Tulungagung (Antara Jatim) - Kepolisian Resor Tulungagung, Jawa Timur, mengingatkan potensi peningkatan kasus kekerasan terhadap anak di wilayah tersebut, mengacu perbandingan peristiwa pidana anak dalam periodisasi yang sama antara 2015 dan 2016.
    
"Ada tren peningkatan karena kasus periode Januari-Juli 2016 ini sepertiga lebih banyak dibanding tahun lalu," kata Kasat Reskrim Polres Tulungagung AKP Andria D Purnama di Tulungagung, Sabtu.
    
Pada 2015, kata Andria, dalam kurun Januari hingga Juli tercatat ada sebanyak 16 kasus, sementara tahun ini dengan periode yang sama jumlah kasus kekerasan anak sudah mencapai 23 kasus.
    
Andria memperkirakan kasus serupa masih akan terus terjadi seiring berjalannya waktu hingga penghujung 2016.
    
"Ada banyak faktor yang mempengaruhi, salah satunya globalisasi informasi dan kemajuan teknologi yang berdampak langsung terhadap tumbuh-kembang anak," ujarnya.
    
Menurut Kasat Reskrim, arus informasi yang masuk ke anak harus disaring oleh orang tua, keluarga, maupun guru saat di sekolah.
    
Sebab kata dia, jika anak-anak salah pemanfaatan dalam pergaulan sangat mungkin bakal terjerumus ke hal yang negatif.
    
"Teknologi semakin canggih, jika tidak bisa mengontrolnya maka anak akan terpengaruh ke hal negatif," katanya.
    
Selain itu, lanjut Andria, kondisi ekonomi dan suasana dalam keluarga yang kurang harmonis juga dapat memicu anak frustasi.
    
Salah satu yang menjadi atensi Andria adalah fenomena anak yang ditinggal orang tuanya pergi ke luar negeri sebagai TKI, sehingga anak harus tinggal dengan kakek atau neneknya ternyata kurang perhatian dan pengawasan.
    
"Rata-rata yang melatarbelakangi kekerasan anak Tulungagung itu karena rumah tangga keluarganya hancur ('broken home'), sehingga tidak bisa memberikan perhatian dan opengawasan," ujarnya.
    
Andria merinci, 23 kasus kekerasan anak yang ditangani Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Tulungagung selain menyangkut kekerasan seksual juga ada kasus penganiayaan, pencurian, penistaan dan lainnya.
    
Untuk menimalisisr kasus kekerasan anak tersebut, kata Andria, dibutuhkan kerjasama semua pihak, terutama keluarga.
    
"Namun, juga harus di dukung peran masyarakat di sekitar anak-anak yang mengalami 'broken home'. Karena kurang adanya pengawasan,anak yang mudah terpengaruh, mulai dari lingkungan, pergaulan dan lainnya," katanya. (*)

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016