Surabaya (Antara Jatim) - Anggota DPRD Provinsi Jatim Agatha Retnosari menyoroti pelaksanaan pilkada serentak khususnya di Surabaya dan Sidoarjo yang terkesan asal-asalan, sehingga berpotensi tingkat kehadiran pemilih turun.
    
"Sunyi sepi dan senyap, itu gambaran pelaksanaan pilkada serentak kali ini," kata Agatha, saat di Posko Pemenangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya Risma-Whisnu, Jalan Kapuas 68 Surabaya, Rabu.
    
Menurut dia, meski uang rakyat yang terpakai dalam pelaksanaan Pilkada di Kota Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo dari APBD total lebih Rp100 miliar, jelas Agatha, tapi sosialisasi tidak nampak.
    
"KPU-Panwaslu masih terjebak sosialisasi model klasikal," ujarnya.
    
Legislator PDI Perjuangan dari Dapil Surabaya-Sidoarjo ini menambahkan penempatan baliho-spanduk yang buruk, juga rusaknya alat peraga kampanye tanpa segera diganti, semakin menguatkan bahwa sosialisasi pilkada dilaksanakan asal-asalan.
    
"Itu uang rakyat lho yang dipakai, ya jangan asal-asalan," ujarnya.
    
Dia mengkhawatirkan sosialisasi yang dilaksanakan dengan cara kuno, klasikal dan asal-asalan, secara nyata akan berpengaruh terhadap kehadiran pemilih di TPS saat coblosan pilkada 9 Desember mendatang.
    
"Bisa dipastikan, bila dalam dua minggu ini KPU dan Panwaslu sebagai penyelenggara pemilu tidak memperbaiki diri, maka kehadiran pemilih di TPS akan turun," ujar perempuan yang juga Wakil Bendahara DPC PDIP Kota Surabaya itu.
    
Keyakinannya pemilih di TPS akan turun itu juga sudah terlihat dari hasil survei. "Sesuai survei internal yang kami lakukan, persepsi masyarakat terhadap tanggal dilaksanakan Pilkada saja baru 67 persen yang mengetahui. Ini belum lagi tentang pemahaman pentingnya pilkada yang hanya mencapai 54 persen, termasuk rendahnya pemahaman pemilih tentang visi misi dan program yang diusung calon. Ini benar-benar mengkhawatirkan," kata dia.
    
Kreativitas KPU, ujar Agatha, menjadi sorotan karena Peraturan KPU dengan jelas mengatur bahwa pasangan calon dan tim kampanye dilarang memasang iklan di media elektronik.

"KPU Surabaya dan Sidoarjo harus kreatif, seharusnya sejak jauh hari memanfaatkan viral persebaran lewat jalur sosial media atau media elektronik yang tidak memakan banyak biaya, tapi efektif dalam mendorong kehadiran pemilih, terutama pemilih pemula," ujarnya. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015