Surabaya (Antara) - Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama mendorong pembubaran Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi serta membatalkan pembentukan BUMN Khusus (Migas).

"Dalam Islam ada tiga sumber daya alam yang tidak boleh dikelola secara liberal yakni hutan, air, dan energi," kata Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PP ISNU) Ali Masykur Musa di Surabaya, Rabu (18/11).

Ia mengemukakan hal itu dalam "focus group discussion" (FGD) ISNU bertajuk "Mengawal Revisi UU Migas" yang dihadiri Marwan Batubara (IRESS), Prof Mukhtasor (ITS/DEN), dan sejumlah intelektual ISNU.

Menurut dia, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah dua kali membatalkan UU Migas yang mengebiri "penguasaan" negara atas sektor energi dengan adanya SKK Migas dan BP Migas.

"Jadi, penguasaan negara atas sektor energi itu sesuai dengan ajaran Islam, UUD 1945 (Pasal 33), dan Putusan MK, karena itu kami mengawal Revisi UU Migas untuk mendorong kekuasaan penuh negara atas sektor energi," katanya.

Dalam FGD ISNU itu, Marwan Batubara dari IRESS (Indonesian Resources Study) menegaskan bahwa UUD 1945 sudah mengatur bahwa pengelolaan energi dilakukan negara dan penguasaan negara dilakukan untuk kemakmuran rakyat.

"Untuk mewujudkan penguasaan negara itu, maka peran Pertamina harus diperkuat, baik dominasi dalam pengelolaan energi maupun pengelolaan bisnis energi secara kontraktual," katanya.

Oleh karena itu, pembatasan dominasi Pertamina dengan adanya SKK Migas, BP Migas, dan BUMN Khusus yang sudah dianulir MK itu harus dibatalkan sehingga terjadi penyatuan sektor energi.

"Revisi UU Migas juga harus mengatur sistem tata kelola energi yakni sistem non-listed public company (NLPC) atau sistem bagi hasil untuk segala bentuk kontraktual dalam sektor energi," katanya.

Selain sistem tata kelola secara bagi hasil, revisi UU Migas juga harus mengatur "Dana Migas" untuk kepentingan jangka panjang yakni mencari cadangan baru energi, litbang energi, dan meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia.

Sementara itu, Guru Besar Perkapalan ITS Prof Mukhtasor yang pernah memimpin DEN mendukung revisi UU Migas oleh ISNU yang mendorong penguatan dominasi Pertamina (BUMN Migas), karena cara "luar biasa" ISNU itu akan mewujudkan kemakmuran.

"Ada memang yang mengkhawatirkan dominasi penguasaan sektor energi akan rentan terhadap korupsi dan bahkan dapat mengarah pada kudeta seperti di Angola, namun kekhawatiran itu bukan tanpa solusi," katanya.

Menurut dia, hal itu mudah diatasi dengan melakukan pengaturan jabatan direktur maupun komisaris secara ketat, sehingga kekhawatiran akan korupsi atau kudeta itu tidak akan terjadi.

"Usul saya, revisi UU Migas juga menyoroti ketahanan migas, bukan hanya kemandirian migas. Untuk ketahanan migas itu, saya kira pemikiran untuk kesinambungan energi dalam jangka panjang akan jauh lebih penting. (*)

Pewarta: Edy M Yakub

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015