Jumat 13 November 2015 lalu, dunia kembali dikejutkan melalui peristiwa yang tidak pernah diharapkan (undesirable event). Serangan teroris di kota Paris, ibu kota negara Prancis, telah menewaskan lebih dari seratus warga sipil.

Peristiwa teror itu sekejap saja membuat seluruh mata dunia terbelalak. Secara serentak di seluruh dunia, mulai dari anak jalanan, warga biasa, pimpinan agama hingga kepala negara, langsung membuka suara.

Ibarat sebuah paduan suara, koor yang terdengar adalah 'kutukan' atas peristiwa Paris. Lalu tak ketinggalan, media massa sebagai 'spirit lifter' (pembakar semangat) justru cenderung mengambil kesimpulan dini sebelum ada fakta hitam di atas putih.

Sebagai seorang Muslim yang hidup di jantung dunia --kota yang pernah mengalami peristiwa sama bahkan lebih parah lagi pada 2001 --saya tidak ketinggalan membuka suara lantang. Saya juga mengutuk peristiwa Paris itu.

Bagi saya, kekerasan dan pembunuhan kepada rakyat sipil, khususnya anak-anak dan wanita, sesungguhnya adalah pembunuhan kepada semua manusia. Pelakunya adalah penjahat! Siapapun dan apapun afiliasinya, mereka harus dikutuk dan ditempatkan sebagai musuh bersama.

Keyakinan saya di atas adalah keyakinan universal dari Islam. Kebenaran dan keadilan ketika sudah bersentuhan dengan kemanusiaan, di situlah kita berada. Di sana tidak ada kebenaran atau keadilan Muslim vs Kristen, misalnya.

Secara sosial, kebenaran adalah kebenaran dan keadilan adalah keadilan. Walaupun secara teologis kita meyakini adanya "keyakinan individu" dan bersifat absolut. Tapi sekali lagi, kebenaran dan keadilan pada tataran sosial kemanusiaan kita sesungguhnya selalu melampaui semua batas, termasuk batas keagamaan.

Korban Murakkab

Sesungguhnya kekerasan atau pembunuhan yang dilakukan terhadap siapa yang dipersepsikan sebagai ‘musuh Islam’ di Barat, tanpa disengaja atau tanpa diketahui ternyata menjadikan komunitas Muslim menjadi korban yang lebih berlipat ganda (murakkab). Terlebih lagi komunitas Muslim yang kebetulan hidup di tengah-tengah masyarakat mayoritas non-Muslim.

Hal itu dikarenakan, di satu sisi masyarakat Muslim di dunia barat adalah bagian integral dari masyarakat barat itu sendiri. Segala hiruk pikuk yang terjadi, manis-pahitnya, hitam-putihnya, asam-tawarnya, mereka juga menjadi bagian dari setiap dinamika itu. Ketika ada serangan teroris terhadap sebuah kota maka komunitas Muslim selalu menjadi bagian dari korban, baik secara langsung ataupun tidak.

Ambillah contoh peristiwa 9/11 2001. Menurut estimasi kantor pemerintahan Kota New York ternyata tidak sedikit orang-orang Islam yang juga menjadi korban dalam serangan itu. Termasuk di dalamya anggota kepolisian kota New York dari kalangan Muslim. Saya sendiri mengenal beberapa orang di antara mereka yang menjadi korban.

Tapi lebih dari itu, konsekuensi sebuah peristiwa seperti tragedi Paris ini, justru ditanggung lebih besar oleh komunitas Muslim. Dampak yang dirasa itu baik secara ekonomi, sosial maupun politik. Kerap kali, komunitas Muslim menjadi pihak yang akan menanggung korban yang jauh lebih dahsyat.

Serangan balik Prancis atas apa yang disebut ISIS di Suriah, saat ini sudah pasti membawa akibat jahat yang lebih lebih besar kepada rakyat sipil, khususnya mereka yang dhuafa (anak-anak dan wanita).

Tapi bagi umat Islam yang paham akan peta pertarungan dunia saat ini, kejahatan terbesar kepadanya adalah bukan sekedar kematian atau keterpurukan ekonomi dan seterusnya. Justru kejahatan terbesar terhadap umat ini, setiap kali ada kekerasan seperti tragedi Paris adalah 'Islam victimization'.

