Surabaya (Antara Jatim) - Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Kota Surabaya menggelar aksi bersama memperingati 16 hari aktivitas tanpa kekerasan berbasis gender di depan Taman Bungkul, Minggu.
      
Direktur Women and Youth Development Institute of Indonesia (Wydii) Siti Nurjanah mengatakan aksi 16 hari aktivitas anti kekerasan berbasis gender adalah kampanye internasional  menentang kekerasan terhadap perempuan dan anak. 
     
"Kampanye ini dilakukan setiap tahun dari tanggal 25 November (Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan) hingga tanggal 10 Desember, tepat di hari peringatan HAM," katanya
      
Menurut dia, aksi tersebut merupakan salah satu strategi untuk menumbuhkan kesadaran tentang kekerasan berbasis gender dan memfasilitasi jejaring antarpemimpin dan aktivis perempuan yang berjuang di isu ini. 
     
"Kekerasan terhadap perempuan tidak mengenal batas dan waktu," katanya.
     
Namun, lanjut dia, norma-norma moralitas di masyarakat membuat orang seringkali menyalahkan korban, ketika terjadi tindak kekerasan terhadap perempuan. Kesadaran untuk bersikap kritis dan adil, inilah yang kita coba tumbuhkan di masyarakat, bahwa kekerasan seksual terjadi dimana saja, kapan saja dan bisa dilakukan oleh siapa saja. 
     
Untuk itu, lanjut dia, pemerintah harus memberi perlindungan bagi korban dengan menindak pelaku sebagai penjahat. Kekerasan terhadap perempuan, baik fisik maupun emosional adalah tindakan kriminal.
      
"Kami menuntut agar segera dilakukan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual," ujarnya.
     
Mempertimbangkan masa sidang DPR RI tahun 2016 akan berakhir, maka sebagaimana komitmen Pimpinan DPR RI, tidak ada alasan menunda pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Penundaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual tidak dapat ditawar lagi.
      
Ia mengatakan berbagai LSM di Surabaya, antara lain WYDII, PMII UINSA, UNIPA, UPN, Rotaract Surabaya, Sapulidi, PSG UNAIR, dan Savy Amira mengajak masyarakat Indonesia memberikan dukungan agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual segera dibahas dan disahkan, seutuhnya sesuai dengan RUU yang ada.
     
"Undang-undang KDRT adalah bukti titik balik peradan sosial di masyarakat bahwa perilaku kasar dan menganiaya seorang suami yang semula dianggap lumrah, kini dapat dipidanakan," katanya.
     
Kekerasan rumah tangga yang berabad-abad dianggap tindakan lumrah, kini merupakan tindakan criminal. RUU Penghapusan Kekerasan Seksual beberapa langkah lebih maju, memberikan kepastian hukum bagi siapa saja yang menjadi korbak kekerasan seksual.(*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016