusat Informasi dan Humas (PIH) Unair ini.
Dengan adanya lima notulensi ini juga menjadi peringatan dari ISKI Jatim untuk publik. "Notulen itu untuk publik, agar bisa bersikap dan menyikapi media massa maupun media sosial," tandas Suko.
Sementara itu, Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Unair, Dr Yayan Sakti, menyatakan keprihatinan terhadap praktik media massa yang ada karena mendapat “saingan” baru, yakni media sosial.
"Ini karena medsos memiliki kelebihan dalam kecepatan dan kepraktisannya menyebarkan informasi”, kata Yayan.
Selain itu, Sekretaris ISKI Jatim, Fitria Widiyani Roosinda, mengungkapkan adanya perubahan mendasar dalam praktik bermedia dan bermedia sosial. Untuk itu pihaknya akan berencana membantu badan publik, dalam mengimplementasikan keterbukaan informasi, serta menangkal perubahan perilaku negatif masyarakat, yang diakibatkan oleh bermedia sosial.
"Ketakutannya akan membawa perubahan dalam kehidupan sosial. Dari itu, ISKI Jatim bersedia sebagai mitra pemerintah dan akan menggandeng berbagai pihak untuk bekerja sama dengan Pemprov Jatim, Komisi Informasi Publik dan berbagai universitas, dalam menjalankan programnya,” papar Fitria.
Berdasarkan pengamatan ISKI Jawa Timur, maka berikut catatan atau notulensi media di akhir tahun 2016:
1. Telah terjadi transformasi yang luar biasa dalam konteks bermedia saat ini. Media massa tidak lagi berupa media konvensional (radio, televisi, cetak), tetapi media sosial telah berperan menjadi media massa. Definisi ‘massa’ telah bergeser maknanya. Media sosial telah membawa konsep mass dalam ranah virtual.
2. Media sosial menjadi kekuatan komunal baru. Kalau pers selama ini dijuluki the fourth estate makak ini bergeser kepada media sosial. Komunal power sekarang menjadi kekuatan control & surveilence/pengawas baru bagi tindakan komunikasi 2 personal
3. Kontrol dan pengawasan negara pun bergeser dulunya lebih banyak ke media massa mainstream kini mengarah ke media sosial. UU ITE diperkuat dan kekuasaan Negara diperkuat. Sehingga konsep ruang publik virtual menjadi goyah
4. Kepemilikan media dan bercampurnya kekuatan politik oligarkhi (penguasa-pengusaha) semakin kuat. Para pemilik media yang notabene pengusaha-pengusaha kelas kakap bermain dalam praktik politik praktis. Independensi dan objektifitas media menjadi rawan dan terabaikan
5. Ke depan media Indonesia akan jauh dari unsur-unsur objektif dan independen karena pemilik media semakin jelas sikap dan arah politik praktisnya. Media menjadi alat pemilik untuk mencapai political interest nya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
"Pertama, terjadinya transformasi dalam dunia media massa. Kedua, media sosial telah menjelma sebagai kekuatan baru," kata Ketua 1 ISKI Jawa Timur, Suko Widodo dalam diskusi bertajuk "Refleksi Media" di Aula FISIP, Universitas Bhayangkara, Surabaya, Jumat.
Selain itu, yang ketiga, lanjutnya adalah negara mengontrol publik melalui UU ITE, kepemilikan media massa bercampur dengan politik oligarki dan lemahnya unsur obyektivitas media.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga (Unair) ini, mengungkapkan, diperlukan sebuah etika dalam menggunakan media sosial, sehingga fungsi dasar dari media sosial yakni sebagai penyatu hubungan akan terlaksana.
"Yang perlu menjadi perhatian adalah etika bermedia sosial. Jika tidak, fungsi awal medsos yaitu sebagai penyatu hubungan, akan berubah menjadi wadah konflik dan dapat menjadi sebuah ancaman tersendiri bagi bangsa," kata Ketua Pusat Informasi dan Humas (PIH) Unair ini.
Dengan adanya lima notulensi ini juga menjadi peringatan dari ISKI Jatim untuk publik. "Notulen itu untuk publik, agar bisa bersikap dan menyikapi media massa maupun media sosial," tandas Suko.
Sementara itu, Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Unair, Dr Yayan Sakti, menyatakan keprihatinan terhadap praktik media massa yang ada karena mendapat “saingan” baru, yakni media sosial.
"Ini karena medsos memiliki kelebihan dalam kecepatan dan kepraktisannya menyebarkan informasi”, kata Yayan.
Selain itu, Sekretaris ISKI Jatim, Fitria Widiyani Roosinda, mengungkapkan adanya perubahan mendasar dalam praktik bermedia dan bermedia sosial. Untuk itu pihaknya akan berencana membantu badan publik, dalam mengimplementasikan keterbukaan informasi, serta menangkal perubahan perilaku negatif masyarakat, yang diakibatkan oleh bermedia sosial.
"Ketakutannya akan membawa perubahan dalam kehidupan sosial. Dari itu, ISKI Jatim bersedia sebagai mitra pemerintah dan akan menggandeng berbagai pihak untuk bekerja sama dengan Pemprov Jatim, Komisi Informasi Publik dan berbagai universitas, dalam menjalankan programnya,” papar Fitria.
Berdasarkan pengamatan ISKI Jawa Timur, maka berikut catatan atau notulensi media di akhir tahun 2016:
1. Telah terjadi transformasi yang luar biasa dalam konteks bermedia saat ini. Media massa tidak lagi berupa media konvensional (radio, televisi, cetak), tetapi media sosial telah berperan menjadi media massa. Definisi ‘massa’ telah bergeser maknanya. Media sosial telah membawa konsep mass dalam ranah virtual.
2. Media sosial menjadi kekuatan komunal baru. Kalau pers selama ini dijuluki the fourth estate makak ini bergeser kepada media sosial. Komunal power sekarang menjadi kekuatan control & surveilence/pengawas baru bagi tindakan komunikasi 2 personal
3. Kontrol dan pengawasan negara pun bergeser dulunya lebih banyak ke media massa mainstream kini mengarah ke media sosial. UU ITE diperkuat dan kekuasaan Negara diperkuat. Sehingga konsep ruang publik virtual menjadi goyah
4. Kepemilikan media dan bercampurnya kekuatan politik oligarkhi (penguasa-pengusaha) semakin kuat. Para pemilik media yang notabene pengusaha-pengusaha kelas kakap bermain dalam praktik politik praktis. Independensi dan objektifitas media menjadi rawan dan terabaikan
5. Ke depan media Indonesia akan jauh dari unsur-unsur objektif dan independen karena pemilik media semakin jelas sikap dan arah politik praktisnya. Media menjadi alat pemilik untuk mencapai political interest nya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016