Surabaya (Antara Jatim) - Legislator menyarankan Pemerintah Kota Surabaya merevisi Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 38 Tahun 2016 tentang larangan anggota partai politik menjabat sebagai pengurus RT/RW dan LKMK karena dinilai bertentangan dengan UU di atasnya.

"Perwali ini bertentangan karena wali kota dan wakilnya adalah anggota parpol. Jika pengurus RT/RW dilarang dari anggota parpol, maka aturan ini akan merambat pada pucuk pimpinan pemerintahan nantinya," kata Wakil Ketua Komisi A Bidang Hukum dan Pemerintahan DPRD Surabaya Adi Sutarwijono.

Menurut dia, perwali tersebut sebenarnya mengandung polemik karena akan bertentangan dengan dua UU di atasnya yakni UU tentang partai politik dan UU tentang hak asasi manusia.

"Dalam UU itu sama sama menyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak untuk berserikat dan berorganisasi. Itu menjadi hak asasi mereka," katanya.

Sedangkan yang dijadikan acuan dari Pemkot Surabaya terkait terbitnya perwali adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomer 5 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan yang tidak diperbolehkan dari unsur pengurus parpol.

Adi Sutarwiyono menganggap peraturan ini merupakan kritik terhadap pemerintahan yang dipimpin oleh seorang anggota parpol. Ia menjelaskan untuk menyiasati hal itu, Pemkot bisa merevisi Perwali tersebut dengan mengubah anggota parpol menjadi pengurus parpol yang dilarang menjabat sebagai pengurus RT/RW dan LKMK.

"Kalau pengurus parpol yang dilarang menjabat sebagai pengurus RT/RW, maka anggota parpol masih bisa menjabat. Aturan ini yang digunakan oleh Gubernur DKI Jakarta untuk menyiasati peraturan Menteri Dalam Negeri," katanya.

Ia juga menyatakan Perwali 38/2016 merupakan petunjuk teknis pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) Kota Surabaya Nomor 15 tahun 2003 tentang pedoman pembentukan organisasi lembaga ketahanan masyarakat Kelurahan(LKMK), RT dan RW.

Perwali tersebut sudah ditandatangani oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pada 24 Oktober 2016.

"Wali kota sudah tanda tangan, sehingga akan diberlakukan, Ini kan ironis. Seharusnya wali kota meneliti terlebih dahulu. Kalau anggota parpol dilarang menjadi pengurus RT, RW, sama saja menghambat langkahnya sendiri saat parpol ini butuh dukungan warga," katanya.

Hal yang sama juga disampaikan anggota Komisi B DPRD Surabaya Ahmad Zakaria. Ia mengatakan mungkin wali kota lupa, kalau dirinya di usung oleh partai politik, sehingga aturan itu disahkan tanpa ditelaah lagi," katanya.

Menurut Zakaria, anggota parpol tidak boleh menjabat sebagai pengurus RT/RW, maka hal itu melanggar hak azasi dalam berorganisasi. "Seharusnya Pemkot merivisi pasal yang melarang anggota parpol dilarang menjabat pengurus RT/RW. Cukup pengurus parpol saja yang dilarang," katanya.

Kepala Bagian Hukum Pemkot Surabaya Ira Tursilowati mengatakan pemkot mengajukan kembali Rancangan Peraturan Daerah tentang penataan organisasi di tingkat Rukun Tetangga dan Rukun Warga (RT/RW) dan Lembaga Ketahanan Masyarakat Kelurahan (LKMK) yang sempat ditolak empat kali oleh DPRD Surabaya.

"Pengajuan perda ini sudah dilakukan selama empat kali. Namun selama empat kali itu pula pengajuan raperda ini juga ditolak oleh DPRD. Kali ini kita ajukan lagi karena Perwalinya sudah terbit, yaitu Perwali No 38 Tahun 2016. Tapi harus dibuatkan perdanya juga," kata Ira. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016