Jakarta, (Antara) - Semua berpaling ke Jakarta ketika Sekjen Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Palestina meminta Indonesia untuk menggantikan Maroko yang tidak sanggup menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa (KTT LB) OKI yang ke-5.

Jadilah "gawean" akbar bagi negara-negara dunia Islam digelar secara resmi di Ibu Kota RI pada 6-7 Maret 2016 di Jakarta Convention Center.

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memandang acara tersebut sangat strategis, bahkan meninjau langsung "venue" acara pada Jumat (4/3) atau dua hari sebelum KTT digelar.

Presiden juga membatalkan sejumlah agenda penting lainnya, termasuk jadwal bertemu penyanyi asal Inggris Gordon Matthew Thomas Sumner atau yang lebih dikenal sebagai Sting, karena kesibukan dalam mempersiapkan KTT tersebut.

KTT LB OKI memang dianggap menjadi momentum khusus yang menjadi peluang bagi dunia Islam untuk menghadirkan perdamaian di Timur Tengah.

Direktur The Islah Center Mujahiddin Nur mengatakan sejatinya KTT OKI saat ini diselenggarakan dalam kondisi politik yang hampir serupa dengan pertama kali KTT itu diselenggarakan.

"Cuma bedanya dulu sama-sama Umat Islam melakukan perlawanan terhadap Israel karena pembakaran masjid dan pendudukan Yerusalem. Tapi saat ini kondisi bisa dikatakan lebih ironis karena Umat Islam banyak yang terkoyak akibat perang saudara," ucapnya.

Alumnus Universitas Al-Azhar Mesir itu mengatakan, KTT OKI yang digelar di Jakarta saat ini harus menjadi momentum yang sangat bernilai bagi dunia Islam untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di Timur Tengah.

"KTT OKI saat ini merupakan momentum yang sangat bernilai bagi dunia Islam untuk menyelesaikan semua permasalahan di Timur Tengah," ujar Mujahiddin.

Ia menilai beberapa permasalahan dunia Islam di antaranya banyak anggota OKI yang dalam praktiknya kesulitan ketika mengimplementasikan hasil deklarasi OKI baik yang dihasilkan dari KTT, SOM, maupun konferensi luar biasa yang pernah digelar.

"Sebagai organisasi nonmiliter terbesar di dunia, saya justru melihat OKI selama ini belum bisa memainkan perannya sebagai organisasi politik bagi dunia Islam," imbuhnya.
   
Utang Sejarah
OKI dalam perjalanannya sebagai sebuah organisasi layak untuk disebut memiliki utang sejarah terhadap Palestina.

Anggota Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Amidhan sejak beberapa tahun lalu menegaskan bahwa konflik di Timur Tengah hampir sebagian besar berada di Palestina.

Hingga kemudian diyakini bila konflik puluhan tahun di wilayah itu bisa dicarikan solusinya maka perdamaian di Timur Tengah menjadi keniscayaan.

Posisi Indonesia sendiri sejak dahulu hingga kini ditegaskan konsisten mendukung Palestina.

Presiden Jokowi bahkan sudah mengatakan memiliki komitmen yang semakin kuat untuk membela kemerdekaan rakyat Palestina.

Hal itu disampaikan dalam beberapa kesempatan di antaranya pada sambutan peringatan Konferensi Asia Afrika di Jakarta pada 22 April 2015.

"Kita tidak boleh berpaling dari penderitaan rakyat Palestina. Kita harus mendukung sebuah negara Palestina yang merdeka," ujar Presiden Jokowi, ketika itu.

Ia menegaskan bahwa dunia berutang kepada rakyat Palestina dan dunia tidak berdaya menyaksikan penderitaan rakyat Palestina.

Pernyataan terkini disampaikan Presiden Jokowi ketika menghadiri acara makan malam KTT AS-ASEAN di Sunnyland Historic Home, California, Amerika Serikat (AS), pada 15 Februari 2016, yang dihadiri para Kepala Negara ASEAN dan dituanrumahi langsung oleh Presiden AS Barack Obama.

Jokowi kembali menyerukan agar negara-negara ASEAN bersama AS membantu menyelesaikan permasalahan di Palestina.

"Saya ingin mendorong agar ASEAN dan AS terus dapat memberikan kontribusi bagi penyelesaian masalah Palestina," kata Presiden Jokowi.
    
Memacu OKI
Indonesia diakui memiliki peluang dan peran untuk menjadi juru damai bagi persoalan di Timur Tengah.

Meskipun posisi Indonesia yang berada di pihak Palestina menyulitkan Indonesia untuk bisa mendapatkan kepercayaan dari Israel.

Namun, menurut Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi keputusan untuk membuka konsulat kehormatan di Ramallah merupakan satu langkah maju menuju langkah yang lebih besar bagi keberadaan perwakilan Indonesia secara "full fledged" di Ramallah.

Sebab sesuai kajian The Indonesian Society for Middle East Studies disebutkan bahwa jika Indonesia akan masuk sebagai mediator maka Indonesia harus dipercaya oleh kedua pihak yang berkonflik.

Redaktur Senior Mi'raj Islamic News Agency Ali Farkhan Tsani pernah menuliskan hal tidak kalah penting saat ini yakni memacu peran strategis OKI sebagai organisasi antarpemerintah terbesar kedua di dunia setelah PBB, yang beranggotakan 57 negara di empat benua.

"Organisasi ini adalah suara kolektif dunia Muslim dan memastikan untuk menjaga dan melindungi kepentingan dunia Muslim dalam semangat mempromosikan perdamaian dan harmoni internasional di antara berbagai masyarakat dunia," sebutnya.

Ia berharap ketika sebuah KTT pada 1969 saja mampu melahirkan sebuah organisasi kerja sama besar yakni OKI sebagai respon terhadap kondisi Masjid Al-Aqsha yang dibakar maka kini diharapkan ada aksi nyata lebih besar lahir dari KTT LB OKI 2016.

"Tentu kali ini akan lebih besar dan strategis lagi, bukan sekadar statemen atau deklarasi formal. Namun lebih dari itu, komitmen untuk aksi bersama yang mengikat negara-negara anggota OKI," tukasnya.

Ia juga menyoroti peran strategis Sekjen OKI yang saat ini dipegang oleh Iyad Ameen Madani dari Saudi Arabia yang dinilainya akan sangat menentukan aksi bagi negara-negara Muslim lainnya.

Di luar itu semua maka, KTT LB OKI di Jakarta merupakan sebuah momentum untuk menghadirkan perdamaian dunia yang telah lama dirindukan oleh masyarakat di Timur Tengah.(*)

Pewarta: Hanni Sofia Soepardi

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016