Banjir seolah menjadi hal yang biasa bagi masyarakat yang tinggal di Kecamatan Kota Sampang, Madura, Jawa Timur, sebab setiap musim hujan, kota ini selalu dilanda banjir.

Penyebabnya, karena debet air sungai sering meluap, saat di daerah hulu terjadi hujan deras. Selain itu, letak kota yang berada di 0,80 diatas permukaan laut, juga menjadi salah satu faktor kota ini sering dilanda banjir.

Jika terjadi banjir kiriman dari hulu sungai, dan air laut sedang pasang, maka bisa dipastikan, kota ini akan terencam banjir.

Dalam kurun waktu dua bulan terakhir ini saja, sudah tiga kali banjir melanda kota Sampang dengan genangan air mencapai 1,5 meter lebih, bahkan di beberapa titik ketinggian genangan banjir mencapai 2 meter.

Terakhir terjadi pada 24 Oktober 2016. Sebanyak lima desa dan dua kelurahan terendam banjir menyusul hujan deras yang mengguyur wilayah sehari sebelumnya. Masing-masing Desa Kamoning, Pasean, Desa Tanggumung, Panggung, dan Desa Gunung Maddah, Kecamatan Kota Sampang.

Sedangkan dua kelurahan lainnya yang juga tergenang banjir masing-masing Kelurahan Dalpenang, dan Kelurahan Rongtengah.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemkab Sampang mencatat, sedikitnya 23 ribu keluarga di lima desa dan dua kelurahan itu, menjadi korban banjir. Tidak hanya rumah-rumah warga, banjir kala itu juga merendam sejumlah sekolah, sehingga kegiatan belajar mengajar terpaksa diliburkan. Bahkan Pendopo Wakil Bupati Sampang, juga terendam banjir.

Kota Bahari. Demikian slogan kota ini. singkatan dari bersih, agamis, harmonis, aman, rapi dan indah. Tapi warga Sampang tidak sedikit yang membuat singkatan lain, yakni "banjir sehari-hari". 

Entah, karena sudah lelah dengan keadaan yang mereka alami selama ini atau sebagai bentuk protes atas ketidakberdayaan pemkab setempat mengatasi bencana tahunan itu, mengingat banjir yang melanda Kota Sampang sudah menjadi langganan sehingga Sampang sudah seperti empang.

Aksi protes korban banjir, juga sering dilakukan, agar pemkab segera mencari solusi, mengatasi banjir tahunan di kota ini. Ada yang menyampaikan melalui jejaring sosial facebook, ada pula yang menggelar aksi turun jalan. Mereka menuding, pemkab tidak peduli, dan terkesan menganggap banjir di kota ini hal yang biasa.

Padahal menurut Bupati Sampang Fannan Hasib, pemkab tidak diam, dan terus mengupayakan agar warga kota ini bebas dari banjir tahunan. Caranya, dengan membangun banyak embung di hulu sungai, sehingga air hujan tidak segera mengalir ke hilir, namun bisa tertampung di embung itu.

Hanya saja, embung yang dibutuhkan tidak sedikit, yakni sekitar 151 embung dengan perkiraan anggaran mencapai Rp500 miliar, jumlah yang tidak sedikit bagi sebuah kabupaten yang PAD-nya hanya Rp120 miliar dari total APBD Rp1,7 triliun.

Upaya untuk mencari bantuan dana kepada Pemprov Jatim dan pemerintah pusat kini terus dilakukan. Belakangan diketahui pemprov tahun ini sudah mengalokasikan anggaran sebesar Rp50 miliar untuk membangun embung di Sampang, Madura.

Dana sebesar itu diperkirakan akan mampu membangun 15 embung. Artinya, masih membutuhkan sekitar 10 tahun lebih, untuk menuntas persoalan banjir di Kota Sampang, itu, apabila hanya mengandalkan bantuan dana dari APBD Pemprov Jawa Timur.

Solusi lain yang sempat ditawarkan sejumlah pihak, ialah meminta Kota ke Madegan di Kelurahan Polagan. Tapi wacana itu kurang mendapatkan respon pejabat pemkab setempat, karena diperkirakan akan lebih banyak menelan biaya.

Terlepas dari persoalan geografis, sebenarnya yang juga menjadi sumber masalah banjir di Kota ini, adalah minimnya kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan sekitar. 

Maraknya penebangan pohon di daerah hulu yang tanpa diimbangi dengan peremajaan, sehingga hutan menjadi gundul, juga menjadi sumber masalah terjadi banjir di Kota Bahari ini, karena tidak ada lagi serapan air, sehingga jika turun hujan di daerah perbukitan, air langsung mengalir ke sungai.

Dengan demikian, jika banjir yang terjadi di Sampang ini sepenuhnya menyalahkan Pemkab Sampang, rasanya memang kurang memenuhi rasa keadilan, ketika kesadaran diri masyarakat belum tercipta.

Tapi juga tidak pantas, apabila persoalan banjir di kota ini ditanggapi pemerintah dengan santai, karena bagaimanapun yang menjadi korban adalah rakyat Sampang sendiri, rakyat yang telah membayar pajak, dan memilih pemimpin mereka untuk menatakelola pemerintahan di Kota Bahari tersebut.

Semoga persoalan banjir di kota ini segera teratasi, sehingga Sampang benar-benar sebagai Kota Bahari yang memiliki arti bersih, agamis, harmonis, aman, rapi dan indah bukan Bahari dalam artian "banjir sehari-hari", apalagi akhir tahun ini akan terjadi "puncak" hujan. Semoga tidak ada korban, Aamiin...! (*)

Pewarta: Abd. Azis

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016