Tulungagung (Antara Jatim) - Temuan kasus baru HIV/AIDS melalui prosedur rujukan layanan kesehatan
RSUD maupun puskesmas di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, terus
mengalami peningkatan, berbanding terbalik dengan program pelayanan
konseling dan testing atau VCT yang mengedepankan kesadaran individu
pasien.
Hal itu disampaikan Pengelola Program Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Tulungagung, Ifada, Kamis, mengacu data temuan kasus selama beberapa bulan terakhir yang disebutnya rata-rata mencapai 20-an kasus per bulan.
"Sejak dua tahun terakhir, peningkatannya dari bulan ke bulan bisa mencapai 50 persen lebih untuk kasus yang ditemukan melalui metode PITC (provider initiatif test and counseling) atau semacam rujukan terhadap pasien RSUD atau puskesmas yang memiliki ciri gejala penyakit mirip kasus HIV/AIDS," ungkapnya di sela rapat evaluasi penanggulangan HIV/AIDS bersama jajaran dinas kesehatan serta lembaga swadaya setempat.
Ifada mencontohkan temuan kasus HIV/AIDS selama kurun Oktober yang tembus angka 27 kasus dari hasil penerapan metode PITC tersebut.
Pada bulan-bulan sebelumnya kisaran temuan selalu berada di atas angka 20 pasien, yang setelah dilakukan uji laboratorium menggunakan tiga jenis reagen (alat penguji) dinyatakan positif HIV/AIDS.
"Metode atau teknik ini tetap mengedepankan persetujuan pihak pasien untuk menjalani pemeriksaan lanjutan melalui prosedur uji laboratorium, termasuk di dalamnya pemeriksaan HIV/AIDS," terangnya.
Berbeda dengan temuan kasus melalui teknik PITC yang terus naik di atas angka 20 pasien perbulan, temuan kasus baru melalui program VCT di RSUD dr Iskak, puskesmas ataupun secara keliling cenderung stagnan di kisaran 1-5 kasus per bulan.
Kabid Penanggulangan Penyakit Menular Dinas Kesehatan Tulungagung Didik Eka mengatakan minimnya angka temuan kasus baru melalui program VCT disebabkan masih rendahnya kesadaran masyarakat/individu warga untuk memeriksakan diri ke klinik VCT.
"Faktanya begitu, meskipun angka temuan kasus di Tulungagung saat ini terus naik, mayoritas lebih banyak diidentifikasi melalui metode PITC, yakni dengan menawarkan pemeriksaan lanjutan melalui uji lab menyeluruh termasuk HIV/AIDS terhadap pasien yang menderita penyakit menahun atau tidak kunjung sembuh," terangnya.
Didik menjelaskan, teknik PITC saat ini tidak hanya diadopsi oleh petugas medis RSUD dr Iskak, namun juga menyebar di sedikitnya 12 dari total 31 puskesmas yang ada di Kabupaten Tulungagung.
Temuan baru pasien penderita HIV/AIDS melalui metode ini, lanjut dia, biasanya sudah dalam kondisi akut karena mayoritas mereka tidak menyadari jenis penyakit yang dideritanya, seperti penyakit kulit, stomatitis atau sariawan yang tidak sembuh-sembuh, TBC ataupun penyakit dalam lain yang bersifat menahun.
"Itu sebabnya temuan kasus HIV/AIDS melalui teknik ini biasanya justru banyak berasal dari poli-poli layanan kesehatan di rumah sakit ataupun puskesmas-puskesmas. Tetapi petugas medis ini kan sudah dibekali kemampuan untuk mengidentifikasi gejala-gejala tersebut sehingga begitu ada pasien yang dicurigai tertular HIV/AIDS bisa langsung diarahkan untuk pemeriksaan lanjutan," terangnya.
Saat ini, angka kasus HIV/AIDS di Tulungagung sejak periode 2006 yang ditandai berdirinya KPA hingga akhir pertengahan November 2015 tercatat sebanyak 1.244 kasus, dimana 306 di antaranya meninggal dunia.
