Selembar terpal biru membentuk tenda terpasang di sepetak sawah yang kanan-kirinya dipenuhi pohon jambu merah. Tali tamparnya dibiarkan menggelantung, diikat di antara batang yang dikaitkan dengan ranting-ranting agar tampak kokoh.

Di depannya, satu unit sepeda motor bernomor polisi S-5243-CO keluaran tahun 90-an terparkir dengan penopang miring. Tulisan merk motornya nyaris tak terbaca karena sudah memudarnya cat bodi, joknya pun juga sudah terkelupas sampai terlihat gabus.

Di alasnya yang juga terbeber terpal biru, ratusan belimbing berbagai ukuran dibiarkan berserakan. Tiga orang duduk di antara serakan belimbing-belimbing itu. Tugasnya berbeda, satu membersihkan, satu memilih dan satunya memilah.

"Yang besar ini untuk dikirim dan dijual lagi," ucap salah seorang di antara mereka.

Rambutnya sudah memutih, begitu juga di bagian kumis dan jenggotnya. Giginya sudah tak rata, tampak jelas kerutan di kulit pipi dan dahinya. Tapi logat bicaranya tetap tak terbata, suaranya pun masih lantang.

Namanya Jainuri. Mbah Nur, begitu ia akrab disapa. Satu di antara beberapa orang perintis petani belimbing di Desa Ngringinrejo, Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.

"Pakai J, bukan Z ya. Usia 61, istri satu, anak satu dan cucu dua," katanya memperkenalkan diri saat berbincang santai di lahan jambunya sembari menyantap irisan belimbing miliknya yang sengaja disuguhkan.

Selain petani belimbing, Mbah Nur adalah petani jambu di desa setempat. Namanya pun unik, Jambu Aladin, artinya "Alhamdulillah bisa langsung dinikmati".

"Maksudnya, siapa saja yang datang kemari bisa makan jambu sepuasnya. Alhamdulillah-kan," katanya sambil tertawa lepas.

Menuju ke lahan miliknya pun penuh "perjuangan". Tak hanya harus melintasi jalan setapak serta berkelok sejauh lebih dari satu kilometer dari gasebo utama desa, namun sesekali di jalanan harus menunduk melewati pepohonan, seperti bambu, pohon pisang, hingga alang-alang.

Belum lagi jika ada motor atau sepeda pancal melintas. Sebagai pejalan kaki harus mengalah dan menepikan jejak langkahnya hingga semeter keluar jalur untuk memberi kesempatan kendaraan berlalu.

"Jauh ya masuknya? Tapi pemandangannya bagus. Kanan pohon belimbing, jambu, pisang dan lain-lain. Kiri adalah sungai aliran Bengawan Solo," kata Mbah Nur.

Sembari sesekali menghisap rokoknya yang belum habis, ia melanjutkan perbincangan. Intonasi kalimat bicaranya bersemangat saat ditanya asal-usulnya bertani belimbing hingga membuahkan hasil berlimpah seperti saat ini.

Diawali dengan mengangkat topi kemudian menggarukkan jemari di kepalanya sejenak, lalu mengusap wajahnya dengan kaos biru bertuliskan "Agrowisata Belimbing", Mbah Nur mulai bercerita.

Sebagai perintis, tentu ceritanya tak dibuat-buat. Di mulai dari kisah hasil tanam palawija yang tak pernah berhasil saat banjir datang rutin, kemudian mencoba menanam pisang selama setahun, hingga akhirnya memilih menanam belimbing sampai sekarang.

Itupun, kata dia, tak dilaluinya dengan mudah. Berbagai penolakan dari banyak pihak tak pernah berhenti. Bahkan, menjadi bahan hinaan dan tertawaan pun dirasakannya.

"Kalau saat itu saya menyerah, tentu tidak bisa seperti sekarang. Syukurlah semua bisa dilalui dan akhirnya masyarakat ikut merasakan hasilnya," katanya.

Matanya mulai sembab saat ditanya harapan yang belum terkabulkan. "Naik haji," begitu ia menjawab. Jemari tangan Mbah Nur mulai gemetaran di saat menjawab pertanyaan itu.

