Surabaya (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur mendesak pemerintah menjaga ketersediaan lahan pertanian guna mempertahankan swasembada pangan sekaligus melindungi kesejahteraan petani.
"Alih fungsi lahan ini ibarat bom waktu. Jika tidak dikendalikan, maka Jatim yang selama ini menjadi lumbung pangan nasional justru berpotensi mengalami krisis pangan. Karena itu instrumen hukum berupa Perda Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) menjadi sangat vital," kata Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Timur, Hari Yulianto, di Surabaya, Kamis.
Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Jatim tahun 2023, rata-rata alih fungsi lahan pertanian di provinsi tersebut mencapai 1.100 hektare per tahun.
Angka tersebut dinilai mengkhawatirkan karena Jawa Timur merupakan salah satu provinsi penyumbang beras terbesar secara nasional.
Data Kementerian Pertanian mencatat, dari total 7,46 juta hektare lahan pertanian di Jawa Timur, sebanyak 659.200 hektare telah beralih fungsi.
"Jika tren ini dibiarkan, bukan hanya ketahanan pangan yang terancam, tetapi juga stabilitas sosial-ekonomi masyarakat Jatim," ujarnya.
Jawa Timur sejatinya sudah memiliki Perda Nomor 12 Tahun 2015 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Regulasi ini dihadirkan untuk melindungi lahan pertanian produktif agar tidak mudah beralih fungsi.
Menurut Hari, perda tersebut menjadi bukti hadirnya negara dalam melindungi petani, karena memberikan kepastian hukum, pendekatan spasial yang konkret, hingga mekanisme kompensasi melalui sistem LCPB, yang sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Namun, ia menilai implementasi perda masih menghadapi sejumlah tantangan, di antaranya keterbatasan pemerintah daerah, tekanan pembangunan industri, lemahnya pengawasan, hingga kerumitan birokrasi dalam penyediaan lahan cadangan pangan.
Dari 38 kabupaten/kota di Jatim, baru 16 yang menindaklanjuti perda provinsi dengan aturan lokal, masih ada 22 daerah lain yang belum memiliki dasar kuat untuk melindungi lahannya.
Hari mendorong Pemprov Jatim bersikap lebih tegas agar perda tidak hanya menjadi dokumen semata, melainkan benar-benar dilaksanakan di lapangan.
"Pemprov harus memberi sanksi kepada daerah yang lamban sekaligus memberikan insentif bagi daerah yang progresif," ujarnya.
Ia menegaskan, kesejahteraan petani adalah ukuran keberhasilan pembangunan nasional. Menurutnya, persoalan harga beras yang tidak sebanding dengan biaya produksi menjadi salah satu masalah utama yang harus diselesaikan.
Dalam momentum peringatan Hari Tani Nasional 24 September, Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim juga menegaskan komitmennya berpihak pada petani melalui aksi "kembali ke sawah" yang menggambarkan keberpihakan terhadap kaum tani sebagai pilar utama penyangga kedaulatan bangsa.
