Sugiantoro, pria asal Gresik datang bersama rekannya, Bram sekitar pukul 17.00 WIB di sebuah kedai makan di Jalan Raya Kalirungkut Surabaya.
Usai memarkir kendaraan, mereka memilih duduk tepat di bawah kipas angin dengan alasan bisa menghilangkan keringat, sekaligus menahan pedasnya makanan yang akan disantap.
"Mas, saya ceker krengsengan satu dan rica-rica satu. Minumnya teh tawar hangat dan es teh," ujar Sugiantoro memesan makanan tanpa melihat lembaran menu yang sebenarnya sudah ada di meja.
Tak lebih dari lima menit, pesanan keduanya datang, nasi yang di atasnya ditaburi bawang goreng tersaji di atas piring merah, sedangkan ceker ditempatkan di mangkok yang disajikan terpisah.
"Silakan mas. Kalau mau foto dulu, sini saya fotokan," kata sang pengantar makanan yang juga pemilik kedai, tanpa diminta. "Biasanya pelanggan memang foto dulu sebelum makan, kadang selfie," ucapnya, sembari tertawa.
"Wah, benar mas. Kami juga mau minta foto sebenarnya. Kebetulan tadi mau minta tolong sungkan," timpal Bejo, sapaan akrab Sugiantoro.
Tidak salah mereka duduk di bawah kipas angin. Belum habis separoh nasi, Bejo dan Bram berkeringat. Sesekali tangan kirinya mengusap wajah menggunakan tisu dan es teh sudah tinggal setengah gelas.
"Tidak salah kalau makanan ini dinamakan ceker teroris. Rasanya blaarrr....!!!," kata Bram yang baru pertama kali merasakan pedasnya makanan di sana.
Ya, rasa ceker yang disajikan memang lain. Meski bumbu krengsengan dan rica-rica sudah akrab di telinga, namun racikan ala Niken Kurnia Sari, istri sang pemilik kedai, dirasa berbeda.
"Saya pernah makan ceker krengsengan pedas, tapi tidak seperti ini. Bumbu dan cekernya menyatu. Meski pedas, tapi tak mengurangi selera makan dan tetap terasa bumbunya," ujar Bram kembali.
Sang pemilik kedai, Rahardi Soekarno Junianto, mengaku menu ceker atau kaki ayam yang disajikan memang pedas dan harus berbeda dengan menu yang sama pada umumnya.
Tidak sekadar pedas, namun ada strategi dan cara khusus agar pelanggan merasakan perbedaan serta mengenal sampai tak melupakan rasanya sehingga ingin kembali lagi.
Bapak dua anak tersebut mengaku sengaja memberi embel-embel nama "teroris" karena asumsi masyarakat yang mengartikan identik dengan bom meledak.
"Nah, kalau di sini, setiap gigitan akan menghasilkan rasa blaarr.... seolah meledak di mulut," ungkap pria bertubuh tambun yang akrab disapa Antok itu.
Kedai "Ceker Teroris" terletak Jalan Raya Kalirungkut Blok AM Nomor 3, tepat di seberang pintu gerbang Universitas Surabaya (Ubaya) Kampus Tenggilis.
Khusus penggemar ceker tidak pedas disediakan menu Ceker Saus Inggris. Tidak hanya ceker, terdapat juga sayap dengan tiga bumbu yang sama.
Buka setiap hari mulai pukul 13.00 WIB sampai habis (kadang sebelum Maghrib sudah ludes). Bagi penggemar ceker yang tak sempat ke sana, jangan khawatir karena bisa dipesan antar dengan menghubungi nomor telepon 0812-3529-9986. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016