Kini, impiannya tak lama lagi akan terwujud. Namanya dan istrinya, Rasilah (50), sudah resmi tercatat sebagai dua orang calon jamaah haji dari Indonesia.

Harus bersabar memang. Dengan mendaftar haji pada 2014,  keduanya kemungkinan besar akan berangkat pada 2030. Insya Allah.

"Iya masih lama berangkatnya. Tapi saya dan istri sudah berniat dan semoga diberi umur panjang oleh Allah SWT untuk bisa berangkat haji dari hasil bertani belimbing selama ini," tuturnya.

Tampak jelas sekali matanya yang sembab itu, meski setiap jeda kalimat di pembicaraannya diselingi dengan senyuman.

"Doakan semua baik-baik saja, sehat dan saya bersama istri bisa berangkat haji. Syukur-syukur bisa lebih cepat ke sana," katanya. Aminn...


Banjir Membawa Berkah
Mbah Nur melanjutkan ceritanya. Sebelum tahun 1984, ia bersama rekan seprofesinya, petani, menanami lahannya dengan palawija.

Namun, lokasi yang berada di bantaran sungai Bengawan Solo sekaligus daerah langganan banjir, membuat hasil tanamnya tak maksimal. Berkali-kali gagal panen karena terendam.

Pada 1983, Mbah Nur Cs sempat menanam pohon pisang, namun tak juga tak bertahan lama.

Hingga setahun kemudian, kabar dari Desa Siwalan, Kabupaten Tuban, sampai ke telinganya. Sebuah daerah yang sering dilanda banjir, namun usaha tanamnya tetap berjalan, yaitu dengan menanam belimbing.

"Saya dengar di Desa Siwalan milik Pak Hadi Suweda ada 60 pohon belimbing yang menguntungkan meski banjir.  Saya bersama beberapa petani rapat di balai desa membahasnya, kemudian membuktikannya ke sana," kenangnya.

Bersama Heri Sulistiadi, putra almarhum Mbah Sunyoto (juga salah satu perintis), ia membawa pulang 800 biji belimbing untuk ditanam. Tapi, awalnya tak ada yang tumbuh.

Tak berhenti menyerah, ia kembali membeli bibit sekantong goni yang kemudian dibagi dengan Mbah Kasun dan Mbah Sunyoto.

"Hasilnya, 3-4 tahun berikutnya baru terasa. Panennya bagus dan tahan terhadap banjir," katanya.

Namun, untuk mendapatkan pengakuan warga setempat sangat tidak mudah. Tak cukup menolak, tapi cercaan maupun ejekan tak  berhenti mampir di telinga para "mbah-mbah" perintis tadi.

Alasannya, kata Mbah Nur, warga tak yakin akan mendatangkan manfaat banyak dan keuntungan seperti halnya menanam palawija.

Hingga akhirnya sekitar 6-7 tahun berjalan, warga mulai merasakan dampak positifnya. Buah belimbing yang semula tampak biasa-biasa saja, kini mulai dirasakan hasilnya.

"Alhamdulillah, semakin banyak warga dan petani yang menanam belimbing dan hasilnya sangat luar biasa untuk menopang perekonomian," katanya.

Sekretaris Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Ngringinrejo, Teguh Pribadi, mengakui kegigihan Mbah Nur dan yang lain sangat layak diapresiasi.

Pilihannya yang ikhlas dan sabar menerima ejekan dari orang banyak sangat tepat karena berakhir dengan indah. Wajar jika Mbah Nur saat ini menjadi salah satu tokoh panutan dan teladan bagi petani dan warga di sana.

Banjir yang datangnya rutin di wilayahnya kini bukan masalah, justru hal itulah yang diinginkan petani. Ini karena lahan di pohon belimbing membutuhkan tanah yang gembur, tepat dengan tanah yang didapat usai banjir melanda.

"Banjir di sini membawa berkah karena cocok untuk menanam belimbing. Semoga ini terus terjaga dan hasilnya maksimal," katanya.


Desa Wisata
Selvy Puspitasari, salah seorang pengunjung, terlihat mendatangi sebuah lapak berbahan kayu yang dilengkapi bangku dan tikar untuk pembeli milik Susiati Ningsih.

