Kediri (Antara Jatim) - Penyadapan getah pinus Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kediri, Jawa Timur, terkendala tingginya curah hujan, yang membuat proses penyadapan tidak bisa optimal.
"Kendala utama saat penghujan adalah proses penyadapan yang menyebabkan hasil sadapan turun," kata Kepala Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kediri Maman Rosmantika di Kediri, Kamis.
Ia mengatakan selain terkendala hujan, fokus warga yang bekerja sebagai penyadap juga teralih ke pertanian, yakni mengerjakan sawah mereka.
Namun, ia juga mengatakan hujan tidak memengaruhi kualitas getah pinus yang baru disadap. Kualitas getah yang dihasilkan akan tetap sama seperti saat panen getah pinus di kemarau.
"Kalau kualitas getah pinus tidak terpengaruh. Paling yang dikhawatirkan angin kencang, sedangkan hama juga tidak berpengaruh," ujarnya.
Maman juga mengungkapkan pada 2016 target produksi getah pinus di Perhutani KPH Kediri sekitar 9.000 ton. Target itu sama seperti target produksi pada 2015. Di Kediri, untuk tanaman pinus banyak ditanam di Kabupaten Kediri maupun Trenggalek.
Ia optimistis target itu bisa terealisasi. Pada 2015, dengan target tersebut Peru Perhutani KPH Kediri bahkan bisa merealisasikan produksi getah pinus sampai 11 ribu ton, sehingga pada 2016 ini optimistis target tersebut juga tercapai.
"Kami tetap optistis target produksi bisa terealisasi. Pada 2015, kami bisa sampai lebih produksi getah pinusnya," ujarnya.
Untuk longsor di kawasan hutan, ia mengatakan saat ini memang sudah ada laporan. Longsor itu di beberapa tempat di kawasan hutan, namun untuk lokasinya tersebar. Luasan daerah yang rawan longsor itu juga tidak terlalu banyak.
Perhutani saat ini juga terus membenahi sejumlah titik yang masih belum optimal tanamannya. Perhutani fokus untuk pemanfaatan lahan dengan menanam sejumlah bibit tanaman.
Di KPH Perhutani Kediri, terdiri dari tanaman utama yaitu pinus maupun sengon. Selain itu, juga terdapat beragam tanaman di kawasan hutan lindung, serta tanaman pertanian yang bekerjasama dengan lembaga masyarakat desa hutan (LMDH). (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016