Bentuknya sangat jelas terlihat. Khususnya dari media, politisi serta kelompok-kelompok tertentu yang memang mempunyai kepentingan. Semua dilakukannya secara sistematis, kadang juga sistemis dengan melakukan langkah 'memburukkan Islam' di mata publik Barat.

Kenyataan ini menjadikan orang seperti saya, yang insyaallah dengan izin-Nya, akan selalu berjuang siang dan malam, dengan segala daya yang memungkinkan. Insyaallah saya akan terus memperbaiki wajah Islam yang telah sedemikian lama disalahpahami di dunia Barat.

Dengan kejadian semacam di Paris, sesungguhnya bangunan persepsi yang telah diupayakan bertahun-tahun itu langsung begitu saja diruntuhkan hanya dalam hitungan menit saja. Ini sungguh menyedihkan!.

Kemunafikan Dunia

Hal yang lain yang menyedihkan adalah kenyataan dunia terkesan begitu munafik. Fakta-fakta yang ada di hadapan matanya kerap disikapi secara berbeda. Di awal tulisan, saya sudah sampaikan bahwa kebenaran dan keadilan harus dilihat pada tataran sosial kemanusiaan, bukan tataran teologis. Di sinilah akan dipandang sesuatu yang bersifat universal. Di sana tak mengenal batas-batas apapun, termasuk agama.

Dalam hal ini, prinsip saya dalam menyikapi tragedi kemanusiaan, di manapun, siapapun pelaku dan korbannya, selalu sama. Ketika ada orang Kristen yang dilanggar haknya oleh seorang Muslim, saya akan menempatkan diri sebagai pembela orang Kristen untuk melawan seorang Muslim.

Bagi saya ini adalah bagian dari iman yang diajarkan Rasulullah SAW ketika bersabda, "barang siapa yang menyakiti dzimmi (minoritas non-Muslim) maka saya adalah musuhnya di hari kiamat".

Untuk itu, kepada saudara-saudara seiman saya, kiranya jangan selalu membandingkan kejahatan dengan kejahatan. Terkadang kita dengar, mereka diserang karena mereka menyerang. Mereka membunuh karena mereka dibunuh.

Seolah-olah kejahatan bisa menjadi justifikasi terhadap kejahatan yang lain. Masanya untuk kita segera "move on" dan berada di atas "higher moral standard" dalam menyikapi berbagai peristiwa yang tidak diinginkan (undesirable tragic events) seperti teror di Paris.

Sayangnya, sikap keadilan universal dan kejujuran seperti ini, justru seperti sudah hilang dari dunia kita. Ketika terjadi serangan kekerasan terhadap rakyat sipil di Barat atau negara non-Muslim, maka semua langsung menyuarakan oposisi dan kutukannya.

Tapi ketika kekerasan, pembunuhan dan pembantaian bahkan menjadi pemandangan harian di negara-negara mayoritas Muslim --termasuk di Irak, Suriah, Afghanistan, dan tentu Palestina khususnya di Gaza-- semua seolah-olah memilih menutup mata. Dunia seakan berpura-pura, seolah semuanya berlangsung baik-baik saja.

Sikap ini telah dipertontonkan secara umum. Di dalamnya termasuk orang-orang Islam bersama para pemimpinnya maupun mereka yang jelas-jelas non-Muslim bersama pemimpin mereka. Lalu tak bisa dialpakan, peran media massa.

Mungkin saya ingin memberikan julukan, di sinilah telah terjadi kemunafikan murakkab (rangkap)! Sebuah kemunafikan masif dalam menyikapi peristiwa kekerasan dan pembunuhan rakyat sipil yang ada di dunia ini.

Lantas untuk menyelesaikan atau minimal mempersempit ruang pertumbuhan tendensi kekerasan-kekerasan dan kebuasan dunia kita, rasanya diperlukan adanya perubahan sikap. Selama dunia memilih kemunafikan di atas kejujuran, selama itu pula upaya menghentikan peristiwa seperti tragedi Paris akan selamanya dilihat sebagai permainan sandiwara semata. (New York, 17 Nopember 2015). (*).

--------------------------
*) Penulis adalah imam di Islamic Center of New York, Amerika Serikat.
*) Tulisan bersumber pada : http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/15/11/18/ny0jpp336-tragedi-paris-dan-kemunafikan-dunia

Pewarta: Shamsi Ali *)

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015