Terpilihnya Bupati Trenggalek Emil Elestianto Dardak sebagai Wakil Presiden Asosiasi Pemerintah Daerah se-Asia Pasifik periode 2016-2018, memberi harapan baru bagi terciptanya sinergitas tata pembangunan berkelanjutan wilayah perkotaan dan pedesaan.

Tidak hanya bagi Trenggalek< Jawa Timur atau daerah-daerah lain di Indonesia, tapi juga negara-negara se-Asia pasifik.

Pembangunan daerah-daerah pinggiran yang jauh dari istilah metropolitan menjadi salah satu kata kunci yang menjadi nilai lebih paparan konsep Emil saat melakukan kampanye pencalonannya sebagai "Co-President of United Cities and Local Governments Asia And The Pacific" (UCLG ASPAC), Kamis (8/9).

Setelah melakukan pidato kampanye (campaign speech) dan lobi di hadapan perwakilan asosiasi pemkab sub-region Asia Tenggara, Lulusan termuda doktor ekonomi pembangunan salah satu universitas di Jepang inipun akhirnya terpilih sebagai salah satu Wapres (Co-President) di forum bertaraf internasional UCLG ASPAC.

Emil yang notabene Bupati Trenggalek, Jawa Timur ini berhasil menyingkirkan kadidat kuat lain dari Filipina yang diwakili salah satu wali kota di wilayah Metro Manila yang mewakili "League of Cities Philippines".

Hasil voting, suami artis Arumi Bachsin inipun mendapat dukungan mayoritas perwakilan kepala daerah di negara-negara Asia Tenggara.

Paparan konsep yang disampaikan Emil, serta proses lobi bersama perwakilan kepala daerah asal Kamboja dan Vietnam, akhirnya mayoritas wakil kepala daerah negara-negara sahabat melihat paparan Bupati Trenggalek yang paling prospektif untuk kemajuan UCLG ASPAC dan subregion Asia Tenggara.

"Mereka melihat paparan pidato kami yang paling prospektif untuk kemajuan UCLG ASPAC," ucap Emil menceritakan proses pemilihan Wapres Asosiasi Pemda se-Asia Tenggara.

Dalam keterangannya yang diterima Antara, Emil yang mewakili Asosiasi Pemkab se-Indonesia (Apkasi) mengaku awalnya tidak menargetkan posisi Wakil Presiden UCLG Asia Pasifik.

Saat berangkat mengikuti Kongres Asosiasi Pemda se-Asia Pasifik ke-6 pada 4-8 September 2016 (6th Congress UCLG ASPAC) di Jeollabuk-Do, Korea Selatan, Apkasi hanya memproyeksikan duta Apkasi tersebut masuk di kursi biro eksekutif (Executive Bureau) untuk mewakili wilayah Asia Tenggara.

Namun, takdir menentukan ekpetasi lebih di pundak Emil, yang putra dari mantan wakil menteri PU Hermanto Dardak ini.

Dari sebelumnya hanya maju untuk memperebutkan empat kursi yang diperebutkan oleh 13 nominasi untuk "Executive Bureau" di UCLG ASPAC, ternyata dalam pleno juga dibuka kursi yang lebih tinggi yaitu satu kursi Co-President untuk mewakili Southeast Asia.

Emil yang memiliki segudang pengalaman di lembaga internasional seperti Bank Dunia dan kerap kali menjadi panelis di berbagai forum infrastruktur internasional, hingga akhirnya ia terpilih sebagai Wapres Asosiasi Pemda se-Asia Pasifik tersebut.

Sementara untuk posisi Presiden UCLG ASPAC, kata Emil, diduduki oleh petahana yang menjadi wakil tuan rumah, yakni Gubernur Jeju, Korea Selatan.

"Selain membidik posisi komite di forum UCLG ASPAC, Apkasi juga mengincar posisi yang sama di forum yang lebih besar, yakni Asosiasi Pemda se-Dunia atau 'UCLG World'," paparnya.
   
Sejarah UCLG-ASPAC
    UCLG-ASPAC dahulu embrionya adalah "World Mayors Forum" (forum bupati se-dunia).

Berdiri dan terbentuk pada 2010, forum kota atau kepala daerah se-dunia ini menandatangani nota kesepahaman dengan pemerintah Indonesia terkait pembentukan UCLG tingkat Asia Pasifik di Jakarta.

DKI Jakarta pula yang saat itu kemudian ditetapkan sebagai markas besar UCLG Asia Pasifik.

Dalam penandatanganan tersebut, UCLG ASPAC diwakili Gubernur DKI Jakarta saat itu, Fauzi Bowo yang juga sebagai Co-President UCLG ASPAC.

Sedangkan Pemerintah Indonesia diwakili oleh Kepala Pusat Administrasi Kerja Sama Luar Negeri Departemen Dalam Negeri Nuryanto.

Sebagai organisasi yang bersifat nirlaba, UCLG ASPAC terbuka bagi pemerintah kota dan daerah seperti APEKSI, ADEKSI, AKASI dan APPSI beserta Kota Surabaya, Yogyakarta, Batam, Probolinggo dan Cimahi.

Di tataran Asia Pacifik ini, World Mayors Forum diikuti hampir semua negara, termasuk dari Asia Tenggara seperti Vietnam, Kamboja, Malaysia, Filipina, Indonesia, di Asia Timur ada Jepang, China dan Korea, di Asia Selatan ada India, Nepal, Bangladesh dan Pakistan.

