Banyuwangi (Antara Jatim) - Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengemukakan pengembangan pariwisata di wilayahnya telah membawa dampak pada peningkatan daya saing warga.
     
"Lewat pariwisata, kini telah banyak hilir-mudik wisatawan dari luar ke dalam, sehingga hak itu akan mengasah daya saing warga, yakni muncul  keinginan untuk senantiasa memenangkan kompetisi dengan jalan meningkatkan kapasitas diri," kata Azwar Anas di Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat
     
Tidak mengherankan, katanya, kini setiap program pemberdayaan masyarakat selalu diburu masyarakat, seperti kursus gratis bahasa asing atau program penciptaan pengusaha baru dengan beragam pelatihan teknis wirausaha. Itu antara lain menjadi indikator tentang bagaimana kesadaran bersama untuk meningkatkan kapasitas terus meningkat," katanya.
      
Menurut dia, pihaknya setiap tahun menggelar kursus bahasa asing gratis berbasis desa, yakni bahasa Inggris, Mandarin, dan Arab. Tahun 2015 ada 2.604 warga yang ikut kursus tersebut.
     
"Tahun ini ditargetkan minimal 3.000 orang yang ikut. Pembelajaran dilakukan selama tiga bulan. Antusiasme warga ini menjadi salah satu bukti bahwa pariwisata bisa mendorong perubahan, termasuk kesadaran untuk meningkatkan daya saing," ujar Anas.
     
Pemkab, kata dia, terus mendorong daya saing warga, bukan dengan membicarakan hal-hal yang mungkin jauh dari pikiran warga desa, seperti globalisasi atau ASEAN Economi Community atau MEA.
     
"Dengan pariwisata, ada banyak orang luar kota dan luar negeri yang datang. Mereka tergerak dengan sendirinya, mereka sadar bahwa saya harus mahir berbahasa asing, minimal bisa bercakap-cakap dengan wisatawan. Demikian pula warga yang memproduksi suvenir atau makanan, giat ikut pelatihan agarproduk yang dijajakan semakin berkualitas," ujar Anas.
     
Menurut dia, pariwisata pula yang membentuk perilaku warga, yakni penduduk lokal berinteraksi dengan wisatawan untuk sama-sama memberi manfaat positif. Secara bertahap, aspek perilaku warga didorong ke arah perilaku sadar wisata (tourism behaviour), seperti mencintai kebersihan, ikut merasa memiliki daerahnya, ramah, menghargai perbedaan, dan semaskin toleran terhadap perbedaan.
     
Geliat pariwisata, menurut dia, tampak dari semangat warga yang mengelola destinasi secara mandiri, seperti di Rumah Apung Bangsring, wisata arung jeram Sungai Badeng, Pantai Cemara, desa adat Kemiren, desa wisata Banjar, Pantai Wedi Ireng, dan Pantai Teluk Hijau. Selain itu, ada wisata edukasi penangkaran penyu yang dikelola masyarakat di Pantai Boom.
     
Salah satu yang menonjol adalah Rumah Apung di Pantai Bangsring. Di lokasi itu tiap akhir pekan dibanjiri sedikitnya 3.000 wisatawan. Mereka menikmati wahana permainan air, snorkeling, berenang bersama ikan hias, atau sekadar menikmati pantai di Pulau Tabuhan.
     
Pengelolan di rumah apung itu dilakukan Kelompok Nelayan Samudra Bakti. Mereka belajar mengelola destinasi wisata secara mandiri seiring dengan perkembangan wisata di Banyuwangi.
     
Menurut Anas total terdapat 70 nelayan yang mengelola destinasi Rumah Apung tersebut. Mereka dulu mencari ikan dengan menggunakan bom, namun sejak pariwisata masuk, mereka menghentikan aktivitas negatif itu dan beralih menjadi pengelola destinasi wisata. Mereka mengelola rumah apung dengan delapan keramba, 17 kano, empat banana boat, serta ratusan peralatan snorkeling dan selam.  
     
"Luar biasa bagus. Di sana sudah ada 35 toilet yang representatif. Inisiatif warga ini penting karena tidak semua bisa digerakkan pemerintah,” kata dia.
     
Demikian pula di Pantai Cemara yang dikelola Kelompok Usaha Bersama (KUB) Pantairejo. Di tempat itu ada sedikitnya 16.000 pohon cemara yang membentang sepanjang 2,5 kilometer sehingga sangat teduh dan hijau.
     
"Dulu warga dan nelayan sekitar menanam cemara untuk berteduh saja, tiap tahun ditambah penanamannya. Ternyata sekarang tambah lebat dan malah jadi destinasi wisata baru," ujar Ketua KUB Pantairejo M. Muhyi.
     
Kini, di Pantai Cemara juga dijadikan pusat konservasi penyu. Di bawah pohon cemara, penyu mendarat dan bertelur. Puncaknya pada Maret hingga April. Pada 2015 lalu, KUB melepas 2.350 ekor anak penyu ke laut bebas. Beberapa kampus dari luar Banyuwangi mengadakan penelitian di tempat itu.
     
Anas menambahkan, pemerintah daerah sangat mengapresiasi warga yang berinisiatif mengembangkan destinasi secara mandiri. Sebagai bentuk apresiasi, pemerintah daerah ikut mempromosikan antara lain melalui penyelenggaraan festival.
     
"Seperti tahun ini digelar Festival Bawah Laut di Pantai Bangsring, Festival Arung Jeram di Sungai Badeng, dan Festival Budaya Using di Desa Banjar. Dari sana diharapkan semakin banyak orang yang mengenal dan mengunjungi destinasi-destinasi tersebut," kata Anas.
     
Geliat pariwisata di Banyuwangi, antara lain bisa dilihat dari jumlah penumpang pesawat yang naik 1.308 persen dari hanya 7.826 penumpang (2011) menjadi 110.234 penumpang (2015).
     
Anas menjelaskan pariwisata pun ikut mengubah kesejahteraan sosial-ekonomi masyarakat. Pendapatan per kapita sudah naik 80 persen dari Rp20,8 juta per orang per tahun pada 2010 menjadi Rp37,53 juta per tahun pada 2015. Indeks ketimpangan atau gini ratio juga sudah turun dari 0,32 menjadi 0,29.
     
"Meski demikian, problem kemiskinan tetap ada. Ada sebagian warga yang belum masuk dalam gairah peningkatan ekonomi ini. Banyak faktor penyebabnya. Mereka tidak ditinggal. Kami terus berupaya dengan program-program berkelanjutan, termasuk di bidang pariwisata," ujarnya. (*)

Pewarta: Masuki M. Astro

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016