Globalisasi bukan hanya mengubah pola hidup warga Indonesia tetapi juga mengganti budaya lokal bangsa menjadi budaya transnasional yang menyebabkan bangsa Indonesia bisa kehilangan identitas.

Karena itu, budaya lokal sebagai cermin dari identitas bangsa Indonesia harus dipertahankan, sebab jika budaya lokal itu hilang, maka identitas bangsa pun hilang.

"Globalisasi merupakan kontestasi (pertarungan) peradaban dari peradaban yang sudah lama dibangun dan mengakar di sebuah wilayah dengan peradaban asing yang datang," ucap Ketua Umum PP Lesbumi NU, K. Ng. H. Agus Sunyoto.

Di hadapan peserta Simposium V Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandala (UKWM) Surabaya (2/4), ia menjelaskan konflik peradaban itu merupakan pertarungan peradaban timur yang diwakili oleh Islam (fundamentalisme Islam) dan peradaban barat yang diwakili oleh Kristen (liberalisme Barat).

"Pertarungan fundamentalisme dan liberalisme itu tanpa disadari berdampak terhadap identitas bangsa ini," tutur penulis buku "Atlas Walisongo" asal Pakis, Malang, Jawa Timur itu.

Dalam acara yang juga dihadiri Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat Theologi (STFT) Widya Sasana Malang, Dr. Alb. Budi Susanto, ia mencontohkan Bangsa Kurdi yang dulu mempunyai peradaban yang besar, namun lama-kelamaan bangsa Kurdi hilang tanpa ada bukti sejarah kebesaran bangsa, karena tidak ada kebudayaan yang bisa dilestarikan.

"Untuk kita, globalisasi terlihat pada proses perubahan nama anak yang lahir pada tahun 2000-an menjadi lebih modern seperti Larisa, Monica, Chantika, bukan lagi Poniyem, Saripah dan Sumiati dengan pekerjaan tetap petani, mencangkul dan membajak sawah," paparnya.

Tidak hanya itu, kisah yang sama juga dialami bangsa Indonesia untuk saat ini yakni anak sekarang lebih mengenal sejarah bangsa barat seperti Superman, Tsubatsa, dan Batman, daripada Malin Kundang, Timun Emas dan Kamandanu.

Padahal, Indonesia merupakan negara yang berlimpah dengan kekayaan alamnya yang menjadi ciri khas bangsa, diantaranya kenduri (makan bersama) dan semacamnya.

"Konsep kenduri adalah membagikan makanan dan hal itu menjadi budaya lokal yang harus dilestarikan agar bangsa ini tetap menjadi bangsa yang mengikuti perkembangan teknologi, namun tidak meninggalkan budaya sendiri," paparnya. (*)

Pewarta: Hesty Putri Utami

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016