Surabaya (Antara Jatim) - Pimpinan DPRD Kota Surabaya dinilai melecehkan Ketua Pengurus Cabang Nahdatul Ulama (PCNU) Surabaya Ahmad Muhibbin Zuhri pada saat mengikuti jalannya rapat paripurna di gedung dewan setempat, Senin, dengan agenda perpanjangan pansus Raperda Pengendalian Minuman Beralkohol.
Pelecehan bermula saat rombongan PCNU Surabaya masuk ruang sidang di gedung DPRD di lantai 3. Oleh Pengamanan Dalam (Pamdal) DPRD Surabaya, mereka diarahkan ke balkon di lantai 2 ruang sidang paripurna.
Namun, belum sempat menikmati duduk di kursi yang biasanya digunakan oleh undangan, akhirnya disuruh pindah ke bawah. Sesampai di bawah, mereka disuruh pindah tempat lagi dengan alasan yang tidak jelas. Karena merasa dipermaikan, akhirnya rombongan PCNU Surabaya memutuskan tetap bertahan.
Aksi ping-pong tempat duduk ini diketahui oleh beberapa anggota dewan, seperti anggota FPKS Achmad Zakaria. "Saya melihat langsung dengan mata kepala saya sendiri, karena posisinya di belakang tempat duduk saya," ujarnya.
Zakaria mengaku menyesali perbuatan pamdal. Sebab, sidang paripurna kemarin terbuka untuk umum sehingga tidak ada alasan untuk mengusir warga Surabaya yang hadir menyaksikan jalannya paripurna. Apalagi yang diusir adalah tokoh-tokoh dari kalangan NU.
"Mereka harus dihargai, karena ini rapat terbuka. Kalau memang disuruh pindah tempat duduk, ya dengan cara yang baik. Kesannya seolah-olah disuruh berdiri dan pindah. Ini masalah protokoler, ke depan harus diperbaiki," katanya.
Dikonfirmasi perihal insiden itu, Armuji membantah meminta pamdal mengusir rombongan PCNU Surabaya. Namun, politisi asal PDI Perjuangan ini enggan menjelaskan lebih lanjut. "Saya tidak mau komentar, tanyakan yang lainnya saja," ujarnya.
Wakil Ketua DPRD Surabaya Dharmawan menampik adanya pengusiran. Menurutnya, pamdal hanya mengarahkan tempat duduk kepada rombongan PCNU. Tamu undangan mestinya duduk di balkon.
"Itu tadi kan undangannya banyak, sehingga diarahkan ke balkon. Di bawah ditempati oleh SKPD (satuan kerja perangkat daerah), jadi bukan ngusirlah, hanya miskomunikasi saja," katanya.
Ketua PCNU Surabaya Muhibbin menganggap kejadian tersebut hasal salah komunikasi saja. Ia mengatakan, keikutsertaan dalam sidang paripurna perpanjangan pansus minuman beralkohol hanya untuk memastikan DPRD Surabaya memiliki komitmen membebaskan Surabaya dari minuman memabukkan.
"Sebagai warga masyarakat punya hak mengikuti persidangan selama tidak dinyatakan tertutup, namun kedatangan kami mungkin tidak diinginkan oleh pimpinan dewan, tapi kami tidak diusir kok, buktinya masih mengikuti sampai paripurna selesai," katanya.
Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya ini berjanji akan tetap mengawal pansus minuman beralkohol ini. Tujuannya, memastikan pansus tidak main-main. Karena pansus sudah memutuskan pelarangan total peredaran mihol di Surabaya.
"Kita lihat prosesya, dalam waktu dekat memutuskan hal sama dan tidak mengahambat, mereka punya good wiil. Kalau tidak begitu, kita menyerukan masyarakat serukan hukuman moral kepada pansus," ujarnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
Pelecehan bermula saat rombongan PCNU Surabaya masuk ruang sidang di gedung DPRD di lantai 3. Oleh Pengamanan Dalam (Pamdal) DPRD Surabaya, mereka diarahkan ke balkon di lantai 2 ruang sidang paripurna.
Namun, belum sempat menikmati duduk di kursi yang biasanya digunakan oleh undangan, akhirnya disuruh pindah ke bawah. Sesampai di bawah, mereka disuruh pindah tempat lagi dengan alasan yang tidak jelas. Karena merasa dipermaikan, akhirnya rombongan PCNU Surabaya memutuskan tetap bertahan.
Aksi ping-pong tempat duduk ini diketahui oleh beberapa anggota dewan, seperti anggota FPKS Achmad Zakaria. "Saya melihat langsung dengan mata kepala saya sendiri, karena posisinya di belakang tempat duduk saya," ujarnya.
Zakaria mengaku menyesali perbuatan pamdal. Sebab, sidang paripurna kemarin terbuka untuk umum sehingga tidak ada alasan untuk mengusir warga Surabaya yang hadir menyaksikan jalannya paripurna. Apalagi yang diusir adalah tokoh-tokoh dari kalangan NU.
"Mereka harus dihargai, karena ini rapat terbuka. Kalau memang disuruh pindah tempat duduk, ya dengan cara yang baik. Kesannya seolah-olah disuruh berdiri dan pindah. Ini masalah protokoler, ke depan harus diperbaiki," katanya.
Dikonfirmasi perihal insiden itu, Armuji membantah meminta pamdal mengusir rombongan PCNU Surabaya. Namun, politisi asal PDI Perjuangan ini enggan menjelaskan lebih lanjut. "Saya tidak mau komentar, tanyakan yang lainnya saja," ujarnya.
Wakil Ketua DPRD Surabaya Dharmawan menampik adanya pengusiran. Menurutnya, pamdal hanya mengarahkan tempat duduk kepada rombongan PCNU. Tamu undangan mestinya duduk di balkon.
"Itu tadi kan undangannya banyak, sehingga diarahkan ke balkon. Di bawah ditempati oleh SKPD (satuan kerja perangkat daerah), jadi bukan ngusirlah, hanya miskomunikasi saja," katanya.
Ketua PCNU Surabaya Muhibbin menganggap kejadian tersebut hasal salah komunikasi saja. Ia mengatakan, keikutsertaan dalam sidang paripurna perpanjangan pansus minuman beralkohol hanya untuk memastikan DPRD Surabaya memiliki komitmen membebaskan Surabaya dari minuman memabukkan.
"Sebagai warga masyarakat punya hak mengikuti persidangan selama tidak dinyatakan tertutup, namun kedatangan kami mungkin tidak diinginkan oleh pimpinan dewan, tapi kami tidak diusir kok, buktinya masih mengikuti sampai paripurna selesai," katanya.
Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya ini berjanji akan tetap mengawal pansus minuman beralkohol ini. Tujuannya, memastikan pansus tidak main-main. Karena pansus sudah memutuskan pelarangan total peredaran mihol di Surabaya.
"Kita lihat prosesya, dalam waktu dekat memutuskan hal sama dan tidak mengahambat, mereka punya good wiil. Kalau tidak begitu, kita menyerukan masyarakat serukan hukuman moral kepada pansus," ujarnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016