Situbondo (Antara Jatim) - Kabupaten Situbondo, Jawa Timur yang terletak berbatasan dengan Selat Madura sebelah utara dan sebelah timur dengan Selat Bali memiliki garis pantai lebih kurang 150 kilometer.

Dengan letak geografis maritim, setidaknya Pemerintah Kabupaten Situbondo dapat mengembangkan usaha perikanan dan kelautan serta pengolahan hasil laut yang nantinya dapat menambah pendapatan asli daerah atau PAD, sehingga dapat menyejahterakan masyarakat di kabupaten yang menyandang predikat daerah tertinggal tersebut.

Seperti yang terjadi pada tahun ini, lantaran tidak ada anggaran atau anggaran pemerintah daerah sudah habis untuk pelayanan kesehatan bagi warga miskin, berdampak pada penghentian layanan kesehatan kepada warga yang menggunakan surat pernyataan miskin atau SPM.

Pemerintah Kabupaten Situbondo per 1 Juni 2016 telah menghentikan layanan kesehatan bagi warga miskin pengguna SPM yang biasa dikeluarkan oleh pemerintah daerah ketika warga yang kurang mampu untuk berobat.

Fraksi PDIP Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Situbondo, mengemukakan telah banyak menerima keluhan dari masyarakat terkait penghentian pelayanan kesehatan bagi masyarakat kurang mampu pengguna surat pernyataan miskin (SPM).

"Penghentian pelayanan kesehatan bagi masyarakat kurang mampu pengguna SPM berdampak luas di Situbondo. Dan bahkan saat ini muncul anggapan orang miskin tak boleh sakit karena rumah sakit hanya menjadi tempat berobat bagi mereka yang punya uang," ujar Ketua Fraksi PDIP Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Situbondo Narwiyoto.

Ia mengatakan kendati pemerintah pusat telah memberikan jaminan kesehatan berupa Kartu Indonesia Sehat (KIS), tetapi tidak seluruhnya warga miskin di Situbondo mendapatkannya.

Keluhan pelayanan kesehatan ini, kata dia, disampaikan masyarakat saat anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Situbondo melakukan reses, salah satunya yang dilakukan Narwiyoto di Kecamatan Panarukan dan Kecamatan kendit.

"Reses yang kami lakukan tidak seperti biasanya. Untuk menyerap aspirasi masyarakat reses langsung di tempat-tempat terbuka seperti di bawah pohon, sehingga masyarakat dengan cukup leluasa menyampaikan berbagai masalah yang sedang dihadapinya," ucap Ketua DPC PDI Perjuangan Situbondo itu.

Menurut dia, keluhan paling banyak yang disampaikan konstituennya, yakni terkait pelayanan kesehatan. Mulai penghentian SPM hingga pelayanan kesehatan yang selama ini dirasakan warga miskin di rumah sakit.

"Saat ini masyarakat sudah mendengar penghentian SPM. Akibatnya masyarakat miskin yang tak menerima Kartu Indonesia Sehat atau KIS tidak bisa lagi mendapat pelayanan kesehatan," tuturnya.

Anggota Komisi I DPRD Situbondo itu juga mengaku sangat perihatin melihat penderitaan masyarakat saat ini. Mereka yang berpenghasilan pas-pasan tidak bisa berobat ketika jatuh sakit karena tak ada memiliki biaya.

"Oleh karena itu saya melalui Fraksi PDI Perjuangan di DPRD Situbondo, berjanji akan memperjuangkan nasib warga miskin tersebut, agar supaya mendapat pelayanan kesehatan yang layak," ujarnya, menegaskan.

Sementara Kepala Bagian Tata Usaha (Kabag TU) RSUD dr Abdoerrahem Situbondo Imam Hidayat mengatakan, kendati pemerintah daerah lewat APBD 2016 menggelontorkan senilai Rp9,5 miliar itu sudah habis.

"Sampai saat ini alokasi anggaran untuk pasien miskin masih menyisakan utang hingga lebih dari Rp3 miliar ke RSUD dr Abdoerrahem Situbondo. Utang tersebut untuk menutupi kekurangan anggaran layanan pasien miskin yang menggunakan surat pernyataan miskin atau SPM ke rumah sakit selama dua bulan," katanya.

Ia menyampaikan bahwa Pemkab setempat telah menghentikan layanan pasien miskin melalui pemberian surat pernyataan miskin (SPM). Sebab jika tidak, jumlah utang Pemkab untuk penggunaan dana layanan pasien miskin ke rumah sakit akan terus membengkak.

"Sebelumnya kami sudah menggelar rapat di Pemkab terkait pelayanan SPM tersebut. Pertimbangannya bukan hanya soal anggaran, akan tetapi juga untuk pengetatan layanan terhadap pasien miskin. Karena selama ini banyak warga yang tidak masuk kategori miskin, tapi ikut menikmati layanan berobat menggunakan SPM," ujarnya.

Imam menjelaskan bahwa penggunaan anggaran untuk layanan SPM di Situbondo memang cukup besar. Bahkan, setiap tahunnya selalu melebihi dari kuota anggaran yang disiapkan APBD sehingga selalu menyisakan utang.

"Seperti yang terjadi pada tahun 2016 ini, dana layanan SPM senilai Rp9,5 miliar yang dianggarkan melalui APBD induk, sudah habis sejak bulan Maret 2016," paparnya.

Dana yang dianggarkan lewat APBD 2016, menurutnya di antaranya untuk menutup utang layanan SPM tahun sebelumnya sekitar Rp4,5 miliar. Sedangkan sisanya yang Rp5 miliar sudah habis digunakan selama tiga bulan, mulai Januari hingga Maret 2016.

Sementara dana SPM yang digunakan untuk dua bulan berikutnya, yakni April dan Mei 2016, didapatkan dari hasil utang ke RSUD Situbondo. Nilai utang itu melebihi angka Rp3 miliar, Sebab nilai penggunaan layanan kesehatan pengguna SPM di Situbondo tiap bulannya mencapai Rp1,6 miliiar hingga Rp1,8 miliar.

"Saya berharap anggaran SPM bisa kembali diusulkan melalui PAK APBD 2016. Karena sekarang kan masih menyisakan utang ke Rumah Sakit," katanya.(*)

Pewarta: Novi Husdinariyanto

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016