Jakarta (Antara) - Setelah berdemonstrasi menuntut penegakan hukum dalam kasus penistaan agama pada 4 November, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF MUI) mengumumkan rencana menggelar unjuk rasa pada 2 Desember 2016 untuk menuntut penahanan gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara itu.
"Karena Ahok tidak ditahan, maka GNPF MUI menggelar aksi Bela Islam III pada 2 Desember 2016 dengan tema Bersatu dan Berdoa Untuk Negeri," kata juru bicara FPI Munarman didampingi Ketua GNPF Ustaz Bachtiar Nasir dan pembina GNPF Habib Rizieq Shihab di Jakarta, Jumat.
Kendati sudah dicegah keluar negeri oleh kepolisian, Munarman menilai Ahok tetap harus ditahan karena berpotensi melarikan diri dan menghilangkan barang bukti berupa video di situs resmi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Dia juga berpotensi mengulangi perbuatan sesuai sikap arogannya," kata dia. "Semua tersangka terkait Pasal 156a KUHP selalu ditahan. Tidak ada yang bebas cuap-cuap di mana mana."
Kendati demikian, GNPF MUI berjanji aksi massa 2 Desember akan berlangsung damai. Dalam aksi 2 Desember, GNPF MUI akan menggelar ibadah shalat Jumat, shalawat dan istighosah di sepanjang jalan Medan Merdeka Barat hingga Bundaran Hotel Indonesia.
"Kegiatannya adalah shalat Jumat bersama di mana posisi imam di Bundaran HI," katanya.
Habib Rizieq menambahkan tanggal 2 Desember bertepatan dengan Jumat Kubro dan awal Maulid Akbar karenanya dinilai sebagai saat yang tepat untuk berdoa bersama.
Kepala Polri Jenderal Pol Tito Karnavian sebelumnya menyatakan bahwa ada beberapa alasan yang membuat polisi tidak menahan Ahok, antara lain karena tidak semua penyidik setuju bahwa ada unsur pidana dalam kasus Ahok.
Selain itu, ia menjelaskan, menurut Pasal 21 Ayat 4 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana penahanan tidak harus dilakukan terhadap tersangka dengan ancaman hukuman di bawah lima tahun penjara.
"Undang-Undang kita, KUHAP Pasal 21 Ayat 4 UU Nomor 8 Tahun 1981 tidak menyatakan bahwa setiap kasus tertentu di bawah lima tahun harus dilakukan penahanan," katanya di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (16/11).
Kemungkinan Batal
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S. Pane memprediksi bahwa rencana demonstrasi di Jakarta pada 25 November 2016 batal terlaksana.
"Kemungkinannya batal ya," ujar Neta saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Menurutnya kesimpulannya akan hal itu didapat dari hasil kunjungannya ke sejumlah basis massa Islam.
Jika demonstrasi tersebut digelar, pihaknya memperkirakan jumlah massa unjuk rasa tidak akan sebanyak pada 4 November lalu.
"Kalau terjadi, jumlah massa paling hanya 10 persen dari jumlah massa 4 November," katanya.
Menurutnya, unjuk rasa batal dilaksanakan karena Bareskrim Polri dinilai telah menjalankan proses hukum dengan baik setelah menetapkan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki T. Purnama alias Ahok sebagai tersangka kasus penistaan agama.
"Kapolri juga berjanji akan menuntaskan (penyidikan) kasus Ahok dalam tiga minggu. Itu angin segar bagi massa demonstran," ujarnya.
Terlebih kata Neta, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian hari ini akan menemui Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Maruf Amin untuk berdialog.
"Ini (pertemuan) pasti akan meredakan emosi massa yang kemarin (4 November) berdemo," katanya.
Sementara Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Pol Martinus Sitompul mengatakan pihaknya belum menerima pemberitahuan aksi unjuk rasa tanggal 25 November dari demonstran. "Belum ada pemberitahuan (aksi) unjuk rasa," katanya.
Martinus mengatakan surat pemberitahuan aksi unras harus diserahkan ke polisi maksimal tujuh hari sebelum pelaksanaan unras. Sementara persetujuan diberikan polisi pada maksimal H-3.
"(Surat) pemberitahuan harus diserahkan maksimal H-7. Tanda terima H-3," ujarnya.
Sebelumnya Bareskrim Polri resmi menetapkan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama terkait ucapan yang dilontarkannya saat kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu pada 27 September 2016.
