Yogyakarta, (Antara) - Pakar Migrasi Internasional dari Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Sukamdi mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara penerima remitansi terbesar keempat di seluruh dunia.

"Besarnya penerimaan remitansi dari tenaga kerja Indonesia (TKI), sesuai data BNP2TKI menunjukkan remitansi atau aliran uang dari TKI pada 2015 mencapai 8,65 miliar dolar AS atau lebih kurang setara dengan Rp119,7 triliun" ujar dia saat ditemui di Kampus Program Doktor Studi Kebijakan UGM, Yogyakarta, Jumat.

Menurut dia, data Penempatan Tenaga Kerja Indonesia 2011-2015 yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menunjukkan, ada lebih dari 2 juta penduduk (2.299.187) yang pergi meninggalkan Indonesia untuk bekerja di luar negeri.

Jumlah ini, kata dia, bisa jadi lebih dari angka itu, mengingat banyak TKI yang tidak memiliki dokumen resmi dan pergi melalui jalur-jalur keberangkatan ilegal.

Lebih jauh, Sukamdi menambahkan, satu hal yang seringkali luput adalah persoalan biaya pelatihan yang harus dikeluarkan oleh para TKI kepada perusahaan penyalur tenaga kerja.

Pasalnya, hasil penelitian yang dilakukan pihaknya dengan Asia Research Institute, National University of Singapore menunjukkan, sebagian besar remitansi digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar atau "basic needs" atau sebesar 35 persen, serta biaya pendidikan anak 26 persen.

Sementara itu, alokasi untuk menabung bahkan investasi, minim sekali karena gaji TKI harus dipotong lagi untuk membayar biaya pelatihan.

"Oleh karena itu, pelatihan bagi pekerja migran sebaiknya diambil alih oleh negara, melalui Kementerian Pendidikan. Mengapa? Karena biaya paling besar dalam pengiriman migran adalah pelatihan guna mempersiapkan tenaga kerja ke luar negeri. Seharusnya biaya ini tidak ditanggung oleh migran," ucap Sukamdi.(*)

Pewarta: RH Napitupulu

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016