Jakarta, (Antara) - Lembaga Swadaya Masyarakat Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) mengungkapkan sebanyak 152 regulasi dari 410 peraturan daerah (perda) dinilai bermasalah sehingga direkomendasikan untuk dicabut dan dibatalkan.

"Dari total 410 perda yang kami teliti, 37 persennya bermasalah," kata salah satu peneliti dari tim peneliti KPPOD Herman N Suparman dalam forum diskusi media mengenai hasil studi terkait perda pungutan dan perizinan usaha di Kantor KPPOD, Jakarta, Rabu.

Tim peneliti KPPOD meneliti 410 perda dari total 5.560 perda yang dikeluarkan pada 2010-2015.Regulasi daerah yang dikaji itu mencakup perda pajak, retribusi, ketenagakerjaan dan perizinan.Penelitian selama Mei-Oktober 2016 itu menunjukkan tingkat kebermasalahan perda yang beragam mulai dari segi prinsip, substansi dan yuridis.

"Dari 410 perda ini kami temukan 20 persen itu bermasalah di prinsip, di substansinya ini 50 persen dan 30 persen di yuridis," ujarnya.

Sebagian besar perda bermasalah pada unsur substansi dengan dominasi masalah terkait kejelasan standar waktu, biaya dan prosedur atau struktur sebesar 15 persen dari 410 perda atau sebanyak 62 perda.

Kemudian, tidak jelas hak dan kewajiban wajib pungut, kejelasan objek dan subjek, serta kesesuaian filosofi dan prinsip pungutan.

Selanjutnya, 11 persen dari total 410 perda atau sebanyak 45 perda bermasalah terkait dengan kelengkapan acuan yuridis serta relevansi perda dengan peraturan dan perundang-undangan yang baru.

Sisanya bermasalah antara lain terkait dengan unsur prinsip seperti pelanggaran kewenangan pemerintahan serta diskoneksi tujuan dan isi perda.

"Kalau masalahnya signifikan begini kita anjurkan untuk batal, kita kalau batal maka seluruh satu perda batal tapi kalau cabut itu hanya perlu merevisi atau mencabut ketentuan yang bermasalah," ujarnya.(*)

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016