Surabaya (Antara Jatim) - Dinas Pertanian Kota Surabaya menyatakan lahan pertanian di Kota Surabaya terus mengalami penyusutan karena dalam empat tahun terakhir ini terjadi penyusutan hingga 300 hektare.
    
Kepala Dinas Pertanian Kota Surabaya Djustamadji, di Surabaya, Kamis, mengatakan pihaknya mengkhawatirkan 20 tahun ke depan sudah tidak ada lagi areal pertanian di kota Pahlawan.
    
"Untuk mengantisipasi hal itu, Dinas Pertanian mengawal pengolahan 200 hektar lahan tidur untuk dipersiapkan sebagai lahan pertanian," katanya.
    
Menurut dia, lahan pertanian di Surabaya sudah banyak terhimpit dengan banyaknya pemukiman dan sentra niaga. Salah satunya di kawasan Ketintang,  sawah dibebaskan untuk perumahan mewah.
    
Kondisi yang sama terjadi di Kecamatan Lakarsantri dan Kecamatan Sambikerep. Sawah dan ladang yang produktif tersebut sekarang berdiri kompleks perumahan mewah milik PT Ciputra.
    
Bahkan, lanjut dia, sebagian tanah produktif tersebut sudah dikuasai pengembang. Karena  masih ada yang belum dibangun, warga di sana akhirnya memanfaatkan untuk ditanami holtikultura.
    
Ia mengatakan lahan pertanian terus menyusut. Bahkan, setiap tahunnya penyusutan lahan mencapai 75 hektare, untuk kebutuhan pembangunan perumahan maupun apartemen dan hotel. Sebab, Surabaya terus memperkuat sebagai kota dagang dan kota jasa.
    
Ia mengatakan lahan pertanian di Surabaya tinggal 1.400 hektare. "Dan setiap tahun terjadi  penyusutan  75 hektare. Jika tidak dipertahankan, maka 15 hingga 20 tahun ke depan, bakal habis," katanya.
    
Menurut dia, sebagian lahan yang masih tersisa sekarang ini sudah dikuasai pengembang. Berhubung belum dibangun oleh pengembang, kata dia, maka lahan pertanian tersebut masih bisa dimanfaatkan warga sekitar untuk ditanami berbagai tanaman, dari padi hingga holtikutura.
    
Apalagi kondisi di lapangan, lanjut dia, saluran irigasi teknis sudah tidak ada. Kebanyakan  sawah yang tersebar di sebagian  Surabaya Timur, Surabaya Barat dan Selatan kebanyakan adalah tadah hujan.
    
Untuk mempertahankan luasan yang masih tersisa, pihaknya sedang melakukan pengkajian. Tujuannya jika dimungkinkan ada payung hukum untuk mempertahankan areal pertanian di tengah gencarnya pembangunan pemukiman dan sentra niaga yang terus menggerus luasaan lahan pertanian.
    
Hanya saja dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2014, dikatakan areal pertanian pangan berkelanjutan adalah nol. Makanya kami akan koordinasi dengan Bappeko untuk bisa mencari celah agar nantinya dibuatkan raperda agar areal pertanian yang masih tersisa itu bisa dipertahankan," katanya.
    
Meski dengan luasan yang tak seberapa, ia menambahkan musim tanam 2016 ini, pihaknya mematok 1.900 hektare. Artinya, petani bisa menanam lahan pertaniannya ada yang  satu kali hingga 3 kali pertanian, sedangkan produksi padi sebanyak 9.000 ton pertahun.
    
"Jika melihat dari jumlah produksi, tentu tidak seimbang dengan jumlah penduduk Surabaya yang mencapai  hampir 3 juta. Makanya beras banyak dipasok dari luar daerah," katanya. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016