Banyuwangi (Antara Jatim) - Sebanyak 12 orang dari enam negara di Afrika mengikuti pelatihan bidang perikanan dan kelautan di Balai Pendidikan dan Pelatihan Perikanan (BPPP) Banyuwangi, Jawa Timur, mulai 23 hingga 30 Mei 2016.
     
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Pemberdayaan Masyarakat Kelautan dan Perikanan (BPSDM KP) pada Kementerian Kelautan dan Perikanan Rifky Effendi Hardijanto di Banyuwangi, Selasa menjelaskan pelatihan yang bertajuk "International Training Workshop on Sustainable Marine Fishery Product Development for African Countries" itu diikuti peserta dari kalangan pemerintah, pengusaha, dan pelaku utama di bidang perikanan, seperti nelayan dan pengolah hasil perikanan.
     
Rifky Effendi Hardijanto mengatakan pelatihan ini merupakan kegiatan fasilitasi penguatan Kerja Sama Selatan Selatan Triangular (KKST) dalam rangka peningkatan komitmen kementerian, membangun SDM kelautan dan perikanan di kawasan global. KKST dibentuk oleh PBB untuk pembangunan negara berkembang.
     
Menurut dia, Banyuwangi dipilih untuk tempat pelatihan karena sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) 2015, subsektor perikanan menempati kelompok 15 besar dari 40 subsektor usaha ekonomi pada urutan kontribusi subsektor terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) Banyuwangi.
     
"Hal ini menjadi salah satu pertimbangan mengapa pelatihan international perikanan ini kami selenggarakan di Banyuwangi. Kami yakin kegiatan ini menjadi salah satu gaung dari dampak pembangun perikanan di Banyuwangi," kata Rifky.
     
Dalam workshop ini, kata dia, materi yang diajarkan adalah pengembangan kebijakan sektor perikanan dan kelautan beserta tantangannya, teknik penangkapan ikan, penggunaan alat tangkap bubu, dan pembuatan olahan produk berbahan dasar ikan.
     
Pada Selasa siang para peserta tampak serius belajar membuat bubu ikan di bengkel kerja di BPPP. Peserta diajarkan selangkah demi selangkah pembuatan, mulai dari cara memotong besi, kerangkanya sampai memasang jaring di bubu.
      
Direktur Kebijakan, Perencanaan, dan Ekonomi pada KementerianPerikanan dan Kelautan Namibia, Anna Erastus, tampak memberikan arahan kepada peserta lainnya cara membentuk besi dengan mesin press untuk membuat rangka bubu.
     
"Liht gambar ini. ANda harus memotong besi ini lebih pendek," kata Anna sambil memperlihatkan detail desain bubu kepada rekannya.
     
Anna mengaku sangat senang mengikuti pelatihan di Banyuwangi. Pelatihan pembuatan bubu ini menjadi cara baru yang lebih efisien bagi penangkapan ikan yang akan diterapkan di negaranya. Bubu yang dinegaranya disebut traps biasanya dipakai untuk menangkap lobster dan kepiting.
     
"Kami juga memiliki alat tangkap seperti bubu, tapi berbeda dengan di sini. Bubu ini lebih mudah dibuat, lebih murah dan lebih efisien karena bisa dilipat,” kata dia.
     
Selain Anna, peserta lainnya, Farida Hassani, Manajer Regional pada Kementerian Sumber Daya dan Perikanan Madagaskar, mengatakan bahwa bubu sebagai alat tangkap ikan juga sangat bermanfaat. Apalagi nelayan di Madagaskar sebagian besar juga nelayan tradisional, sehigga bubu ini sangat tepat diterapkan di negaranya.  
     
Sementara Kepala BPPP Banyuwangi Wayan Suarya mengatakan peserta pelatihan tersebut sengaja diberikan materia mengenai penangkapan dan pengoperasian yang sifatnya ramah lingkungan. Salah satu alat penangkapan ikan yang diajarkan adalah bubu gol dong, yang terbuat dari besi dan jaring serta dapat dilipat.
     
"Di Afrika, mereka menggunakan alat yang terbuat dari bambu, masih sangat tradisional. Di sini kami ajarkan besi bambu tipis. Bubu meski kelihatannya sederhana, namun bisa menangkap ikan yang banyak," katanya.
     
Apalagi, kata dia, bila bubu diletakkan di dasar laut, hasilnya yang didapat merupakan komoditas-komoditas yang bernilai jual mahal.
     
Tidak hanya itu, menurut dia, bubu sangat cocok untuk negara-negara Afrika yang tidak memiliki laut. Karena bubu bisa digunakan di sungai atau danau. Selain itu, bubu cocok digunakan untuk nelayan tradisional yang tidak cocok as digunakan di perairan lepas.  
     
"Bubu cocok diaplikasikan tidak ‎hanya di laut. Ini cocok bagi negara yang tidak memiliki laut," kata Wayan Suarya.
     
Pelatihan pembuatan bubu ini berlangsung selama dua hari. Selanjutnya mereka akan diajak praktik pemasangan bubu di laut pada 25 dan 26 Mei.
     
"Para peserta akan berangkat ke laut menggunakan Kapal Motor Marlin 01, Kapal latih PPP bertonasee 60 GT. Mereka akan menginap semalam di kapal dan melakukan praktik pasang alat tangkap bubu hasil praktik buatan mereka sendiri," katanya.
     
Selain itu, para peserta juga akan diajarkan membuat olahan makanan dari hasil laut. Seperti pembuatan nugget ikan dan bakso ikan.
     
"Pelatihan pengelolahan ini tujuannya memberikan  nilai tambah bagi hasil perikanan," kata Wayan.  
     
BPPP Banyuwangi ini telah dijadikan pilot project taman tecnologi (technopark) pelatihan budi daya sidat oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Technopark merupakan program pembangunan kawasan pengembangan teknologi dan inovasi. Dengan fungsi sebagai tempat pendidikan dan pelatihan para nelayan perikanan tangkap maupun perikanan budi daya yang berpotensi mendorong pengembangan bisnis baru.
     
Selain menjadi kawasan pengembangan teknologi budi daya sidat, BPPP Banyuwangi juga akan menjadi technopark yang fokus pada produksi garam, budi daya udang, pengolahan produk dan sertifikasi kompetensi bidang perikanan dan kelautan. (*)

Pewarta: Masuki M. Astro

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016