Bojonegoro (Antara Jatim) - Pusat Pelayanan Perempuan dan Anak  (P3A) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro, Jawa Timur selalu mendampingi perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan sejak awal kasus terjadi sampai proses hukum di Pengadilan Negeri (PN).

"P3A sejak 2005 sampai sekarang ini selalu mendampingi perempuan dan anak korban kekerasan sejak awal kasus terjadi sampai proses hukum di PN," kata Sekretaris P3A Pemkab Bojonegoro Sri Maduratnani, di Bojonegoro, Jumat.

Dihadapan puluhan pengunjuk rasa dari Mahasiswa Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) setempat ia menyebutkan perempuan dan anak yang mengalami kasus kekerasan yang pernah memperoleh pendampingan P3A sebanyak 725 kasus.

"Sejak 2005 sampai sekarang ini ada 725 kasus perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan memperoleh pendampingan P3A," katanya, menegaskan.

Tidak hanya itu, menurut dia, sejak 2005 Tim P3A juga memberikan penyuluhan ke sekolahan-sekolah terkait kekerasan perempuan dan anak.

"Kami mendatangi sekolahan-sekolahan memberikan penyuluhan agar anak-anak sekolah tidak menjadi korban kekekerasan atau menjadi pelaku," tuturnya.

Oleh karena itu, ia membuka diri kalau memang mahasiswa PMII ikut membantu melakukan pengawasan juga pendampingan untuk mengurangi kasus kekerasan perempuan dan anak.

"Kami sangat berterimakasih kalau mahasiswa PMII bersedia membantu program P3A untuk mengurangi kasus perempuan dan anak korban kekerasan," ucapnya. menegaskan.

Anggota Komisi C DPRD Bojonegoro Choirul Anam dan Wahyuni Susilowati mendukung tuntutan pengunjuk rasa yang mendesak kasus kekerasan perempuan dan anak memperoleh penanganan yang serius.

"DPRD akan terus mengawal penanganan kasus kekerasan perempuan dan anak," kata Anam.

Koordinator pengunjuk rasa dari PMII Bojonegoro Linda Estry menegaskan kasus kekerasan perempuan dan anak di daerahnya cenderung meningkat dari tahun ke tahun, padahal daerahnya memperoleh penghargaan sebagai kabupaten ramah anak dan "welas asih".

"Kenyataan yang ada berbanding terbalik dengan penghargaan yang diterima," ujarnya.

Pada kesempatan itu, pendemo mengajukan tuntutan antara lain, pemberlakuan hukum kebiri bagi pelaku kekerasan, pemerkosaan, pencabulan, pemerkosaan terhadap perempuan dan anak.          

Selain itu, juga dibentuknya perda perlindungan perempuan dan anak dan melibatkan berbagai elemen masyarakat untuk menekan angka kekerasan perempuan dan anak. (*)

Pewarta: Slamet Agus Sudarmojo

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016