Banyuwangi (Antara Jatim) -  Beberapa hari terakhir ini pemberitaan media diramaikan dengan adanya banjir lumpur di Pantai Pulau Merah yang menjadi salah satu  destinasi wisata andalan Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.

Air pantai yang biasanya terlihat bening, menjadi keruh dan coklat, sehingga beberapa wisatawan asing dan domestik terpaksa membatalkan aktivitasnya untuk berselancar karena tidak memungkinan untuk berolahraga surfing tersebut.

Anggota Kelompok Masyarakat (Pokmas) Pulau Merah Yogi Turnando mengatakan lumpur menggenangi air laut Pulau Merah sebenarnya sudah lama yakni sejak 26 Juni 2016, namun lama-kelamaan semakin keruh dan terjadi banjir lumpur hingga menerjang pemukiman warga.

"Kami menduga banjir lumpur tersebut karena aktivitas penambangan emas di kawasan Tumpang Pitu yang menyebabkan hutan di kawasan setempat gundul, sehingga air bercampur tanah langsung turun ke muara sungai saat hujan deras mengguyur di kawasan setempat," tuturnya.

Ia mengatakan sungai-sungai yang kecil itu tidak mampu menampung air hujan beserta lumpur dari Tumpang Pitu, sehingga masuk ke muara sungai hingga menuju ke laut di Pantai Pulau Merah yang menjadi salah satu andalan wisata Banyuwangi.

"Kalau hal ini dibiarkan terus, maka permukiman penduduk di sekitar Pulau Merah juga terancam dan kunjungan wisatawan domestik maupun mancanegara akan turun, sehingga memengaruhi pendapatan sektor pariwisata yang sudah dikelola dengan baik oleh masyarakat di sekitar Pulau Merah," katanya.

Ia berharap pemerintah daerah menyikapi dengan serius persoalan pencemaran lumpur di kawasan wisata yang eksotik dan menjadi surga baru bagi peselancar baik wisatawan domestik maupun mancanegara itu.

Akibat banjir lumpur di Pulau Merah, penolakan masyarakat dan para aktivis lingkungan terhadap eksploitasi pertambangan di Tumpang Pitu semakin kuat, bahkan sejumlah LSM membuat petisi penutupan tambang emas kepada Presiden Joko Widodo.

"Kami membuat petisi itu, agar Presiden Jokowi menutup tambang emas di Tumpang Pitu dan mengembalikan fungsinya sebagai hutan lindung," kata Koordinator LSM Banyuwangi Forum  ForEnvironmental Learning (BaFFEL) yang juga pembuat petisi, Rosdi Bachtiar Martadi di Banyuwangi.

Petisi itu dibuat oleh LSM Banyuwangi Forum  ForEnvironmental Learning (BaFFEL), Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA), Pusat Studi Hukum HAM Fakuktas Hukum Unair, Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Korda Jawa Timur, dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam).

"Banjir lumpur itu tak hanya berpengaruh buruk terhadap denyut pariwisata pantai Pulau Merah, tetapi juga berdampak pada sektor pertanian yakni sekitar 300 hektare ladang jagung mengalami gagal panen," tuturnya.

Pada petisi itu juga dijelaskan, Gunung Tumpang Pitu adalah hutan yang sekaligus masuk kategori kawasan rawan bencana karena pada 3 Juni 1994, kawasan Tumpang Pitu dan sekitarnya pernah diterjang tsunami yang mengakibatkan banyak korban meninggal dunia.

"Gunung Tumpang Pitu juga memiliki nilai penting bagi masyarakat karena berfungsi sebagai benteng alami dari terjangan tsunami dan daya rusak musim angin barat, sehingga keberadaan lahan eksploitasi tambang emas itu memiliki korelasi dengan aspek keselamatan warga," katanya.

Menurut dia, munculnya bencana ekologis berupa banjir lumpur di Gunung Tumpang Pitu adalah tanda dini dari bencana ekologis lainnya yang bisa muncul di masa mendatang, bahkan banjir lumpur itu ada indikator bahwa ada kebijakan yang salah di Tumpang Pitu.

Para aktivis lingkungan itu meminta Presiden Joko Widodo untuk memberikan instruksi kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengembalikan fungsi Tumpang Pitu dari hutan produksi menjadi hutan lindung dengan menutup tambang emas.

Hingga Sabtu (27/8) pukul 07.45 WIB tercatat sebanyak 1.050 orang dari berbagai daerah di Indonesia yang menandatangani petisi melalui dalam jaringan (daring) sebagai bentuk dukungan penutupan tambang emas di kawasan Gunung Tumpang Pitu.

Sementara itu, Manajer External Affair PT Bumi Suksesindo Bambang Wijonarko mengatakan lumpur yang menggenangi Pulau Merah di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, bukan karena pencemaran karena pihaknya belum melakukan aktivitas pertambangan emas.

"Yang terjadi di perairan Pulau Merah bukan pencemaran karena kami belum melakukan aktivitas pertambangan, namun karena faktor alamiah," katanya.

