Jakarta, (Antara) - Bupati Nganjuk periode 2008-2013 dan 2013-2018 Taufiqurrahman diduga melakukan tindak pidana korupsi ikut dalam proyek pemborongan dalam lima proyek pengadaan infrastruktur dan penerimaan gratifikasi.
"Dalam pengembangan penyelidikan dugaan tindak pidana proyek-proyek pembangunan dan perbaikan jalan di kabupaten Nganjuk tahun 2009, KPK menetapkan TFR (Taufiqurrahman) atau bupati Nganjuk sebagai tersangka," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Selasa.
Terhadap Taufiqurrahman, KPK menyangkakan pasal 12 huruf i UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
"Jadi TFR diduga melakukan turut serta dalam proyek pemborongan dalam proyek pengadaan atau persewaan di tahun 2009 itu di lima proyek. Ini kedua kalinya KPK menggunakan pasal 12 i atau konflik kepentingan dalam pengadaan proyek," tambah Febri.
Selain turut serta dalam pengadaan proyek, Taufiqurrahman juga diduga menerima sejumlah gratifikasi selama ia menjabat sebagai bupati dua periode.
"Kemudian KPK juga menggunakan pasal 12 B tentang gratifikasi karena diduga selama menjabat sejak 2008 diduga menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan dengan tugas dan kewajiban sebagai bupati Nganjuk," ungkap Febri.
Pasal tersebut mengatur mengenai setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan yang nilainya Rp10 juta atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Lima proyek yang diduga menjadi lahan korupsi bupati Nganjuk adalah pembangunan jembatan Kedungingas, keproyek rehabilitasi saluran Melilir Nganjuk, proyek perbaikan jalan Sukomoro sampai Kecubung, proyek rehabilitasi saluran Ganggang Malang, proyek pemeliharaan berkala jalan Ngangkrek ke Blora di Kabupaten Nganjuk.
"Detail bagaimana modus, peran serta TRF dalam kasus ini nanti akan di-'update' berikutnya. Dalam pasal 12 huruf i ini tidak mewajibkan untuk adanya kerugian negara, yang perlu dibuktikan oleh tim KPK adalah apakah ada turut serta dalam pemborongan atau turut serta dalam pengadaan, ini disebut konflik kepentingan dalam pengadaan," tegas Febri.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
"Dalam pengembangan penyelidikan dugaan tindak pidana proyek-proyek pembangunan dan perbaikan jalan di kabupaten Nganjuk tahun 2009, KPK menetapkan TFR (Taufiqurrahman) atau bupati Nganjuk sebagai tersangka," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Selasa.
Terhadap Taufiqurrahman, KPK menyangkakan pasal 12 huruf i UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
"Jadi TFR diduga melakukan turut serta dalam proyek pemborongan dalam proyek pengadaan atau persewaan di tahun 2009 itu di lima proyek. Ini kedua kalinya KPK menggunakan pasal 12 i atau konflik kepentingan dalam pengadaan proyek," tambah Febri.
Selain turut serta dalam pengadaan proyek, Taufiqurrahman juga diduga menerima sejumlah gratifikasi selama ia menjabat sebagai bupati dua periode.
"Kemudian KPK juga menggunakan pasal 12 B tentang gratifikasi karena diduga selama menjabat sejak 2008 diduga menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan dengan tugas dan kewajiban sebagai bupati Nganjuk," ungkap Febri.
Pasal tersebut mengatur mengenai setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan yang nilainya Rp10 juta atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Lima proyek yang diduga menjadi lahan korupsi bupati Nganjuk adalah pembangunan jembatan Kedungingas, keproyek rehabilitasi saluran Melilir Nganjuk, proyek perbaikan jalan Sukomoro sampai Kecubung, proyek rehabilitasi saluran Ganggang Malang, proyek pemeliharaan berkala jalan Ngangkrek ke Blora di Kabupaten Nganjuk.
"Detail bagaimana modus, peran serta TRF dalam kasus ini nanti akan di-'update' berikutnya. Dalam pasal 12 huruf i ini tidak mewajibkan untuk adanya kerugian negara, yang perlu dibuktikan oleh tim KPK adalah apakah ada turut serta dalam pemborongan atau turut serta dalam pengadaan, ini disebut konflik kepentingan dalam pengadaan," tegas Febri.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016