Malang (Antara Jatim) - Pimpinan Pusat Muhammadiyah berharap Lembaga Pengembangan Pondok Pesantren Muhammadiyah (LP3M) mampu mengembangkan pesantren secara lebih spesifik karena pondok pesantren Muhammadiyah sepenuhnya dikelola lembaga tersebut,


"Selama ini, sekitar 180 pondok pesantren yang dimiliki Muhammadiyah dikelola oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) PP Muhammadiyah, sehingga pengelolaannya cenderung tidak dibedakan dengan lebih dari 10 ribu sekolah lainnya milik Muhammadiyah, mulai dari TK-SMA," kata Ketua UMum PP Muhammadiyah Dr Haedar Nashir di kampus Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Minggu.


Oleh karena itu, lanjutnya, dengan adanya LP3M tersebut, pondok pesantren milik Muhammadiyah itu penanganannya bisa lebih spesifik lagi. Dan, diharapkan lembaga baru tersebut bisa menjadi garda terdepan pembentuk kader ulama Muhammadiyah.


Sebelumnya, kata Haedar, sebenarnya sudah ada wadah yang menaungi pesantren Muhammadiyah, yaitu Perhimpunan Pondok Pesantren Muhammadiyah (Ittihadul Ma`ahid al-Muhammadiyah/ITMAM).

Namun, ITMAM hanya bersifat kultural sehingga tidak dapat mengeluarkan kebijakan yang mengikat dan menggerakkan. Dengan adanya LP3M yang bersifat struktural, karena langsung di bawah koordinasi PP Muhammadiyah, diharapkan pengelolaan pesantren menjadi lebih terarah dan pengembangannya bisa lebih dipercepat.


Pada kesempatan itu Haedar menyatakan pendirian LP3M merupakan amanat Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar Agustus lalu. "Ini merupakan aspirasi teman-teman pondok pesantren pada pimpinan pusat. Saat muktamar lalu, para muktamirin sepakat untuk mendirikan lembaga atau majelis khusus yang menangani Pondok Pesantren Muhammadiyah," kata Haedar.


Dengan adanya lembaga ini, menurut Haedar, setidaknya ada beberapa tugas yang diemban, di antaranya mengidentifikasi pesantren mana saja yang berdiri di bawah Persyarikatan Muhammadiyah. "Kan ada beberapa pesantren yang langsung didirikan PP Muhammadiyah, ada pula yang didirikan PWM (Pengurus Wilayah Muhammadiyah) dan PCM (Pengurus Cabang Muhammadiyah)," ujarnya.


Selain itu, LP3M juga perlu mengidentifikasi pesantren mana saja yang didirikan oleh perseorangan, namun kulturnya Muhammadiyah. "Bisa saja itu orang yang pernah bersekolah di Muhammadiyah atau mantan pengurus yang kemudian mendirikan pesantren," kata Haedar.


Tugas LP3M lainnya, menentukan corak atau karakter pendidikan pesantren. Ia mencontohkan saat pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan mendirikan sekolah, ia memotong mata rantai pesantren tradisional yang saat itu berkembang.

"Pesantren pada masa itu hanya mengajarkan ilmu agama, sementara yang mengajarkan ilmu-ilmu sains hanya sekolah milik Belanda. Kala itu, Ahmad Dahlan mencoba mengintegrasikan dua ilmu tersebut dalam sekolahnya.


Tugas penting lainnya, kata Haedar, menguatkan SDM, terutama pengajarnya, baik guru maupun kiainya. Guru-guru dan kiai di Muhammadiyah banyak memiliki jaringan dan relasi yang luas. "Jaringan itulah yang harusnya dikembangkan untuk pengembangan pesantrennya ke depan," katanya.


Sementara itu Wakil Ketua PP Muhammadiyah Prof Dr Muhadjir Effendy MAP sebagai pembina LP3M mengatakan pesantren di Muhammadiyah harus ditingkatkan kualitas maupun kuantitasnya.


"Sebab pesantren inilah jalan bagi Muhammadiyah untuk mencetak kader-kader yang tak hanya paham ilmu agama, namun juga ilmu-ilmu sains yang berguna untuk kemaslahatan umat," ujar Rektor UMM tersebut.

Pengurus Bagian Pengkajian dan Pengembangan LP3M Dr Mohammad Nurhakim melihat adanya inovasi menarik dalam tradisi pengembangan pesantren Muhammadiyah, yaitu munculnya Pesantren Sains (Trensains) dalam tiga tahun terakhir.


Trensains dipandang sebagai revolusi pesantren berkemajuan yang berupaya "mengetrenkan" pesantren ke masyarakat, demikian pula berarti sains menjadi tren masyarakat.


Saat ini, Trensains telah berkembang di dua kota, yakni Jombang dan Sragen, bahkan saat ini sedang ditumbuhkan di beberapa kota lainnya. Trensains merupakan lembaga pendidikan setingkat SMA yang fokus mengkaji dan meneliti ayat-ayat semesta yang di dalam Al-Quran jumlahnya lima kali lipat lebih banyak dibanding ayat-ayat fikih. (*)

Pewarta: Endang Sukarelawati

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015