Surabaya - Pemerintah dan Komisi VII DPR RI awal September lalu  menyepakati target lifting minyak dan gas bumi (migas) sebesar 1.965.000 barel setara minyak per hari dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (RAPBN) 2017.

Berbagai skenario pun mulai disiapkan pemerintah melalui SKK Migas untuk memacu produksi migas agar target lifting bisa tercapai. Lalu, apa yang membedakan data produksi dengan data lifting dalam kegiatan usaha hulu migas?

Pasca penemuan cadangan migas baru dan terbangunnya seluruh fasilitas produksi, kegiatan usaha hulu migas berlanjut ke tahap produksi. Dalam fase ini, migas yang tersimpan di dalam perut bumi mulai diangkat ke permukaan. Besaran minyak maupun gas bumi yang bisa diangkat ke permukaan melalui sumur-sumur produksi dikenal dengan istilah data produksi.

Migas yang berhasil diangkat kepermukaan selanjutnya diolah difasilitas pemrosesan. Kegiatan ini dilakukan untuk memisahkan minyak maupun gas bumi dari material dan mineral lain yang tidak dibutuhkan.

Dari fasilitas pemrosesan, migas selanjutnya dikumpulkan dalam tempat penampungan (storage) hingga jumlahnya mencukupi untuk diserahkan ke pihak pembeli. Produksi migas yang siap jual tersebut dikenal dengan istilah lifting. Besaran lifting inilah yang menjadi dasar penghitungan bagi hasil antara pemerintah Indonesia dengan kontraktor yang menjadi pengelola suatu wilayah kerja migas.

“Bagi hasil migas ditentukan oleh besaran lifting, bukan besaran produksi,” kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat SKK Migas, Taslim Z. Yunus. 

Dalam praktiknya, besaran data produksi dan data lifting harian di suatu wilayah kerja migas terkadang tidak sama. Pasalnya, migas yang telah terkumpul di tangki penyimpanan tidak dapat diangkut dan dijual seluruhnya. Kondisi ini umumnya disebabkan oleh ketersediaan dan Pengoptimalan Lifting Jaga Kelancaran Produksi Migas keterbatasan kapasitas kapal pengangkut. 

Perbedaan data produksi dan data lifting harian bisa juga disebabkan kapasitas sumur produksi yang sangat kecil sehingga pengumpulan minyak maupun gas bumi membutuhkan waktu lebih lama. Dalam kondisi seperti ini, lifting biasanya tidak dilakukan setiap hari, namun pada periode tertentu, semisal 1 atau 3 bulan sekali. 

Seluruh proses produksi migas hingga lifting diawasi langsung oleh negara melalui SKK Migas. Selain melakukan pengawasan, SKK Migas juga mengatur lifting agar proses ini bisa berjalan lancar dan tidak mengganggu produksi migas. "Pengawasan dilakukan agar migas yang sudah diproduksikan benarbenar memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi kemakmuran bangsa Indonesia," kata Taslim. (*)

Pewarta: Rudy P

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016