Surabaya (Antara Jatim) - Forum Masyarakat Kelautan, Maritim dan Perikanan (FMKMP) menyesalkan adanya eksploitasi benih atau baby Lobster yang marak di perairan pasir putih Prigi, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur.
    
Ketua FMKMP Oki Lukito, di Surabaya, Senin, mengatakan larangan menangkap benih atau baby lobster tidak berlaku di perairan pasir putih, Prigi Trenggalek dan sekitarnya.
    
"Ribuan benih setiap hari diambil dari puluhan keramba yang dilengkapi genset dan lampu penerang untuk tempat menjaring baby lobster," katanya.
    
Menurut dia, pihaknya menengarahi benih lobster asal Prigi itu ditengarai terkait dengan jaringan perdagangan illegal baby lobster yang tertangkap di Jakarta yang melibatkan warga Negara Taiwan pada pekan lalu.
    
Ia mengatakan eksploitasi baby lobster bertentangan dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No. 01/2015 tentang larangan menangkap lobster, kepiting, rajungan bertelur.
    
Pada pasal 2 dalam Permen KP tersebut memperbolehkan menangkap lobster ukuran panjang karapas lebih dari 8 cm keatas. Sedangkan baby lobster yang dijual belikan di Prigi beratnya rata-rata di bawah 200 gram atau kurang dari 2 cm.
    
Lobster di pantai selatan Jawa, lanjut dia, dinyatakan over exploited dan penangkapannya harus dihentikan (Kepmen KP 45/Men/2011). Berbeda dengan aktivitas penangkapan di perairan Popoh, Sinai Tulungagung, Puger Jember, Grajakan Banyuwangi yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
    
Namun, lanjut dia, di perairan pasir putih, Prigi tersebut penangkapan baby lobster berbagai jenis seperti, lobster batu, pasir, mutiara, kipas dilakukan secara terang-terangan. "Lokasinya tidak jauh dari Pelabuhan Perikanan Samudra Prigi  dan Pos Polair Prigi," katanya.
    
Forum Masyarakat Kelautan, Maritim dan Perikanan sangat menyesalkan tidak adanya tindakan dari aparat Polair dan Satuan Kerja (Satker) Pengawasan Perikanan Pelabuhan Perikanan Samudra Prigi.
    
Menurut dia, kedua instansi tersebut cenderung melakukan pembiaran terhadap aktivitas merusak sumber daya ikan yang juga melanggar UU 45/2009 Tentang Perikanan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 ayat 2, Pasal 100, Pasal 86 ayat 1 jucnto Pasal 12 ayat 1 ancaman pidana 10 tahun denda Rp2 miliar.
    
Hasil penelusuran FMKMP mendapatkan data di Prigi, Trenggalek terdapat 11 orang pengepul baby lobster yang membeli dari penangkap Rp20-25 ribu per ekor kemudian dijual lagi ke penampung Rp35-50 ribu per ekor. Oleh penampung dikirim ke Jakarta atau Bali dengan imbalan Rp 75-100 ribu per ekor.
    
Dengan harga yang sangat tinggi itu, baby lobster yang diekspor ilegal ke berbagai negara seperti Korea, Vietnam, Thailand, Singapura, Malaysia, Jepang tersebut kecil kemungkinan untuk dibudidayakan, mortalitas atau tingkat kematiannya tinggi hingga 60 persen serta dibutuhkan perlakuan khusus, sebab mahluk kanibal ini hidup solitaire dan tergolong nokturnal.
    
Lobster memiliki zat pemicu tumbuh (zpt) yang lolos dari pengamatan dan merupakan unsur penting dalam industri kecantikan. Hal itu dibuktikan ketika pergantian cangkang (moulting) setiap tiga bulan sekali, kurang dari 30 menit semua cangkang yang mengelupas kembali tumbuh dan mengeras termasuk organ tubuh yang patah antara lain kaki, capit tumbuh sempurna kembali. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016