Madiun (Antara Jatim) - Sebanyak 196 hektare lahan cengkih yang ada di Kabupaten Madiun, Jawa Timur, terserang hama bakteri pembuluh kayu cengkih (BPKC) hingga berdampak pada kerugian petani akibat turunnya produksi.
Kasie Rehabilitasi, Diversifikasi, dan Insfrastruktur Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Madiun, Suwono, Rabu, mengatakan, total luas lahan perkebunan cengkih di Kabupaten Madiun mencapai 1.411 hektare yang terdapat di Kecamatan Dagangan, Dolopo, dan Kare.
"Dari jumlah tersebut, sebanyak 196 hektare di antaranya terserang BPKC. Serangan paling banyak terjadi di Kecamatan Dagangan yang mencapai 151 hektare," ujar Suwono kepada wartawan.
Menurut dia, BPKC ini menyerang pucuk pohon terlebih dahulu kemudian membuat seluruh daun menguning lalu gugur. Kontur tanah yang miring juga memicu percepatan penyebaran bakteri mematikan ini. Dengan tingkat serangan mulai skala ringan hingga berat.
Pohon yang terserang BPKC akan mati secara perlahan dalam kurun waktu satu hingga dua tahun. Pohon yang sudah terserang tidak akan bisa kembali sehat. Parahnya, tanah bekas pohon yang terserang BPKC harus menunggu tiga hingga lima tahun untuk siap ditanam kembali.
"Namun, kenyataannya, tanah biasanya belum netral sepenuhnya tetapi dipaksakan untuk ditanami cengkih lagi oleh petani. Alhasil, terkena hama lagi. Hal itu karena cengkih merupakan sumber utama pendapatan petani di daerah lereng Gunung Wilis," kata dia.
Guna membantu petani membasmi BPKC, pihaknya memberikan bantuan penyemprotan serta infus antibiotik. Namun, hal itu hanya memperlambat penyebaran bakteri yang telah menyerang.
Untuk menghentikan penyebaran hama tersebut, seharusnya pohon harus ditebang lalu dibakar. Namun, kebanyakan petani enggan melakukannya.
Salah seorang petani cengkih di Desa Mendak, Dagangan, Miyanto, mengaku mengalami kerugian cukup besar akibat tanaman cengkihnya diserang bakteri tersebut. Sewaktu masih normal, sekitar setengah hektare kebun cengkih miliknya mampu menghasilkan panen hingga Rp150 juta.
"Tetapi sejak terserang bakteri mematikan itu, kini keuntungan panen turun drastis, hanya tinggal Rp5 juta saja," kata dia.
Kerugian itu karena, serangan hama membuat produksi bunga cengkih turun drastis. Jika di waktu normal, setiap batang pohon mampu memproduksi bunga cengkih hingga sekitar 60 kilogram basah dan bisa diolah menjadi 20 kilogram kering.
"Tetapi setelah terserang bakteri, bunga cengkih basah produksinya tinggal 20 kilogram dan ketika diolah hanya menjadi 2 kilogram kering," kata Miyanto.
Kondisi itu membuat Miyanto dan petani cengkih lainnya kecewa dan berharap ada tanaman pengganti cengkih yang cepat berbuah. Sehingga kerugian dapat segera teratasi.
Sementara, pihak Dinas Kehutanan dan perkebunan telah memberikan pilihan kepada para petani yang tanaman cengkihnya terserang BPKC. Yakni, dalam rentang waktu menunggu lahan kembali netral oleh hama, warga disarankan untuk menanam kopi. "Sebab, selain iklim yang cocok, tanaman kopi dua tahun sudah berbuah. Selain itu, tanaman kopi juga tidak akan diserang BPKC. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016