Jombang (Antara Jatim) - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) saat ini sedang mengkaji singkong yang bisa dimanfaatkan sebagai salah satu bahan baku obat dan ke depan diharapkan bisa diproduksi secara massal untuk kebutuhan dalam negeri.
     
"Ke depan, kami siap untuk bahan pencampur pil dan pengisi pil, juga kapsul. Kita buat dari dari singkong," kata Kepala BPPT Unggul Priyanto saat peresmian serta penjualan perdana garam farmasi PT Kimia Farma (Persero) Tbk di Desa Jombok, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Kamis.
     
Ia mengatakan, selama ini Indonesia masih impor dari Australia untuk keperluan bahan baku obat itu. Setiap tahun, besar impor dari Australia untuk bahan baku obat itu mencapai 10 ribu ton per tahun. 
    
"Deputy Chairperson for Agro-industrial Technology and Biotechnology of the Assessment and Application of Technology" (BPPT), Eniya Listiani Dewi menambahkan untuk pati sebagai bahan baku obat itu sudah berhasil dibuat, bahkan sudah memenuhi persyaratan.
    
"Untuk pati bahan baku obat sudah berhasil dan spesifikasi memenuhi siap didistribusikan. Kami ingin nanti ada FS, desain pembangunan pabrik, jadi secara teknologi sudah siap," katanya.
     
Ia mengatakan selama ini impor dari Australia itu bahan bakunya jagung. Jika memanfaatkan singkong, ada nilai lebih. Dari hasil penelilitian, dengan singkong akan lebih cepat diserap di dalam tubuh. Selain itu, singkong adalah bahan baku lokal Indonesia yang mudah didapat.
     
Sementara itu, Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Maura Lind Sitanggang mengatakan pemerintah sangat mendukung dan mendorong berbagai macam inovasi baru demi kemandirian bahan baku obat.
     
Saat ini, sudah ada garam farmasi untuk bahan baku obat, dan ke depan ada invasi lainnya. Pemerintah mendukung sepenuhnya yang kajian pemanfaatan singkong sebagai campuran bahan baku obat. 
     
"Kami sangat berterimakasih industri farmasi yang sudah melakukan penelitian dan inovasi berikutnya akan terus untuk kemandirian bahan baku obat," katanya.
     
Pihaknya berharap, dalam lima tahun dengan beragam inovasi itu bisa tekan untuk impor hingga 40 persen. Tapi, yang paling penting adalah kelayakan di bidang ekonomi, teknologi, serta kebutuhan.  

Lebih lanjut, pihaknya mengungkapkan industri farmasi secara pasarnya di Indonesia saat ini masih sekitar Rp66 triliun dan ditargetkan 2025 bisa mencapai Rp700 triliun. Untuk Rp450 triliun pasar nasional, sedangkan sisanya untuk ekspor.  
    
Untuk saat ini, pihaknya memang masih menekankan pasar industri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Jika bahan baku obat dibuat di dalam negeri, ketersediaan akan lebih terjamin. Selain itu, harga juga lebih efisien. (*)

Pewarta: Asmaul Chusna

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016