Surabaya (Antara Jatim) - Palang Merah Indonesia mengeluhkan RUU Kepalangmerahan belum dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), padahal PMI saat ini masih belum memiliki produk Undang-undang yang secara jelas menyatakan perlindungan bagi pelaku kemanusiaan.

"PMI sedang berjuang untuk mensyahkan RUU Kepalangmerahan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU tahun 2015-2019 di DPR pada urutan ke-106, padahal target dari DPR akan mensyahkan sekitar 30 RUU yang sudah diajukan kepada mereka. Jadi hal inilah yang masih menjadi beban bagi PMI karena masih belum ada payung hukum," kata Wakil Ketua PMI Jatim, Prof Rochiman S di Surabaya, Kamis.

Selama ini, lanjutnya PMI hanya berpatokan pada Keputusan Peraturan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Serikat (RIS) Nomor 25 tahun 1950, kemudian diperkuat dengan Keppres No 246 tahun 1963, yang menjelaskan bahwa PMI merupakan satu-satunya lembaga kemanusiaan di Indonesia yang melakukan tugas pertolongan pertama di daerah bencana dan konflik dengan mendahulukan manusia.

"Sampai saat ini, PMI hanya dipandang sebagai mitra saja oleh negara, padahal dasar hukum dari Keppres itu saja tidak cukup kuat karena masih dinilai kedudukannya rendah, sehingga kami tidak akan diam dan terus berupaya melakukan berbagai aksi, mulai dari kampanye, penggalangan tanda tangan, dialog, maupun langsung mendatangi Gedung DPR DI,"ujarnya.

Ia mengatakan, RUU Kepalangmerahan akan memberikan kepastian hukum bagi perhimpunan nasional, baik pada tataran dalam negeri maupun dalam pergaulan internasional, karena selama ini pengabaian terkait hal itu dapat mengakibatkan terjadinya penyalahgunaan lambang untuk tujuan lain.

"RUU Kepalangmerahan merupakan konsekuensi bagi Indonesia yang telah meratifikasi konvensi Genewa pada tahun 1949, terkait satu lambang yang digunakan PMI dan perlu disadari bahwa pengabaian hal ini dapat mengakibatkan penyalahgunaan lambang, seperti untuk kepentingan politik, komersial dan berbagai kepentingan lainnya," paparnya.

Menurut dia, dengan disahkannya RUU Kepalang Merahan, pemerintah telah membuka jalan bagi PMI untuk melaksanakan misi kemanusian di Indonesia, namun jika memang memungkinkan maka seharusnya bisa secepatnya dijadikan Undang-Undang (UU), karena dengan demikian gerakan PMI akan lebih berkualitas.

"Selama ini kegiatan PMI hanya bertumpu pada dana hibah. Jika PMI memiliki payung hukum yang jelas, maka PMI akan mendapatkan pendanaan dari pemerintah sebagai dukungan kegiatan pelaksanaan tugas di lapangan, yang hingga saat ini juga masih menggunakan dana secara mandiri," terangnya.

Lebih lanjut dia mengungkapkan, jika RUU Kepalangmerahan bisa segera disahkan oleh anggota DPR, maka pihaknya akan mengembangkan Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) di wilayah Jatim, terutama di Kota surabaya di 33 Rumah Sakit, yang selama ini hanya memiliki 8 BDRS


saja.

"Kami mendesak para legeslatif untuk segera mengesahkan RUU Kepalang Merahan, agar kami bisa mengembangkan BDRS yang ada di wilayah Jatim, khususnya di surabaya dengan total 33 Rumah Sakit, namun hanya 8 Rumah sakit yang memiliki BDRS," tandasnya. (*)

Pewarta: Laily Widya Arisandhi

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015