Ahok dijerat dengan Pasal 156 a KUHP Jo Pasal 28 Ayat 4 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
"Karena Ahok tidak ditahan, maka GNPF MUI menggelar aksi Bela Islam III pada 2 Desember 2016 dengan tema Bersatu dan Berdoa Untuk Negeri," kata juru bicara FPI Munarman didampingi Ketua GNPF Ustaz Bachtiar Nasir dan pembina GNPF Habib Rizieq Shihab di Jakarta, Jumat.
Kendati sudah dicegah keluar negeri oleh kepolisian, Munarman menilai Ahok tetap harus ditahan karena berpotensi melarikan diri dan menghilangkan barang bukti berupa video di situs resmi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Dia juga berpotensi mengulangi perbuatan sesuai sikap arogannya," kata dia. "Semua tersangka terkait Pasal 156a KUHP selalu ditahan. Tidak ada yang bebas cuap-cuap di mana mana."
Kendati demikian, GNPF MUI berjanji aksi massa 2 Desember akan berlangsung damai. Dalam aksi 2 Desember, GNPF MUI akan menggelar ibadah shalat Jumat, shalawat dan istighosah di sepanjang jalan Medan Merdeka Barat hingga Bundaran Hotel Indonesia.
"Kegiatannya adalah shalat Jumat bersama di mana posisi imam di Bundaran HI," katanya.
Habib Rizieq menambahkan tanggal 2 Desember bertepatan dengan Jumat Kubro dan awal Maulid Akbar karenanya dinilai sebagai saat yang tepat untuk berdoa bersama.
Kepala Polri Jenderal Pol Tito Karnavian sebelumnya menyatakan bahwa ada beberapa alasan yang membuat polisi tidak menahan Ahok, antara lain karena tidak semua penyidik setuju bahwa ada unsur pidana dalam kasus Ahok.
Selain itu, ia menjelaskan, menurut Pasal 21 Ayat 4 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana penahanan tidak harus dilakukan terhadap tersangka dengan ancaman hukuman di bawah lima tahun penjara.
"Undang-Undang kita, KUHAP Pasal 21 Ayat 4 UU Nomor 8 Tahun 1981 tidak menyatakan bahwa setiap kasus tertentu di bawah lima tahun harus dilakukan penahanan," katanya di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (16/11).
Kemungkinan Batal
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S. Pane memprediksi bahwa rencana demonstrasi di Jakarta pada 25 November 2016 batal terlaksana.
"Kemungkinannya batal ya," ujar Neta saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Menurutnya kesimpulannya akan hal itu didapat dari hasil kunjungannya ke sejumlah basis massa Islam.
Jika demonstrasi tersebut digelar, pihaknya memperkirakan jumlah massa unjuk rasa tidak akan sebanyak pada 4 November lalu.
"Kalau terjadi, jumlah massa paling hanya 10 persen dari jumlah massa 4 November," katanya.
Menurutnya, unjuk rasa batal dilaksanakan karena Bareskrim Polri dinilai telah menjalankan proses hukum dengan baik setelah menetapkan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki T. Purnama alias Ahok sebagai tersangka kasus penistaan agama.
"Kapolri juga berjanji akan menuntaskan (penyidikan) kasus Ahok dalam tiga minggu. Itu angin segar bagi massa demonstran," ujarnya.
Terlebih kata Neta, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian hari ini akan menemui Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Maruf Amin untuk berdialog.
"Ini (pertemuan) pasti akan meredakan emosi massa yang kemarin (4 November) berdemo," katanya.
Sementara Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Pol Martinus Sitompul mengatakan pihaknya belum menerima pemberitahuan aksi unjuk rasa tanggal 25 November dari demonstran. "Belum ada pemberitahuan (aksi) unjuk rasa," katanya.
Martinus mengatakan surat pemberitahuan aksi unras harus diserahkan ke polisi maksimal tujuh hari sebelum pelaksanaan unras. Sementara persetujuan diberikan polisi pada maksimal H-3.
"(Surat) pemberitahuan harus diserahkan maksimal H-7. Tanda terima H-3," ujarnya.
Sebelumnya Bareskrim Polri resmi menetapkan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama terkait ucapan yang dilontarkannya saat kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu pada 27 September 2016.
Ahok dijerat dengan Pasal 156 a KUHP Jo Pasal 28 Ayat 4 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016