Tulungagung (Antara Jatim) - Puluhan aktivis yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Tulungagung (AMPPT) melakukan aksi bakar ban bekas saat berunjuk rasa di depan kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Selasa.
    
Antara di Tulungagung melaporkan, kendati mendapat pengawalan ketat aparat kepolisian massa terlihat mulai emosional begitu keinginan mereka bertemu Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tulungagung Suharno tidak terpenuhi.
    
Ban bekas yang telah disiapkan di bak pikap pengangkut sound system atau pengeras suara di lempar di depan gapura masuk kantor Dindik Tulungagung lalu dibakar.
    
"Kami sangat menyesalkan, dua kali ke sini dan dua kali pula kadin (kepala dinas) atau yang mewakili tidak keluar," kata Maliki Nusantara, korlap aksi dengan pengeras suara.
    
Saat massa membakar ban bekas, polisi hanya mengamankan di depan pintu masuk halaman kantor Dindik Tulungagung.
    
Aparat hanya membiarkan massa yang emosional membakar ban bekas hingga akhirnya mereka beranjak menuju depan kantor Pemkab Tulungagung yang berjarak sekitar tiga kilometer dengan mengendarai sepeda motor dan mobil pikap.
    
"Di pemkab akhirnya diterima oleh Asisten 1 yang membidangi masalah hukum dan intinya aspirasi kami ditampung dan dijanjikan untuk ditindaklanjuti ke bupati yang saat ini sedang ada tugas luar," kata Maliki di akhir unjuk rasa.
    
Ia mengancam akan kembali menggelar unjuk rasa lebih besar apabila aspirasi mereka soal dugaan sejumlah "pungutan liar" dana pendidikan di tingkat SD, SMP hingga SMA/SMK di Tulungagung tidak diusut tuntas.
    
"Ada dugaan penyalahgunaan kewenangan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tulungagung. Ini jika tidak diawasi dan tidak dikendalikan yang dirugikan tentu masyarakat karena berkaitan dengan layanan publik, layanan dasar," kata Maliki.
    
Ia menyebut ada tiga dugaan pungli yang selama ini terjadi dalam praktik layanan pendidikan dasar di Tulungagung.
    
Pertama, kata Maliki, masih diberlakukannya sistem penarikan uang gedung atau dana partisipasi ketika awal masuk di sekolah atau saat penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang nilainya hingga puluhan juta rupiah.
    
Kedua, lanjut dia, yakni kewajiban bagi siswa untuk membeli buku lembar kerja siswa atau LKS setiap tahun ajaran baru.
    
Sementara ketiga adanya dugaan pungutan setiap proses pencairan dana bantuan operasional sekolah (BOS), khususnya di tingkat SD dan SMP di Tulungagung.
    
"Nyatanya keberadaan peraturan bupati tentang jaminan pendanaan pendidikan di Tulungagung sama sekali tidak memberikan solusi kepada masyarakat," ujar Maliki disambut yel-yel kecaman massa aksi.
    
Ia mengatakan, AMPP Tulungagung mendesak Bupati Syahri Mulyo untuk segera memberikan ketegasan kepada Dinas Pendidikan Tulungagung agar mengembalikan pendidikan di daerah tersebut sesuai dengan visi-misinya saat kampanye.
    
"Kami juga mendesak kadindik untuk mundur jika tidak bisa menterjemahkan janji layanan pendidikan murah di Tulungagung," ujarnya.
    
Terakhir, Maliki berharap kepada DPRD Tulungagung untuk meningatkan pengawasan pada proses penyelenggaraan pendidikan agar berkualitas demi tercapainya cita-cita luhur pendidikan.(*)

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016