"Buk, boleh diincipi (dicoba)? pinjam pisau buk," ucap Selvy tanpa menunggu jawaban dari Susiati boleh atau tidaknya belimbing dagangannya dicoba.

Selvy, pengunjung asal Mojokerto itu mengiris satu bagian belimbing dan mencobanya. Meski tak menyebut rasa, namun dari raut wajahnya sangat jelas terlihat irisan buah yang dimakannya menandakan manisnya buah berwarna kuning keemasan itu.

"Saya beli dua kilogram buk, ditambah sambal untuk rujak," kata gadis berkulit putih itu tanpa menawar sembari melanjutkan mengiris buah yang dipegangnya.

Per kilogram, Susiati menjualnya Rp12 ribu dengan isi hingga empat buah untuk belimbing super jenis bangkok merah, sedangkan kalau ukuran lebih kecil bisa lebih dari lima buah.

Ketua Pokdarwis setempat Priyo Sulistyo membenarkannya. Menurut dia, mayoritas seluruh pedagang menjualnya dengan harga sama, tergantung bagaimana cara melayani dan inovasi pedagang untuk menarik pembeli.

Ia menjelaskan, sejak menjadi desa wisata kehidupan masyarakat setempat perlahan berubah menjadi lebih baik, terutama ketika Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengganjarnya dengan penghargaan berupa Anugerah Wisata 2014.

Sejak saat itu pula pengunjung dari berbagai daerah meningkat, khususnya saat tanggal merah, hari besar dan musim libur sekolah.

Tercatat, bertepatan pada tahun baru 2015 saja, dalam sehari kedatangan 6.700-an pengunjung, sedangkan dalam jangka setahun mencapai 111.036 pengunjung.

Kemudian pada momen tahun baru 2016, jumlah pengunjung sebanyak 7.363 wisatawan, dan jumlah yang datang hingga akhir Agustus tahun ini mencapai 94 ribu-an pengunjung.

"Terjadi peningkatan setiap tahunnya. Ini artinya Desa Wisata Ngringinrejo semakin dikenal dan menjadi daya tarik bagi wisatawan. Tentu ke depan kami terus berbenah, terutama dalam layanan pariwisata," tuturnya.

Di lokasi seluas 20,4 hektare yang pernah menjadi jujugan Wakil Presiden RI Boediono saat menjabat itu, sekarang total pohon belimbing mencapai 9.436 pohon dengan 104 pemilik.

Kepala Desa Ngringinrejo, Mochammad Syafi'i berharap ke depan jumlah pengunjung semakin meningkat dengan fasilitas lebih baik, sekaligus perhatian dari pemerintah lebih serius, terutama dalam hal promosi.

"Harapannya, Pokdarwis semakin bersemangat mengelola dan melakukan inovasi untuk membuat pengunjung tertarik, yang imbasnya kembali kepada warga dan kesejahteraan tentu menjadi lebih baik," katanya.

Di tempat terpisah, Bupati Bojonegoro menyampaikan telah memiliki strategi pengembangan pariwisata di wilayahnya, yakni penguatan regulasi, pengelolaan pariwisata sinergitas, perbaikan sarana prasarana wahana obyek wisata, pembangunan sumber daya manusia, serta promosi wisata 

"Khusus sektor promosi, kami melibatkan semua pemangku kepentingan maupun masyarakat. Bahkan dilakukan berbagai cara agar menarik wisatawan," katanya.

Bupati dua periode itu menjabarkan, sejumlah promosi wisata yang dilakukan antara lain dengan menggelar lomba-lomba dan festival pariwisata, pengadaan leaflet/buklet dan cinderamata, penunjuk arah wisata, papan reklame wisata, promosi melalui media, hingga kerja sama dengan Kementerian Pariwisata.


Pendidikan Agrowisata
Destinasi agrowisata tak hanya memanjakan mata dengan pemandangan menarik, namun pulang dari sana, pengunjung seolah mendapat kuliah lebih dari satu SKS karena memiliki ilmu pengetahuan baru.

Pengamat pertanian asal Universitas Brawijaya Malang Nur Baladina menilai agrowisata adalah arena berwisata sambil belajar, terlebih aktivitas wisatanya melibatkan penggunaan lahan pertanian sesungguhnya.

