Beijing, (Antara) - Seorang eks tenaga kerja wanita (TKW) di Hong Kong, RK (27) menjadi tersangka terpidana mati di Lembaga Pemasyarakatan Penang, Malaysia, karena tertangkap basah membawa narkotika jenis sabu sebanyak empat kilogram.
Konsul Kepolisian Konsulat Jenderal RI di Hong Kong, Kompol Danur Lientara di Beijing, Rabu, mengatakan, RK telah menjalani rangkaian persidangan di Penang, Malaysia, namun masih diperlukan bukti-bukti baru untuk dapat meringankan hukuman terhadap wanita asal Ponorogo, Jawa Timur, tersebut.
"Salah satu, saksi kunci yakni IW, rekan RK di Makau, sudah pula kami mintai keterangan dan hasilnya sudah kami sampaikan dalam persidangan terakhir, karena saksi menolak hadir di persidangan untuk memberikan kesaksian langsung," ungkapnya.
Danur mengatakan pihaknya terus berkoordinasi dan bekerja sama dengan KJRI Penang, termasuk mengupayakan untuk menghadirkan saksi kunci di Makau.
"Namun, sudah kami datangi dua kali, saksi tidak bersedia hadir. Padahal, keterangan tertulis dari hasil wawacara serta interogasi yang kami lakukan terhadap saksi, tidak bisa digunakan di pengadilan," tuturnya.
RK yang sebelumnya bekerja sebagai buruh migran di Hong Kong, selama dua tahun, ditangkap petugas saat tiba di Bandara Internasional Bayan Lepas, Penang pada 10 Juli 2013, setelah ditemukan narkotika jenis shabu di dalam tasnya.
Setelah habis masa kontraknya sebagai asisten rumah tangga di Hong Kong, RK ke Makau dan tinggal di rumah kos milik IW. Selama tinggal di kos milik IW itu, RK bertemu dan berkenalan dengan ES (31) dan RT (28) yang menawari RK berbisnis kain.
Sebagai tahap awal ES meminta RK ke Thailand, melalui New Delhi (India), untuk mengambil titipan dari salah seorang teman lainnya.
Selama singgah beberapa hari di New Delhi, ES melalui layanan pesan singkat meminta RK untuk menginap di sebuah hotel yang sudah ditentukan, dan melarang RK membuka titipan tas yang diterimanya, sampai diberikan kepada orang yang dituju di Thailand.
Karena kedapatan membawa narkotika tersebut RK dijerat dengan pasal 39B ADB (Akta dadah Berbahaya) 1952 dengan ancaman hukuman gantung, jika terbukti.
Sementara ES sudah ditangkap lebih dulu oleh petugas bandara Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), karena kasus serupa, dan kini menjalani hukuman di penjara Atambua.
Kompol Danur mengatakan banyak eks TKI/buruh migran yang "overstayer" menjadi sasaran empuk sindikat narkoba internasional untuk menjadikan mereka kurir narkoba.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
Konsul Kepolisian Konsulat Jenderal RI di Hong Kong, Kompol Danur Lientara di Beijing, Rabu, mengatakan, RK telah menjalani rangkaian persidangan di Penang, Malaysia, namun masih diperlukan bukti-bukti baru untuk dapat meringankan hukuman terhadap wanita asal Ponorogo, Jawa Timur, tersebut.
"Salah satu, saksi kunci yakni IW, rekan RK di Makau, sudah pula kami mintai keterangan dan hasilnya sudah kami sampaikan dalam persidangan terakhir, karena saksi menolak hadir di persidangan untuk memberikan kesaksian langsung," ungkapnya.
Danur mengatakan pihaknya terus berkoordinasi dan bekerja sama dengan KJRI Penang, termasuk mengupayakan untuk menghadirkan saksi kunci di Makau.
"Namun, sudah kami datangi dua kali, saksi tidak bersedia hadir. Padahal, keterangan tertulis dari hasil wawacara serta interogasi yang kami lakukan terhadap saksi, tidak bisa digunakan di pengadilan," tuturnya.
RK yang sebelumnya bekerja sebagai buruh migran di Hong Kong, selama dua tahun, ditangkap petugas saat tiba di Bandara Internasional Bayan Lepas, Penang pada 10 Juli 2013, setelah ditemukan narkotika jenis shabu di dalam tasnya.
Setelah habis masa kontraknya sebagai asisten rumah tangga di Hong Kong, RK ke Makau dan tinggal di rumah kos milik IW. Selama tinggal di kos milik IW itu, RK bertemu dan berkenalan dengan ES (31) dan RT (28) yang menawari RK berbisnis kain.
Sebagai tahap awal ES meminta RK ke Thailand, melalui New Delhi (India), untuk mengambil titipan dari salah seorang teman lainnya.
Selama singgah beberapa hari di New Delhi, ES melalui layanan pesan singkat meminta RK untuk menginap di sebuah hotel yang sudah ditentukan, dan melarang RK membuka titipan tas yang diterimanya, sampai diberikan kepada orang yang dituju di Thailand.
Karena kedapatan membawa narkotika tersebut RK dijerat dengan pasal 39B ADB (Akta dadah Berbahaya) 1952 dengan ancaman hukuman gantung, jika terbukti.
Sementara ES sudah ditangkap lebih dulu oleh petugas bandara Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), karena kasus serupa, dan kini menjalani hukuman di penjara Atambua.
Kompol Danur mengatakan banyak eks TKI/buruh migran yang "overstayer" menjadi sasaran empuk sindikat narkoba internasional untuk menjadikan mereka kurir narkoba.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016