Jember (Antara Jatim) - Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Jember membentuk tim untuk kasus sengketa tanah di Desa Curahnongko, Kecamatan Tempurejo, Kabupaten Jember, Jawa Timur.

"Kami sudah membentuk tim yang melibatkan akademisi untuk mengkaji persoalan sengketa tanah di Desa Curahnongko sejak Januari 2016, sehingga mereka sudah bekerja tiga hingga empat bulan ini," kata Kepala BPN Jember, Djoko Suseno usai rapat dengar pendapat di Komisi A DPRD Jember, Senin.

Sebanyak 2.000 kepala keluarga Desa Curahnongko dan Desa Andongrejo, Kecamatan Tempurejo menuntut hak tanahnya dengan total 332 hektare yang terakhir kali dikelola oleh PTPN XII.

Menurut dia, BPN masih mendata kebenaran dokumen kepemilikan tanah itu dan instansinya bukanlah lembaga yang merampas hak orang untuk diberikan kepada orang lain, sehingga harus ada dokumen yang jelas untuk kepemilikan tanah tersebut.

"Kalau memang masyarakat sudah mengklaim bahwa tanah itu miliknya, lebih baik penyelesaian masalah sengketa tanah Curahnongko diselesaikan lewat jalur pengadilan saja karena masyarakat mengaku memiliki bukti dan begitu juga PTPN XII," tuturnya.

Sementara itu, berdasarkan dari penuturan masyarakat setempat, tanah seluas 332 hektare tersebut yang mencakup dua desa yakni Curahnongko dan Andongrejo merupakan tanah babadan (hasil eksplorasi) warga di era penjajahan Jepang tahun 1942 silam. 

Pada tahun 1965, tanah tersebut dikelola oleh PTPN XII hingga berakhir masa Hak Guna Usaha (HGU) pada tahun 2011.

Ketua Wadah Aspirasi Warga Petani (Wartani) Desa Curahnongko, Yateni (51) mengatakan, tercatat ada sekitar 2.000 KK yang berhak atas tanah seluas 332 hektare tersebut dan pihaknya menuntut hak tanah itu untuk warga setempat karena sejak tanah itu dikelola PTPN XII.

"Banyak warga yang terusir dari tanahnya harus merambah hutan untuk tetap bertahan hidup, bahkan banyak warga yang akhirnya memilih menjadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia)," katanya.

Kepala Desa Curahnongko, Ayu Nurhidayati megatakan jumlah Kepala Keluarga yang berada di Desa Curahnongko sekitar 1.500 KK dan Desa Andongrejo  juga memiliki jumlah KK yang sama.

"Semua pihak harus mengetahui sejarah dari tanah itu, sehingga data itu bisa valid. Kalau dari Pemerintah Desa hanya tinggal tanda tangan kalau memang itu sudah disetujui oleh pemerintah pusat," katanya.

Ia juga sudah mengusulkan pembentukan Tim Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Pengadaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) kepada Pemerintah Kabupaten Jember sejak tahun 2014  dan berharap kasus tersebut segera mendapatkan solusi.(*)

Pewarta: Zumrotun Solichah

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016