Ia memisalkan di agrowisata belimbing di Ngringinrejo yang diakuinya menjadi salah satu destinasi menarik dan menguntungkan.

"Di sana kita bisa mengerti bagaimana menanam belimbing dari awal, yaitu pembibitan, pemupukan hingga berbuah, termasuk pemasarannya," jelasnya.

Dosen Fakultas Pertanian yang mengaku pernah mengantar mahasiswanya meninjau langsung agrowisata belimbing di Bojonegoro itu menilai keunggulan agrowisata adalah menambah pendidikan, kecerdasan, bahkan mampu membentuk karakter pengunjung, khususnya untuk anak usia sekolah.

"Ukuran pintar itu tidak hanya hebat di matematika, fisika, kimia dan lainnya, tapi sekolah alam bisa membentuk karakter anak dengan melihat secara langsung proses pertanian sejak awal sampai akhir," katanya.

Terlebih, kata dia, masyarakat saat ini dinilai jenuh dengan destinasi wisata yang sudah ada, seperti wahana atau permainan, wisata kolam renang, wisata mal atau pusat perbelanjaan dan lainnya.

Karena itulah dengan adanya agrowisata diharapkan semakin menambah jumlah kunjungan di Jatim sekaligus menambah pendapatan asli daerah, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Hal senada disampaikan Kepala Bidang pengembangan Produk Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jatim, Handoyo, yakni kunjungan ke kawasan agrowisata tak hanya sekadar melihat tanaman tumbuh, tapi juga mendapat pendidikan.

"Pengunjung akan mengerti bagaimana cara memulai pembibitan, perawatan menggunakan air, pupuk serta mengantisipasi masalah hama, panen hingga pascapanen dengan melakukan budidaya atau olahan," katanya.

Secara umum, kata dia, Indonesia dinilai beruntung karena memiliki keragaman sumber daya pertanian yang besar dan keragaman hayati melimpah.

"Termasuk letak negara yang strategis dengan iklim tropis, daerahnya mulai dataran rendah, pegunungan dan tanahnya umumnya vulkanis yang subur dan banyaknya populasi penduduk sehingga menjadi target pasar potensial," katanya.

Sementara itu, mengutip laman manfaat.co.id, belimbing adalah salah satu buah eksotis yang kaya manfaat, sekitar 100 gram buah belimbing menyediakan 31 kalori yang jauh lebih rendah daripada untuk buah-buahan tropis populer lainnya.

Selain itu, sejumlah nutrisi penting, antioksidan, dan vitamin mengandung sejumlah manfaat belimbing untuk kesehatan, yakni menyehatkan pencernaan, pencegahan kanker, kaya antioksidan, meningkatkan kerja enzim, dan menngatasi tekanan darah tinggi.

Manfaat berikutnya mengatasi gangguan ginjal, mengurangi kadar kolesterol jahat, bermanfaat bagi kecantikan seperti memberikan nutrisi lain yang baik untuk rambut maupun mengurangi kecenderungan jerawat. (*)

"Agrowisata Belimbing Ngringinrejo"

Lokasi : Desa Ngringirejo, Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro.
Luas : 20,4 hektare.
Jumlah pohon sampai September 2016 : 9.436 pohon.
Jumlah pemilik : 104 petani.
Jumlah pengunjung 1 Januari 2015 : 6.700-an pengunjung.
Januari-Desember 2015 : 111.036 pengunjung.
Jumlah pengunjung 1 Januari 2016 : 7.363 pengunjung.
Januari-Agustus 2016 : 94.000-an pengunjung.
Harga belimbing super : Rp12 ribu per kilogram.
Pendapatan umum per tahun per pohon : Rp1.080.000 per pohon (Setiap pohon menghasilkan 30 kilogram dalam sekali panen, yang per tahunnya mencapai tiga kali panen, dengan rumusan sebagai berikut: 1xRp12.000x30x3= Rp1.080.000).

(Sumber data: Pokdarwis Agrowisata Belimbing Ngringinrejo) (*)

Pewarta: Fiqih Arfani

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016