Sementara untuk temuan kasus baru selama kurun 2015, terhitung mulai 1 Januari hingga akhir pertengahan November ini tercatat sebanyak 231 kasus, masih di bawah temuan kasus selama periode 2014 yang saat itu mencapai 272 kasus. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
Hal itu disampaikan Pengelola Program Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Tulungagung, Ifada, Kamis, mengacu data temuan kasus selama beberapa bulan terakhir yang disebutnya rata-rata mencapai 20-an kasus per bulan.
"Sejak dua tahun terakhir, peningkatannya dari bulan ke bulan bisa mencapai 50 persen lebih untuk kasus yang ditemukan melalui metode PITC (provider initiatif test and counseling) atau semacam rujukan terhadap pasien RSUD atau puskesmas yang memiliki ciri gejala penyakit mirip kasus HIV/AIDS," ungkapnya di sela rapat evaluasi penanggulangan HIV/AIDS bersama jajaran dinas kesehatan serta lembaga swadaya setempat.
Ifada mencontohkan temuan kasus HIV/AIDS selama kurun Oktober yang tembus angka 27 kasus dari hasil penerapan metode PITC tersebut.
Pada bulan-bulan sebelumnya kisaran temuan selalu berada di atas angka 20 pasien, yang setelah dilakukan uji laboratorium menggunakan tiga jenis reagen (alat penguji) dinyatakan positif HIV/AIDS.
"Metode atau teknik ini tetap mengedepankan persetujuan pihak pasien untuk menjalani pemeriksaan lanjutan melalui prosedur uji laboratorium, termasuk di dalamnya pemeriksaan HIV/AIDS," terangnya.
Berbeda dengan temuan kasus melalui teknik PITC yang terus naik di atas angka 20 pasien perbulan, temuan kasus baru melalui program VCT di RSUD dr Iskak, puskesmas ataupun secara keliling cenderung stagnan di kisaran 1-5 kasus per bulan.
Kabid Penanggulangan Penyakit Menular Dinas Kesehatan Tulungagung Didik Eka mengatakan minimnya angka temuan kasus baru melalui program VCT disebabkan masih rendahnya kesadaran masyarakat/individu warga untuk memeriksakan diri ke klinik VCT.
"Faktanya begitu, meskipun angka temuan kasus di Tulungagung saat ini terus naik, mayoritas lebih banyak diidentifikasi melalui metode PITC, yakni dengan menawarkan pemeriksaan lanjutan melalui uji lab menyeluruh termasuk HIV/AIDS terhadap pasien yang menderita penyakit menahun atau tidak kunjung sembuh," terangnya.
Didik menjelaskan, teknik PITC saat ini tidak hanya diadopsi oleh petugas medis RSUD dr Iskak, namun juga menyebar di sedikitnya 12 dari total 31 puskesmas yang ada di Kabupaten Tulungagung.
Temuan baru pasien penderita HIV/AIDS melalui metode ini, lanjut dia, biasanya sudah dalam kondisi akut karena mayoritas mereka tidak menyadari jenis penyakit yang dideritanya, seperti penyakit kulit, stomatitis atau sariawan yang tidak sembuh-sembuh, TBC ataupun penyakit dalam lain yang bersifat menahun.
"Itu sebabnya temuan kasus HIV/AIDS melalui teknik ini biasanya justru banyak berasal dari poli-poli layanan kesehatan di rumah sakit ataupun puskesmas-puskesmas. Tetapi petugas medis ini kan sudah dibekali kemampuan untuk mengidentifikasi gejala-gejala tersebut sehingga begitu ada pasien yang dicurigai tertular HIV/AIDS bisa langsung diarahkan untuk pemeriksaan lanjutan," terangnya.
Saat ini, angka kasus HIV/AIDS di Tulungagung sejak periode 2006 yang ditandai berdirinya KPA hingga akhir pertengahan November 2015 tercatat sebanyak 1.244 kasus, dimana 306 di antaranya meninggal dunia.
Sementara untuk temuan kasus baru selama kurun 2015, terhitung mulai 1 Januari hingga akhir pertengahan November ini tercatat sebanyak 231 kasus, masih di bawah temuan kasus selama periode 2014 yang saat itu mencapai 272 kasus. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015