Di era reformasi yang telah berjalan 17 tahun ini, saat otonomi daerah berlangsung "kebablasan" dan RI menjadi negara demokratis yang juga "kebablasan" yang nyaris bebas "sak enake udele dewe" (bebas tanpa batas), masih saja model sentralistik terjadi.

Kegiatan apapun selalu di Jakarta, apapun yang namanya INDONESIA hanya berhak digunakan oleh Ibu Kota, Jakarta, seperti universitas (walau sekarang gedungnya berada di Depok, Jabar), hingga plasa sepertinya yang berhak gunakan nama Indonesia itu ya hanya Jakarte.

Zaman Orba, segala sesuatunya terpusatkan Jakarta, daerah hanyalah "anak tiri" dari Ibu Kota. Untungnya, Orba tumbang dan segala sesuatu yang sentralistik di era reformasi ini diminimalkan --walau belum seluruhnya--, tapi tampaknya "Orang Jakarta" (walau asalnya dari daerah) belum ikhlas melepas status sebagai "Orang Pusat".

Masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, secara perlahan, urusan pusat tersebut didelegasikan menyebar ke daerah sesuai karateristik dan historis dari peristiwa atau nama kejadian itu sendiri. Bahkan, Jokowi pun tidak segan atau bahkan sering turun ke daerah, tidak hanya "duduk manis" di Jakarta, tapi beberapa kali ke Papua, atau bahkan mempersingkat kunjungan ke Amerika hanya demi mengurus asap di Tanah Air.

Pada November ini, ada peristiwa bersejarah bagi bangsa Indonesia, yaitu tanggal 10 diperingati sebagai Hari Pahlawan (10 November). Berbagai kalangan, khususnya veteran dan tokoh masyarakat, sudah lama berkehendak Hari Pahlawan ya diperingati (secara nasional) di Kota Pahlawan, Surabaya, yang menjadi lokasi peristiwa heroik Arek-Arek Suruboyo melawan Sekutu yang diboncengi serdadu Belanda, sehingga tanggal 10 November 1945 itulah yang diperingati bangsa Indonesia sebagai Hari Pahlawan.

Selama ini (68 tahun, 1946-2014), upacara peringatan Hari Pahlawan secara nasional dilangsungkan di Jakarta. Beberapa kali diusulkan, tapi belum kesampaian (tidak diperhatikan?). Tahun ini, tampaknya Presiden Jokowi yang asalnya dari daerah, Solo, ingin mewujudkan Indonesia itu bukan hanya Jakarta, yakni Peringatan ke-70 Hari Pahlawan pada 10 November 2015 dilangsungkan dengan upacara secara nasional di Kota Pahlawan, Surabaya.

Sudah sepantasnya seorang pemimpin, Kepala Negara atau Presiden memimpin sekaligus menjadi inspektur upacara Hari Pahlawan di Kota Pahlawan (Surabaya) yang upacara peringatannya dipusatkan di Tugu Pahlawan. Di negara manapun, peringatan Hari Pahlawan itu selalu diperingati di lokasi kejadian, bukan di ibu kota negara.

Apalagi, tahun ini, pemerintah memberi anugerah gelar pahlawan nasional kepada lima tokoh yang telah dianggap berjasa besar bagi Bangsa Indonesia, yang dua di antaranya berasal dari Jawa Timur, yaitu Almarmum Mas Isman dan Almarhun Komjen (Pol) Dr H Moehammad Jasin.

Almarhum Mas Isman diketahui sebagai pendiri Kosgoro, yang merupakan salah satu pendiri partai Golkar. Tokoh dari Jawa Timur, terutama wilayah Malang Raya ini membentuk organisasi pelajar bersenjata pada 30 Agustus 1945 dengan dasar pemikiran bahwa pelajar harus berjuang mengangkat senjata melawan penjajah.

Sedangkan Almarhum Komjen Pol Dr H Moehammad Jasin merupakan tokoh dari kalangan polisi, yang membentuk satuan Brigadir Mobil (Brimob) sebagai satuan elite dan tertua di Kepolisian RI. Pada saat proklamasi dikumandangkan, Jasin telah melepas keterikatan polisi istimewa dengan Jepang, dan mengubah status dari polisi kolonial menjadi polisi negara merdeka.

Saat pertempuran Surabaya meletus, Jasin mengumumkan lewat radio bahwa pasukan Polisi Istimewa yang dipimpinnya sudah dimiliterkan dan diharuskan ikut dalam pertempuran. Pada saat Belanda melakukan Agresi kedua, Jasin memimpin pasukannya bergerilya hingga wilayah Gunung Wilis dan dia juga menjadi Komandan Militer Sektor Timur Madiun.

Dulu, pendahulu kita berjuang melawan penjajah kaum kolonial, sehingga melahirkan yang namanya pahlawan nasional. Kini konteksnya berbeda yang harus dilawan adalah keterbelakangan, kemiskinan, dan keterpurukan, narkoba serta para koruptor maupun mafia.

Jadi, Pahlawan masa kini adalah mereka yang mampu memberantas keterbelakangan, kemiskinan, keterpurukan, para koruptor, mafia sumber daya alam, mafia narkoba, mafia proyek, mafia peradilan, dan segala mafia yang merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pahlawan itu mereka yang bisa memajukan bangsa ini sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Menjadikan bangsa ini bermartabat, beradab, dan dihormati. (*)

Pewarta: Chandra Hamdani Noer

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015