Surabaya (Antara Jatim) - Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menegaskan bahwa kesetiakawanan sosial itu bukan hanya soal bagi-bagi bantuan atau CSR (corporate social responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan).
"Kesetiakawanan sosial itu bukan bagi-bagi bantuan, tapi kebersamaan antara masyarakat yang kaya dan masyarakat yang miskin dalam bentuk kegotongroyongan, itulah yang terpenting," katanya di Surabaya, Kamis.
Dalam sambutan saat membuka peringatan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) di Kantor Dinas Sosial Jawa Timur, ia menjelaskan kesetiakawanan sosial saat ini perlu penguatan atau internalisasi agar menjadi gaya hidup.
"Sebab, sekarang justru individualisme dan konsumerisme yang menjadi gaya hidup, buktinya prostitusi online adalah bukan soal ekonomi, tapi soal gaya hidup yang bukan asli gaya hidup kita sendiri, yakni kesetiakawanan sosial," katanya.
Di hadapan Sekdaprov Jatim Achmad Sukardi, Kepala Dinas Sosial Jatim Sukesih, dan sejumlah relawan sosial serta penyandang masalah sosial, Mensos menyatakan kesetiakawanan sosial antarmasyarakat perlu diinternalisasi atau diperkuat karena itulah gaya hidup masyarakat Indonesia.
"HKSN itu sendiri lahir pada 20 Desember 1948, karena menggali gaya hidup masyarakat Indonesia yang sebenarnya saat mempertahankan kemerdekaan, ternyata laskar yang dipimpin Jenderal Sudirman itu melakukan gerilya dengan didukung dan dilindungi masyarakat, baik makan, menginap, maupun melindungi dari incaran Belanda," katanya.
Bahkan, katanya, Jenderal Sudirman sempat hampir ketahuan pihak Belanda, lalu masyarakat langsung memberi kopiah, baju rakyat biasa, dan berpura-pura mengajak "tahlil" (doa bersama), sehingga pihak Belanda menyangka ada guru mengaji dan bukan Jenderal Sudirman.
"Itulah esensi dari kesetiakawanan sosial yakni antarmasyarakat saling membantu, saling mendukung, dan saling melindungi dalam kebersamaan dan kegotongroyongan, apalagi Bank Dunia mencatat masyarakat Indonesia yang sangat kaya hanya 1 persen tapi menguasai 50,3 persen aset negara, sehingga mayoritas miskin," katanya.
Menurut dia, tugas Kementerian atau Dinas Sosial adalah mendekatkan antara mereka yang kaya dan miskin, sehingga tidak terjadi ketimpangan sosial yang akhirnya justru menimbulkan masalah sosial.
"Presiden memang memerintahkan pertumbuhan ekonomi dan investasi naik, tapi Presiden juga memerintahkan penurunan kemiskinan, inflasi dan rasio gini. Itu berarti perlunya kesetiakawanan sosial, perlunya kerja sama antarmasyarakat untuk maju bersama-sama," katanya.
Dalam peringatan HKSN itu, Mensos sempat menyaksikan aksi pantomim yang dimainkan penyandang tuna rungu, menyerahkan bantuan peralatan bagi penyandang tuna grahita, serta meninjau pameran ekonomi kreatif dari komunitas ibu-ibu se-Jatim. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
"Kesetiakawanan sosial itu bukan bagi-bagi bantuan, tapi kebersamaan antara masyarakat yang kaya dan masyarakat yang miskin dalam bentuk kegotongroyongan, itulah yang terpenting," katanya di Surabaya, Kamis.
Dalam sambutan saat membuka peringatan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) di Kantor Dinas Sosial Jawa Timur, ia menjelaskan kesetiakawanan sosial saat ini perlu penguatan atau internalisasi agar menjadi gaya hidup.
"Sebab, sekarang justru individualisme dan konsumerisme yang menjadi gaya hidup, buktinya prostitusi online adalah bukan soal ekonomi, tapi soal gaya hidup yang bukan asli gaya hidup kita sendiri, yakni kesetiakawanan sosial," katanya.
Di hadapan Sekdaprov Jatim Achmad Sukardi, Kepala Dinas Sosial Jatim Sukesih, dan sejumlah relawan sosial serta penyandang masalah sosial, Mensos menyatakan kesetiakawanan sosial antarmasyarakat perlu diinternalisasi atau diperkuat karena itulah gaya hidup masyarakat Indonesia.
"HKSN itu sendiri lahir pada 20 Desember 1948, karena menggali gaya hidup masyarakat Indonesia yang sebenarnya saat mempertahankan kemerdekaan, ternyata laskar yang dipimpin Jenderal Sudirman itu melakukan gerilya dengan didukung dan dilindungi masyarakat, baik makan, menginap, maupun melindungi dari incaran Belanda," katanya.
Bahkan, katanya, Jenderal Sudirman sempat hampir ketahuan pihak Belanda, lalu masyarakat langsung memberi kopiah, baju rakyat biasa, dan berpura-pura mengajak "tahlil" (doa bersama), sehingga pihak Belanda menyangka ada guru mengaji dan bukan Jenderal Sudirman.
"Itulah esensi dari kesetiakawanan sosial yakni antarmasyarakat saling membantu, saling mendukung, dan saling melindungi dalam kebersamaan dan kegotongroyongan, apalagi Bank Dunia mencatat masyarakat Indonesia yang sangat kaya hanya 1 persen tapi menguasai 50,3 persen aset negara, sehingga mayoritas miskin," katanya.
Menurut dia, tugas Kementerian atau Dinas Sosial adalah mendekatkan antara mereka yang kaya dan miskin, sehingga tidak terjadi ketimpangan sosial yang akhirnya justru menimbulkan masalah sosial.
"Presiden memang memerintahkan pertumbuhan ekonomi dan investasi naik, tapi Presiden juga memerintahkan penurunan kemiskinan, inflasi dan rasio gini. Itu berarti perlunya kesetiakawanan sosial, perlunya kerja sama antarmasyarakat untuk maju bersama-sama," katanya.
Dalam peringatan HKSN itu, Mensos sempat menyaksikan aksi pantomim yang dimainkan penyandang tuna rungu, menyerahkan bantuan peralatan bagi penyandang tuna grahita, serta meninjau pameran ekonomi kreatif dari komunitas ibu-ibu se-Jatim. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015