Jakarta, (Antara) - Memasuki paruh kedua bulan Januari, musim pehujan sudah melanda di sejumlah daerah, tetapi Tarsono, seorang petani garam di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, menyatakan mengalami kerugian yang besar.

"Harganya masih murah per kilogramnya hanya Rp250, meskipun sudah memasuki musim hujan dan kami jelas mengalami kerugian yang cukup besar," kata Tarsono di Cirebon, Rabu (20/1).

Menurut dia, pada tahun 2015 lalu ketika musim hujan datang, harga langsung merangkak naik dan bisa mencapai Rp600 per kilogramnya, tetapi kali ini belum ada kenaikan yang berarti.

Sejumlah pihak menyatakan Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama sejumlah pihak terkait lainnya dinilai perlu lebih berupaya dalam memberdayakan garam rakyat, guna menambah kinerja produktivitas petani garam di berbagai daerah.

"Menteri Kelautan dan Perikanan (Susi Pudjiastuti) berkewajiban untuk menyusun peta jalan kedaulatan garam di dalam negeri," ujar Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim kepada Antara di Jakarta, Rabu (20/1).

Menurut Abdul Halim, peta kedaulatan untuk memberdayakan garam rakyat tersebut juga meski memiliki target utama yaitu meningkatkan mutu dan harga garam produksi petani dalam negeri di berbagai daerah di Tanah Air.

Dengan jalan itu, ujar dia, maka para petani atau petambak garam juga dinilai akan memiliki semangat tinggi dalam rangka memproduksi dan berpotensi pada penghentian praktik impor garam.

Di sejumlah daerah seperti Nusa Tenggara Timur, komoditas garam merupakan salah satu komoditas unggulan yang diandalkan untuk ekspor ke negara tujuan seperti Timor Leste.

Sedangkan sejumlah daerah lainnya seperti Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pamekasan, Jawa Timur, telah menargetkan produksi garam 2016 meningkat dari tahun 2015.

Kepala DKP Pamekasan Nurul Widiastutik kepada Antara di Pamekasan Jumat (15/1), menjelaskan peningkatkan target produksi garam itu karena pemerintah menambahkan bantuan kepada kelompok usaha garam.

"Tapi sampai saat ini kami belum menentukan persentase, karena yang juga ikut menentukan target peningkatan produksi nantinya pemerintah pusat karena bantuannya juga dari pemerintah pusat," ucap Nurul.

Sebelumnya, KKP sejak beberapa tahun lalu juga telah menyatakan optimistis swasembada garam di Indonesia dapat tercapai pada tahun 2016 karena berbagai pihak di Tanah Air memberikan dukungan sangat besar terhadap pemberdayaan dan kesejahteraan petambak garam.

"Untuk mewujudkan swasembada garam diperlukan upaya serius dan saling bersinergi," imbuh Dirjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan, Sudirman Saad, ditemui pada Pembukaan Sosialisasi Nasional Pengembangan Usaha Garam Rakyat Tahun 2015, di Surabaya, 28 April lalu.

Untuk itu, ungkap dia, KKP melalui program PUGAR (Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat) yang telah dilakukan sejak tahun 2011 diharapkan dapat meningkatkan produktivitas lahan. Selain itu, meningkatkan kualitas garam rakyat di tingkat hulu melalui penyediaan berbagai sarana dan prasarana produksi.

"Kami berkomitmen swasembada garam nasional ini dapat dicapai. Apalagi, tahun 2015 KKP memfasilitas kurang lebih 10.000 hektare lahan garam rakyat untuk intensifikasi dengan alokasi anggaran besar," ujarnya.

Namun, dengan tingkat harga yang masih belum memberikan tingkat pendapatan apalagi kesejahteraan yang memadai bagi para petambak garam di berbagai daerah, maka Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Riza Damanik mengharapkan pemerintah daerah dapat menjadikan dirinya sebagai benteng pelindung petambak garam lokal.

"Pemerintah daerah dapat menjadi benteng melindungi petambak garam," kata Riza Damanik.

Ketua KNTI menyatakan pemerintah daerah dapat menjadi benteng pelindung petambak garam antara lain dengan memilah dan memilih keterlibatan pusat dalam urusan garam.
    
