Hari-hari pertama masuk sekolah, khususnya siswa baru di jenjang SMP dan SMA sederajat, tidak saja dipusingkan dengan seragam sekolah baru, buku-buku baru maupun anggaran-anggaran lain yang menguras kantong, seperti sumbangan biaya pengembangan  pendidikan (SBPP), tapi juga kegiatan masa orientasi sekolah (MOS).

Hanya saja, masa pengenalan sekolah atau MOS pada tahun ini tidak serumit dan sesulit tahun-tahun sebelumnya, bahkan seolah menjadi ajang "balas dendam" kakak kelas kepada adik kelasnya karena sebelumnya sang kakak kelas dikerjai (perploncoan) kakak kelas sebelumnya.

"Mulai tahun ini MOS memang ditangani langsung oleh guru-guru, mulai dari program-programnya hingga kegiatan di lapangan. Sedangkan siswa yang menjadi panitia dan biasanya dari OSIS hanya mendampingi saja, tidak diberikan kewenangan penuh," kata Zubaidah, Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Malang, Jawa Timur.

Diambilalihnya pelaksanaan MOS oleh guru tersebut, kata Zubaidah, dikhawatirkan ajang perpeloncoan dan "balas dendam" ini akan terus terjadi, dimana sang kakak kelas bisa mengerjai adik kelasnya habis-habisan. "Memang tidak sampai ada kekerasan fisik, namun tekanan dalam memenuhi tugas-tugas itu membuat siswa 'keder' dan teramat tertekan. Tidak jarang siswa baru ini yang menangis ketika belum menemukan apa yang diinginkan panitia," katanya.

Oleh karena itu, perpeloncoan yang dipraktikan dalam kegiatan MOS tersebut, sekarang sudah bukan zamannya lagi dan tidak keren sama sekali, apalagi kalau ada bumbu-bumbu tekanan mental dan membuat siswa ketakutan.

MOS yang keren dan selaras saat ini, katanya, adalah yang kreatif, inovatif dan bisa dikembangkan lagi setelah MOS selesai. "Akan lebih lagi MOS ini kalau diisi dengan hal-hal yang bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya, seperti menanam pohon di lingkungan sekolah atau pengumpulan buku-buku ilmu pengetahuan atau cerita fiksi yang mendidik dan disumbangkan pada perpustakaan sekolah atau lainnya yang membutuhkan," paparnya.

Menurut Zubaidah, mengembangkan program MOS yang kreatif dan mendidik tersebut akan lebih baik daripada hanya sekedar perpeloncoan yang tidak menghasilkan apa-apa, justru membuat siswa takut dan tertekan secara mental.

"Harapan saya, ke depan MOS sudah tidak ada lagi tugas-tugas yang memberatkan siswa, lebih baik ringan, tapi manfaatnya sangat besar bagi masyarakat dan sekolah. MOS yang dikemas untuk perploncoan, sudah tidak keren dan tidak zaman lagi," urainya.(*)

Pewarta: Endang Sukarelawati

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016