Jakarta, (Antara) - Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) menyatakan bahwa Indonesia masih kekurangan jumlah profesor atau guru besar.

"Jumlahnya baru sekitar 5.300 profesor, padahal jumlah program studi di Tanah Air mencapai 22.000," ujar Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek Dikti Kemristekdikti, Ali Ghufron Mukti di Jakarta, Kamis.

Padahal, jumlah mahasiswa di perguruan tinggi saat ini yakni 6,3 juta jiwa. Apabila dibandingkan dengan program studi (prodi), jumlah tersebut sangat kecil karena jumlah prodi di Tanah Air mencapai 22.000. Idealnya setiap prodi dikepalai oleh seorang profesor.

Beberapa hal yang menyebabkan sedikitnya jumlah profesor di Tanah Air, lanjut Ghufron, adalah berbelitnya birokrasi dan keuangan yang tidak mencukupi untuk membayar tunjangan jabatan profesor.

Selain itu, anggaran penelitian yang diberikan pemerintah sangat kecil yakni 0,009 dari PDB. Idealnya untuk riset adalah 1,5 persen dari PDB.

"Kami memangkas birokrasi yang berbelit tersebut, sehingga diharapkan calon profesor semakin bersemangat meraih jabatan tertinggi itu."

Dia menegaskan profesor bukanlah gelar akademik, melainkan jabatan tertinggi yang diraih seorang dosen.

Untuk bisa mendapatkan jabatan profesor, lanjut dia, seorang dosen harus mengajar selama 10 tahun atau meraih nilai kredit mencapai 1.000.

Sayangnya, masih banyak masyarakat yang salah kaprah mengenai profesor tersebut. Sehingga tak jarang, yang rela merogoh kocek dalam-dalam hanya untuk mendapatkan profesor di depan namanya.

Guru Besar Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada, Prof Dr Sofian Effendi menuturkan, kurangnya jumlah profesor menyebabkan perankingan internasional perguruan tinggi di Tanah Air selalu berada peringkat bawah.

"Riset tentu berbeda jika dibandingkan pembiayaan untuk infrastruktur. Kalau infrastruktur, kelihatan langsung wujudnya. Berbeda dengan riset yang membutuhkan waktu lama. Ponsel cerdas yang kita gunakan sekarang sudah ada risetnya sejak 1970-an, saya lihat sendiri di Korea Selatan," jelas Sofian.

Oleh karenanya, Sofian meminta pemerintah tidak "pelit" memberikan anggaran untuk riset karena akan bermanfaat untuk meningkatkan daya saing bangsa.(*)

Pewarta: Indriani

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015