Menurut penjelasan Emil, program kerja UCLG ASPAC pada intinya adalah menggalang kekuatan antara pemerintah daerah, karena pembangunan pada esensinya dimotori oleh pemerintah daerah.

"Dengan bergabung atau bersatu (united), maka isu-isu yang dihadapi pemerintah daerah bisa dibahas lebih baik lagi, dan diperjuangkan sebagai satu suara kuat untuk mendapat dukungan pemangku kepentingan lain seperti pemerintah pusat, organisasi internasional, dunia usaha dan masyarakat dunia," tutur Emil.

Sebagaimana hasil kongres ke-6 UCLG Asia Pasifik yang barusan purna di di Jeollabuk-Do, Korea Selatan, dirumuskan organisasi lintas-Pemda se-Asia pasifik ini untuk memperjuangkan penerapan visi pembangunan berkelanjutan atau "sustainable development goals" (SDG) dengan motor pemerintahan daerah.

Rumusan arah kebijakan pembangunan dimaksud tidak hanya melulu pemgembangan yang mengarah modernisasi kawasan, namun juga menjaga dimensi budaya untuk melengkapi ekonomi, sosial dan lingkungan hidup dalam pembangunan berkelanjutan.

"Dengan hadirnya Apkasi dalam kepemimpinan, kita turut memperjuangkan 'The New Rural Paradigm', di mana keterkaitan kota-desa harus diperjuangkan salah satunya dengan pengembangan 'intermediary cities' (daerah pinggiran/non-metropolitan)," paparnya.
   
Kiprah Apkasi
    Berdasarkan hasil rapat konsolidasi di kongres Asia Pasifik, sejauh ini nominasi Apkasi untuk UCLG tingkat dunia berlangsung lancar, di mana Apkasi bersama dengan Philippines, Vietnam, Kamboja dan Thailan masuk ke Executive Bureau UCLG tingkat dunia (UCLG World).

DKI Jakarta sebagai sekretariat UCLG Asia Pacifik, juga ikut masuk dengan status sebagai tuan rumah UCLG Asia Pasifik yang memang sudah diwarisi sejak zaman Presiden Soeharto sebagaimana Indonesia jadi tuan rumah sekretariat ASEAN dulu.

Maka Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, juga akan masuk ke salah satu Executive Bureau di UCLG World.

Hasil ini akan menunggu diresmikan di UCLG World Congress di Bogota, Colombia, pada tanggal 12-15 Oktober mendatang, dilanjutkan World Mayors Assembly di Quito, Ekuador pada 16 Oktober sebagai rangkaian kegiatan Habitat-3.

Di UCLG Asia Pasifik, Gubernur DKI Jakarta juga sebagai tuan rumah sekretariat UCLG Aspac, dapat kursi co-president dengan status "host" (tuan rumah).

"Ini sempat membuat sulit karena APKASI sebagai wakil Indonesia dipandang akan membuat dominasi Indonesia di kepemimpinan UCLG ASPAC," imbuh Emil.

Namun, lanjut Emil, ternyata para perwakilan dari Asia Tenggara menyatakan secara terbuka bahwa mereka terkesan dengan paparan visi misi Apkasi, sehingga mereka tetap memilih Apkasi dibanding negara lainnya untuk mewakili Asia Tenggara.

Konsep APKASI dan Pemkab sebagai pejuang rural-urban linkage yang mendorong pembangunan berkelanjutan dan humanis bagi desa dan kota dianggap penting untuk Asia Tenggara.

Jadi dengan asosiasi Pemkab yang notabene mewakili wilayah urban dan rural, masuk di kepemimpinan Co-Presidency UCLG ASPAC, Idonesia bisa mendorong agenda pembangunan desa-kota yang lebih sinergis di tingkatan Asia Pasifik bahkan dunia.

Dan ini akan melancarkan upaya mendorong kebijakan pemerintah pusat dan pemangku kepentingan pembangunan lainnya, termasuk lembaga keuangan internasional dan organisasi internasional agar fokus ke "rural-urban linkage".

"Dengan memperkuat kedudukan kebijakan kota intermediary di tingkat internasional, kami bisa turut mengarahkan tren pembangunan wilayah untuk mengapresiasi keberadaan kabupaten-kabupaten seperti Trenggalek," tambahnya.

Menurut Emil, perhatian dunia selama ini masih cenderung fokus ke kota besar dan metropolitan.

"Padahal, tren ke depan masyarakat pedesaan punya tuntutan hidup yang berbeda, dan tidak bisa dipaksakan harus memilih ekstrim kiri atau kanan dari segi akses ke 'urban amenities' (kenyamanan yang setara kota)," ujarnya.

Dengan perkembangan IT, lanjut Emil, hal ini dimungkinkan jika dipadukan dengan strategi pengembangan kota menengah pinggiran (intermediary).

"Inilah yang kita lakukan agar Trenggalek bisa maju, dengan turut mengefektifkan peran kota intermediary sebagai motor diversifikasi ekonomi ke arah hilir, seperti kota baru maritim Prigi, dan kota jasa perdagangan Panggul serta peran-peran kota kecamatan sebagai canel logistik dan distribusi barang konsumsi penduduk serta pelayanan," kata Emil.(*)

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016