Secara alami, ketika turun hujan material ataupun lumpur yang berasal dari daerah hulu akan terbawa sampai ke hilir dan hal itulah yang terjadi di Pulau Merah yang kini tergenang banjir lumpur dan menjadi keruh. 

"Berdasarkan data, curah hujan yang turun tiga minggu terakhir ini di daerah Pulau Merah rata-rata mencapai 200 milimeter dan jumlah itu melampaui kondisi normal yang mencapai kurang lebih 47 mm, sehingga terjadi sedimentasi di muara Pulau Merah," tuturnya.

Ia mengatakan pihaknya sudah melakukan upaya untuk mengurangi lumpur di Pulau Merah tersebut dengan melakukan normalisasi sungai Katak dengan memasang "silt curtain", menyedot lumpur dan pengerukan lumpur sejak beberapa minggu ini yang merupakan komitmen perusahaan tanpa diminta.

"Kami meluruskan, saat ini PT BSI belum beroperasi menambang emas, namun perusahaan berkomitmen untuk turut membangun kawasan wisata dan tidak hanya Pulau Merah, juga wisata Pantai Mustika yang berada di Pancer," ujarnya.

Ia menegaskan pihaknya selalu menaati aturan pemerintah, sepeti yang tertuang di Amdal kami yakni melakukan reklamasi di atas lahan-lahan yang ada dan membangun enam buah dam yang berfungsi untuk menahan erosi dan sampah agar tidak terbawa aliran sungai hingga ke muara.
    
Selamatkan Wisata Pulau Merah
Bencana yang menohok lokasi wisata andalan di kabupaten berjuluk "Sunrise of Java" tersebut tak urung membuat Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas pun meradang, bahkan bupati yang akrab disapa Anas itu langsung mengirimkan sendiri surat teguran kepada PT Bumi Suksesindo (BSI) selaku pemegang izin pertambangan emas di Bukit Tumpang Pitu.

Surat teguran tertulis itu terkait belum selesainya pembangunan enam dam yang disanggupi BSI sesuai dengan dokumen amdal yang mengakibatkan lumpur mengalir ke Sungai Katak dan bermuara di Pulau Merah.

PT BSI baru menyelesaikan pembangunan tiga dam, sehingga saat hujan deras yang mengguyur Banyuwangi beberapa hari lalu, maka lumpur dan sampah terbawa hingga ke hilir, termasuk ke Sungai Katak yang membawanya hingga ke Pantai Pulau Merah.

"Kami perintahkan PT BSI harus menyelesaikan pembangunan tiga dam dalam kurun waktu tiga bulan," katanya.

Bupati Anas sejak awal berkomitmen dan gencar mempromosikan wisata Pulau Merah melalui kompetisi selancar berskala internasional, karena pulau nan eksotis itu diproyeksikan menjadi titik lokasi baru bagi para penggemar selancar, selain Pantai Plengkung (G-Land) yang sudah lama dikenal turis mancanegara.

Salah seorang pengelola surfing di Pulau Merah Zaenal Arifin berharap pemerintah daerah mengedepankan pengembangan objek wisata Pulau Merah berbasis kerakyatan dan tidak memprioritaskan pengelolaan tambang yang mengancam wisata Pulau Merah.

"Jangan digadaikan kekayaan alam hanya untuk kepentingan sesaat karena masyarakat butuh hidup dari sektor pariwisata karena komitmen awal PT BSI berjanji untuk 'zero' limbah, namun kenyataannya banjir lumpur mencemari perairan Pulau Merah," katanya.

Hamparan pasir yang luas dengan air yang jernih dan pemandangan yang eksotis, Pulau Merah itu berjarak sekitar 60 kilometer dari pusat kota Banyuwangi dan memiliki gugusan pulau, yang seakan-akan membentengi bibir pantai. Ketika sore hari, pulau itu tampak memantulkan cahaya sehingga pantai berwarna kemerahan.

"Selain itu, desiran ombak di Pulau Merah menjadi daya tarik bagi wisatawan, baik dalam ataupun luar negeri, terutama mereka yang hobi berselancar, karena ombak di pantai tersebut sangat menantang," ujarnya.

Pulau yang memiliki banyak payung berjemur warna merah itu masuk ke dalam salah satu nominasi penghargaan wisata PBB dan kegiatan surfing kelas dunia juga digelar di sana, sehingga tak heran perlahan-lahan Pulau tersebut ramai dikunjungi.

Dibalik keindahan Pulau Merah menyimpan harta karun yang tak ternilai yakni di Gunung Tumpang Pitu yang memiliki kandungan emas dan siapapun tentu akan tergiur melihat harta karun tambang emas yang tersembunyi di Gunung Tumpang Pitu karena berdasarkan penelitian kandungan emasnya dinilai terbaik di dunia.

Kini, tinggal menunggu ketegasan pemerintah untuk memilih pariwisata yang berjangka panjang atau tambang emas yang berjangka pendek, kendati pundi-pundi emas dari eksploitasi harta karun yang mengancam lingkungan pantai selatan nan eksotis itu cukup menyilaukan.

    
     

Pewarta: Zumrotun Solichah

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016