Kisruh impor garam
Selain itu, Riza juga menyoroti aturan baru Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 125/M-DAG/PER/12/2015 tentang Ketentuan Impor Garam dinilai semakin melonggarkan regulasi impor garam.

Dengan demikian, lanjutnya, aturan baru tersebut juga dinilai belum berhasil menyelesaikan persoalan terkait penyerapan dan harga garam yang diproduksi rakyat.

"Di dalam Permendag itu, pemerintah tidak saja menghapus harga patokan garam, tetapi juga menghapus ketentuan pembatasan waktu impor, dan meniadakan kewajiban importir garam untuk menyerap garam rakyat," tutur Riza.

Padahal, ia mengingatkan bahwa tanpa keberpihakan pemerintah serta adanya perlindungan yang memadai dari "kompetisi perdagangan terbuka" dengan garam impor, maka mustahil target swasembada garam dan kesejahteraan petambak garam dapat tercapai.

Riza juga dengan tegas menyatakan menolak masuknya garam impor ke provinsi yang menjadi sentra-sentra garam.

"Saat ini, sedikitnya sembilan provinsi dari lebih 40 kabupaten/kota merupakan sentra garam nasional," papar Riza.

Sementara itu, Kementerian Perdagangan menyatakan ketentuan untuk kewajiban penyerapan garam rakyat oleh industri dalam negeri bisa diatur secara tersendiri oleh kementerian teknis pembina petambak garam dan kementerian teknis pembina industri.

"Terkait dengan peraturan teknis penyerapan garam rakyat dapat diatur tersendiri oleh Kementerian teknis pembina petambak garam yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berkoordinasi dengan kementerian teknis pembina industri yakni Kementerian Perindustrian (Kemenperin)," kata Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Karyanto Suprih, di Jakarta, Rabu (20/1).

Karyanto mengatakan, sementara dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 125/M-DAG/PER/12/2015 tentang Ketentuan Impor Garam, hanya murni mengatur mengenai ketentuan dan persyaratan importasi saja. Terkait dengan penerapan Permendag tersebut, akan dibahas lebih lanjut dengan kementerian dan lembaga terkait.

"Terkait dengan tindak lanjut dari penerapan ketentuan Permendag No. 125/2015, akan dibahas lebih lanjut antarkementerian, termasuk KKP dan Kemenperin," tambahnya.

Karyanto menjelaskan, sementara untuk impor garam konsumsi hanya dapat diimpor dalam keadaan tertentu termasuk apabila terjadi gagal panen.

Importasi garam konsumsi tersebut hanya dapat dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang pergaraman yang ditunjuk oleh Menteri BUMN dengan rekomendasi dari KKP.

Terbitnya Permendag 125 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Garam mengalami perubahan dari aturan sebelumnya, yang paling utama adalah dihapusnya rekomendasi impor garam yang sebelumnya menjadi tanggung jawab Kementerian Perindustrian.

Kendati tak lagi memberi rekomendasi, Kemenperin akan tetap melakukan pengawasan terhadap importasi garam yang dilakukan oleh industri.

"Potensi penyimpangan pasti ada. Oleh karena itu kami tetap mengawasi agar tidak terjadi penyimpangan," tukas Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kemenperin Haris Munandar di Jakarta, Rabu (20/1).

Sedangkan Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim mengatakan, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sebenarnya dapat menghentikan impor garam agar pemberdayaan garam rakyat benar-benar diterapkan.

"Di Pasal 12 Peraturan Menteri Perdagangan No 125/2015 (tentang Ketentuan Impor Garam), Menteri Kelautan dan Perikanan bisa menghentikan praktik importasi garam meski hanya sebatas garam konsumsi," kata Abdul Halim kepada Antara, di Jakarta, Rabu (20/1).

Penghentian tersebut, menurut Abdul Halim, adalah dalam bentuk penugasan dan rekomendasi kepada PT Garam untuk lebih pro-aktif dalam mengawasi peluang garam impor masuk ke pasar-pasar dalam negeri.(*)

Pewarta: Muhammad Razi Rahman

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016